11 January 2007

Berjuta Jarak Jakarta–Bangkok (1)

Sri Palupi

SECARA fisik, jarak Jakarta–Bangkok memang pendek, dapat ditempuh dengan pesawat hanya dalam waktu 3,5 jam. Tetapi dalam banyak hal jarak Jakarta–Bangkok sedemikian jauhnya, sampai-sampai membayangkan Jakarta seperti Bangkok rasanya seperti mimpi. Mengapa Bangkok? Sejak diselenggarakan pertemuan Habitat tahun 1976 di Vancouver, Kanada, masyarakat internasional terus mencari berbagai upaya untuk mengatasi masalah perumahan dan memburuknya kondisi hidup kaum miskin kota. Upaya yang sama terjadi di Thai, khususnya Bangkok.Pemerintah Thai sekarang ini sedang getol-getolnya menjalankan program pembaharuan kota (urban renewal) dengan melibatkan dan menjadikan komunitas miskin sebagai pelaku utama. Tak seperti Bangkok, komitmen yang dicanangkan pemerintah Indonesia dalam pertemuan Habitat itu tak ada gemanya. Perbaikan kondisi hidup kaum miskin kota belum juga menjadi agenda nasional. Bahkan yang terjadi adalah sebaliknya, kehidupan komunitas miskin kota semakin memburuk. Kita bisa membacanya dari berbagai peristiwa penggusuran komunitas miskin di kota-kota besar di Indonesia, khususnya Jakarta. Peristiwa penggusuran ini mencerminkan paradigma dan wujud solusi yang diambil pemerintah terhadap persoalan kemiskinan di kota.

Di Jakarta, misalnya, dalam kurun waktu 2001-2003 telah terjadi sedikitnya 86 kasus penggusuran pemukiman miskin, 74 kasus penggusuran pedagang kaki lima (PKL), 424 kasus pembakaran/kebakaran pemukiman miskin di kota dan 168 kasus pembakaran/kebakaran tempat usaha kaum miskin, termasuk di antaranya pasar tradisional. Penggusuran itu telah membuat sedikitnya 18.962 KK dan 75.086 jiwa kehilangan tempat tinggal. Tak terhitung berapa jumlah jiwa yang kehilangan tempat tinggal akibat pembakaran/kebakaran pemukiman dan berapa jumlah jiwa yang kehilangan pekerjaan akibat penggusuran dan pembakaran/kebakaran tempat usaha.

Beragam bentuk penggusuran itu tidak sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia untuk mencari solusi atas pertanyaan besar yang telah lama menjadi perhatian masyarakat internasional, yaitu: bagaimana pemenuhan kebutuhan perumahan bagi kaum miskin dan partisipasi komunitas miskin kota menjadi bagian integral dari pengembangan kota. Pertanyaan ini pula yang mendorong Institute Ecosoc melakukan kajian perbandingan antara Jakarta–Bangkok dalam hal partisipasi publik dalam pengelolaan kota dan pengakuan hak masyarakat miskinnya. Meski baru sekilas saja mengalami kehidupan Bangkok, namun dengan itu saya sudah dapat merasakan betapa jauh jarak Jakarta–Bangkok dalam memandang persoalan kota dan kemiskinan. Apa sebenarnya beda antara orang miskin di Jakarta dan di Bangkok? (Bersambung ..)
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (2)

Keterangan foto: Seorang ibu asal dari desa di Thailand yang menjadi penjual asongan pernik-pernik souvenir di pasar tradisional Bong Lamphu, Bangkok. Para pedagang asongan di ibukota negeri gajah ini dijamin kehidupan sosial dan ekonominya oleh pemerintah setempat. Kapan kita belajar dari Bangkok?


Lihat versi Inggris.

No comments:

Post a Comment