Bila kita melakukan perjalanan dari kota Palangkaraya sampai kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, kita akan menyaksikan satu panorama tunggal dalam wujud perkebunan sawit. Kalau perjalanan itu kita lanjutkan sampai ke perbatasan Kalimantan Barat, kita akan temukan satu lingkup kecil wilayah adat yang hutannya relatif masih rapat. Di wilayah ini bermukim komunitas adat Delang, sebuah komunitas adat yang sejak lama bersepakat untuk menjaga keutuhan hutan dan wilayah adat mereka di tengah serbuan investasi perkebunan sawit dan pertambangan di Kalimantan Tengah.
Ada banyak alasan mengapa komunitas adat Delang memilih untuk menolak kehadiran pertambangan dan perkebunan sawit. Alasan utamanya adalah bahwa perkebunan sawit itu milik orang lain. Dengan menyerahkan tanah ke orang lain (investor) masyarakat nantinya hanya akan menjadi kuli. Sementara alasan mereka menolak pertambangan lebih didasarkan pada pertimbangan bahwa pertambangan lebih banyak beroperasi di wilayah hulu. Ini tentu akan mengganggu kehidupan komunitas karena limbah tambang akan mencemari sungai. Padahal kehidupan mereka sangat bergantung pada sungai.
Dengan menolak perkebunan sawit dan pertambangan bukan berarti masyarakat Delang menolak investasi. Mereka bukanlah menolak investasi. Hanya saja mereka berharap, investasi yang masuk ke wilayah Delang bukanlah investasi yang berdampak pada rusaknya hutan dan lingkungan. Sebab Wilayah adat Delang, menurut mereka, adalah daerah penyangga, terutama bagi Kabupaten Lamandau. Masyarakat Delang menilai, investasi yang sesuai dengan kondisi Delang adalah investasi yang menjadikan Delang sebagai daerah wisata alam, wisata adat dan budaya.
Untuk Hari Ini
Babu Negara
Olkes Dadilado
Education21
Rairo
Geworfenheit
Kodrat Bergerak
Chi Yin
aha!
John's blog
ambar
andreas harsono
bibip
Space & (Indonesian) Society
dreamy gamer
sundayz
wadehel
rudy rushady
Timor Merdeka
G M
Karena Setiap Kata adalah Doa
Sarapan Ekonomi
wisat
Adhi-RACA