22 September 2017

Apa yang Hilang Dari Desa-Desa Kita?

Haji Yusran 
Bila dilihat sekilas, desa-desa kita memang tampak maju.
Namun bila dibandingkan dengan dulu, desa-desa sebenarnya stagnan dan bahkan mengalami kemunduran. Ada yang hilang dari 
desa-desa kita yang selama ini tidak kita sadari.“
(Haji Yusran, Tua Adat Desa Dusun Baru, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu)

Pernyataan tentang kondisi desa disampaikan Haji Yusran di luar forum diskusi tentang perlindungan aset desa dan ruang hidup masyarakat yang dilaksanakan Institute Ecosoc di ruang pertemuan Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu. Di luar forum diskusi itu ia sedikit mengoreksi pendapat para kepala desa yang cenderung melihat kondisi desa hanya dari aspek ekonomi. Secara ekonomi, menurutnya, desa-desa sekarang memang tampak lebih maju. Namun mereka tak menyadari ada hal penting yang hilang dari desa, yaitu aspek sosial budaya. Siapakah Haji Yusran dan apa yang membuatnya melihat desa dengan sudut pandang yang berbeda dengan sudut pandang para pemangku desa pada umumnya?

Haji Yusran adalah tua adat dan mantan guru SD yang selama hidupnya bekerja bersama masyarakat. Ia hadir dalam diskusi mewakili tokoh masyarakat dari Desa Dusun Baru. Sebelum tinggal di Desa Dusun Baru, Haji Yusran lama tinggal di Desa Nanti Agung. Lelaki kelahiran 1947 itu tampak fasih saat bicara tentang berbagai perubahan yang terjadi di desa. Tidak heran bila Haji Yusran paham dengan kondisi masyarakat desa dari waktu ke waktu. Sebab selain menjadi tua adat, Haji Yusran adalah juga guru SD yang akrab dengan kehidupan masyarakat desa. Sejak 1970 hingga 2009 ia bekerja sebagai guru SD dan tiga kali dipindahtugaskan di desa-desa yang berbeda.

Sebagai guru, Haji Yusran berpegang teguh pada cita-cita dan profesinya sebagai guru. Ia beberapa kali menolak untuk diangkat menjadi kepala sekolah dan penilik sekolah karena ia memang hanya mau menjadi guru.  Keinginannya untuk menjadi guru sudah ia rasakan sejak bekerja di rumah sakit di tahun 1960-an. Tiga tahun ia sempat bekerja di rumah sakit. Karena merasa tidak cocok, ia memutuskan untuk keluar dan mengembalikan SK Pengangkatannya sebagai PNS. Kemudian ia merantau dan bekerja sebagai buruh di kebun kopi. Jalan itu ia ambil guna mendapatkan uang untuk membiayai pendidikannya di bidang keguruan. Ia menempuh pendidikan sekolah guru agar bisa menjadi guru SD.  

Forum diskusi terfokus pemangku desa
di Kecamatan Ilir Talo
Selama bekerja di tengah masyarakat, baik sebagai guru maupun sebagai tua adat yang menjalankan tata cara adat di masyarakat, Haji Yusran merasakan ada perubahan besar yang terjadi pada masyarakat desa. Ia menilai, secara ekonomi desa-desa seolah mengalami peningkatan ekonomi. Namun bila dicermati, peningkatan itu terjadi hanya pada 40 persen warga. Sebagian besar warga desa masih menghadapi kehidupan yang sulit. Masih banyak pengangguran, masih banyak yang jadi buruh dan bahkan merantau ke tempat-tempat lain sebagai buruh kasar. Dulu lahan-lahan masyarakat masih luas. Dengan masuknya perusahaan, lahan-lahan masyarakat diambil  perusahaan sawit. Dulu masyarakat begitu gampang menyerahkan lahannya ke perusahaan hanya karena tergiur oleh janji-janji perusahaan. Masyarakat menyerahkan lahannya demi mendapatkan kebun plasma. Namun setelah mendapatkan kebun plasma, kebun itu kemudian dijual murah karena kecewa dengan hasil yang tak sesuai harapan mereka. Kini banyak warga yang tak lagi memiliki lahan dan bekerja sebagai buruh.

Haji Yusran menilai, masuknya perusahaan sawit selain mengambil alih lahan warga juga membawa peningkatan ekonomi pada desa-desa dan menarik masuknya warga pendatang ke desa-desa. Warga pendatang ini membawa banyak perubahan pada masyarakat lokal. Peningkatan ekonomi warga lokal dan masuknya warga pendatang yang membawa adatnya sendiri membawa perubahan besar pada kehidupan masyarakat desa. Desa kehilangan aspek penting dalam kehidupannya, yaitu hilangnya kesadaran bermasyarakat sebagai dampak dari hilangnya adat dan budaya masyarakat. Gejala hilangnya kesadaran untuk bermasyarakat tampak dalam berbagai bentuk, seperti melemahnya gotong royong, berkurangnya keamanan, hilangnya aturan adat dan seni budaya masyarakat.

