Dalam penanganan masalah gizi yang diderita anak-anak, khususnya di wilayah Provinsi NTT, peran kader posyandu sangatlah penting. Namun peran mereka sering dipandang sebelah mata. Ini bisa kita lihat dari penghargaan terhadap kerja-kerja mereka. Penghargaan di sini tidak selalu harus diartikan dalam bentuk materi. Sebab tidak sedikit dari mereka yang punya dedikasi tinggi meski imbalan atas kerja-kerja mereka sangat kecil. Bahkan tidak sedikit yang bekerja sukarela tanpa imbalan. Padahal seperti di NTT, tidak sedikit kader Posyandu yang berasal dari keluarga miskin. Berikut adalah curahan hati seorang kader Posyandu, Yuliana Ha’e, yang kini ditunjuk sebagai ketua Posyandu Melati Kelurahan Hambala, Kecamatan Kota Waingapu.
22 September 2010
Menjadi Kader Kesehatan Tanpa Memandang Pendidikan
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 5:45 PM 0 komentar
Mengatasi Kemiskinan dengan Kebun Bersama
Berawal dari Kebun Bersama
Resah melihat apatisme masyarakat ditengah belitan kemiskinan membuat Chrispianus Saku, seorang romo paroki di Gereja Katolik Gembala Baik di Kabupaten Alor, Provinsi NTT, berpikir keras mencari jalan keluar. Apalagi setelah melihat banyaknya bantuan yang disalurkan pemerintah: bantuan langsung tunai, raskin, dan juga infrastruktur. Beragam bantuan yang diberikan dengan pendekatan yang kurang pas itu makin membuat masyarakat terlena. Mereka semakin tidak ada keinginan untuk hidup lebih baik.
Romo Christ, begitu romo itu biasa disapa, berpandangan, mengajak masyarakat berubah tidak cukup dengan kata-kata dalam khotbah di gereja. Gereja harus membuat contoh suatu usaha yang menumbuhkan hasil. Kalau masyarakat melihat bahwa suatu pekerjaan itu menghasilkan, dengan sendirinya mereka akan mengikuti. Demikianlah Romo Christ mengawali karyanya bersama masyarakat di Kabupaten Alor.
Resah melihat apatisme masyarakat ditengah belitan kemiskinan membuat Chrispianus Saku, seorang romo paroki di Gereja Katolik Gembala Baik di Kabupaten Alor, Provinsi NTT, berpikir keras mencari jalan keluar. Apalagi setelah melihat banyaknya bantuan yang disalurkan pemerintah: bantuan langsung tunai, raskin, dan juga infrastruktur. Beragam bantuan yang diberikan dengan pendekatan yang kurang pas itu makin membuat masyarakat terlena. Mereka semakin tidak ada keinginan untuk hidup lebih baik.
Romo Christ, begitu romo itu biasa disapa, berpandangan, mengajak masyarakat berubah tidak cukup dengan kata-kata dalam khotbah di gereja. Gereja harus membuat contoh suatu usaha yang menumbuhkan hasil. Kalau masyarakat melihat bahwa suatu pekerjaan itu menghasilkan, dengan sendirinya mereka akan mengikuti. Demikianlah Romo Christ mengawali karyanya bersama masyarakat di Kabupaten Alor.
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 5:41 PM 0 komentar
Gizi Buruk di Tengah Kampung Lumbung Pangan
Alimebung adalah sebuah desa yang letaknya berada di pinggiran Kota Kalabahi, ibu kota kabupaten Alor, atau jaraknya sekitar 10 kilometer dari jantung kota yang dijuluki Nusa Kenari tersebut. Kendati letaknya berada di pinggiran, namun Alimebung merupakan ibukota dari sebuah kecamatan di Kabupaten Alor, Kecamatan Alor Tengah Utara (ATU).
Mata pencaharian warga desa Alimebung beragam, ada pegawai negeri, wiraswasta, tukang, buruh, dan ada juga pedagang. Yang paling mendominasi atau 90 persen lebih warga Alimebung adalah petani. Usaha tani masyarakat di desa ini cukup maju, karena di dukung dengan lahan yang berada di dataran tanah datar dengan kondisi tanah yang subur, dan persedian air yang berlimpah. Infrastruktur irigasi-pun dibangun secara rapih, mulai dari hulu air hingga ke pintu-pintu air yang siap membagi ke lahan pertanian masyarakat.
Mata pencaharian warga desa Alimebung beragam, ada pegawai negeri, wiraswasta, tukang, buruh, dan ada juga pedagang. Yang paling mendominasi atau 90 persen lebih warga Alimebung adalah petani. Usaha tani masyarakat di desa ini cukup maju, karena di dukung dengan lahan yang berada di dataran tanah datar dengan kondisi tanah yang subur, dan persedian air yang berlimpah. Infrastruktur irigasi-pun dibangun secara rapih, mulai dari hulu air hingga ke pintu-pintu air yang siap membagi ke lahan pertanian masyarakat.
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 5:28 PM 0 komentar
Label: Gizi Buruk
Subscribe to:
Posts (Atom)
Untuk Hari Ini
Babu Negara
Olkes Dadilado
Education21
Rairo
Geworfenheit
Kodrat Bergerak
Chi Yin
aha!
John's blog
ambar
andreas harsono
bibip
Space & (Indonesian) Society
dreamy gamer
sundayz
wadehel
rudy rushady
Timor Merdeka
G M
Karena Setiap Kata adalah Doa
Sarapan Ekonomi
wisat
Adhi-RACA