Haji Yusran masih ingat bagaimana dulu ketika adat masih jalan, kehidupan masyarakat tertib, masyarakat hidup dalam moralitas yang jelas antara yang baik dan buruk, seni budaya di desa juga berkembang. Dulu ada banyak tari-tarian, dendang (nyanian seperti ketapang, rampai, senandung gunung, telibun, dan lainnya), sarapal alan, benandai (pembacaan cerita), pencak silat  dan lainnya. Kegiatan seni budaya itu terjadi pada momen-momen penting dalam kehidupan manusia, seperti kematian, khitanan, akhikah dan juga pernikahan. Segala rupa kegiatan seni budaya itu kini punah dan tinggal ritualnya saja. Ada berbagai faktor yang jadi penyebabnya, di antaranya adalah tokoh-tokohnya sudah tidak ada, alat-alatnya sudah tidak ada dan generasi berikutnya sudah tidak berminat atau tidak tertarik lagi karena pengaruh TV dan film-film modern.

Ada ironi yang terjadi pada desa-desa kita. Di satu sisi, ekonomi seolah-olah maju tapi kesadaran untuk hidup bermasyarakatnya merosot. Lihatlah bagaimana masyarakat membuang sampah di sungai, meningkatnya perilaku meracuni sungai, berkembangnya kehidupan individualis yang menghilangkan praktik gotong royong dan juga ketidakjelasan moralitas yang jadi pegangan masyarakat. Itu semua, menurut Haji Yusran, adalah gejala lemahnya kesadaran bermasyarakat. Ia juga melihat bahwa dalam hal pendidikan, kualitas pendidikan warga dari dulu sampai sekarang nggak jauh beda. Sampai sekarang mayoritas warga desa pendidikannya masih rendah, paling tinggi tamat SMP. Meskipun pendidikannya rendah, namun jauh beda kondisi masyarakat desa dulu dan sekarang. Dulu masyarakat desa pendidikannya rendah tapi kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang kebaikan masih tinggi. Ini terjadi karena adat masih dijunjung tinggi. Jauh sekali bila dibandingkan dengan masyarakat desa sekarang. Sekarang warga desa cenderung mengurus kepentingannya sendiri dan adat digunakan hanya sekadar untuk ritual saja. Dalam hidup keseharian, adat sudah ditinggalkan dan tidak dipakai lagi.

Haji Yusran menyambut baik hadirnya Undang-Undang Desa. Ia berharap, pelaksanaan Undang-Undang Desa tidak hanya bicara masalah ekonomi, tetapi juga pembangunan masyarakat yang lebih utuh. Ia melihat ada banyak kelemahan dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa. Salah satunya adalah belum adanya sosialisasi pada masyarakat tentang undang-undang ini. Masyarakat tidak tahu apa isi undang-undang desa dan apa hak-hak mereka. Faktanya, meski sudah ada undang-undang desa namun belum ada perubahan dalam pengurusan desa. Pengurusan desa masih berjalan seperti sebelumnya di mana masyarakat tak banyak dilibatkan. Yang dilibatkan hanyalah mereka yang dekat dengan pemerintah desa. Akibatnya, masyarakat cenderung bersikap masa bodoh karena merasa terus dibodohi oleh pemerintahnya. Bahkan yang terjadi, warga yang berusaha untuk turut aktif terlibat dan turut aktif melakukan pengawasan justru didiskriminasi dan dimusuhi oleh pemerintah desa. Kondisi seperti ini, menurut Haji Yusran, merata terjadi di desa-desa. Masyarakat  sebenarnya ingin terlibat aktif. Masyarakat punya pengalaman dengan program PNPM di mana jalan yang dibangun dengan program PNPM belum sebulan sudah rusak. Ini terjadi karena tak ada pengawasan oleh masyarakat.


Diskusi informal dengan warga beberapa
desa di Kecamatan Ilir Talo
Memperhatikan kecenderungan yang terjadi di desa-desa, Haji Yusran ingin menyampaikan usulan pada pemerintah pusat terkait pelaksanaan undang-undang desa. Ia berharap, pemerintah pusat benar-benar melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang desa. Menurutnya, pengawasan bukan hanya dilakukan terhadap desa tetapi juga terhadap kabupaten. Sebab ia  melihat, pelaksanaan undang-undang desa sudah bermasalah sejak di tingkat kabupaten. Ia melihat bagaimana kabupaten mempersulit desa-desa yang hendak menyampaikan laporan.  Penyampaian laporan (SPJ) dibuat bertele-tele hingga menyulitkan desa. Kalau tidak ada “pelicin”, laporan tidak diterima. Karenanya, Haji Yusran berharap yang diawasi bukan hanya desa, tetapi pertama-tama adalah pihak kabupaten. Karena desa itu menurut saja apa kata atasan. (SP)



Read More...