Orang-orang
desa yang senang tinggal di perantauan dan memilih untuk tidak kembali ke desa sebenarnya
adalah orang-orang gagal. (Masyarakat Desa Paubokol)
Paubokol adalah desa yang ada di Kecamatan Nubatukan, Kabupaten
Lembata, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa seluas 6,22 Km2 ini berada di
lereng bukit dan dihuni 343 warga yang tergabung dalam 115 KK. Sebagaimana desa-desa
lain di Kabupaten Lembata, Desa Paubokol adalah desa yang banyak ditinggalkan
warganya untuk mencari pekerjaan di tempat lain, baik di Malaysia ataupun di
luar pulau.
Motor Perubahan Desa Paubokol |
Sejak 1970-an, warga Desa
Paubokol banyak yang meninggalkan desanya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di
luar pulau, terutama di Malaysia dan Papua. Yang tertinggal di desa kebanyakan adalah
perempuan, anak-anak dan laki-laki lanjut usia. Migrasi ke luar pulau seperti tak
terbendung. Ini terjadi terutama karena minimnya peluang memperoleh penghidupan
layak di desa. Warga hanya bisa bertani
dan tidak ada infrastruktur dan sarana penunjang apapun yang dapat menunjang peningkatan
aktivitas ekonomi di desa. Padahal desa
ini lokasinya tak terlalu jauh dari ibukota kabupaten.
Kondisi tersebut diperburuk oleh
musim yang sudah tak terarah lagi. Ekonomi warga di desa makin sulit karena
mayoritas adalah petani. Musim yang tak menentu dan banyaknya hama (terutama babi
hutan dan burung) membuat petani banyak merugi. Ini mendorong semakin banyak
warga yang meninggalkan desanya untuk mencari penghidupan di tempat lain.
Keprihatinan akan desa yang
ditinggalkan banyak warganya mendorong orang-orang tua di desa mulai berpikir
tentang perubahan. Perubahan ini dimotori oleh Thomas Igo Udak, yang sejak 17
Juni menjabat sebagai kepala desa. Jauh sebelum menjabat kepala desa, Thomas
sudah berupaya banyak untuk melakukan perubahan di desanya. Salah satunya
adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan yang banyak ditelantarkan. Ia
tanami lahan terlantar itu dengan kayu jati, tanaman kayu lainnya dan tanaman
lain yang bernilai ekonomi tinggi. Ada 20.000-an kayu yang sudah ia tanam. Ia
melihat desanya punya banyak potensi ekonomi yang bisa dikembangkan. Desanya
sangat subur dan sumber air berlimpah. Inisiatif dan kerja kerasnya untuk
membawa perubahan pada desanya inilah yang membuat Thomas Igo dipercaya warga
untuk menjadi kepala desa.
Kepala desa dengan kebun kayunya |
Di bawah kepemimpinan Thomas Igo
Udak, pemerintah, BPD dan masyarakat bisa duduk bersama merancang perubahan.
Dalam musyawarah desa mereka sama-sama bersepakat untuk mengembalikan makanan
pokok mereka, yaitu padi hitam sebagai produk unggulan dan basis pembangunan desa.
Setidaknya ada tiga alasan yang mendasarinya. Pertama, padi hitam yang merupakan makanan pokok warga dalam
kondisi nyaris punah. Sejak banyak warga memilih untuk meninggalkan desanya,
banyak lahan dibiarkan terlantar. Kegiatan pertanian ditinggalkan dan padi
hitam sebagai makanan pokok mereka tak lagi jadi perhatian. Kedua, tingginya harga beras. Karena
pertanian ditinggalkan, warga banyak bergantung pada pasar dalam mendapatkan
pangan pokoknya. Mereka merasakan kian mahalnya harga beras. Ketiga, dengan memilih padi hitam,
mereka juga ingin mengembalikan tradisi gotong royong dan adat warisan leluhur yang
semakin luntur. Bertanam padi hitam selain menuntut kerja gotong royong juga menuntut
dilaksanakannya ritual adat. Tradisi menanam padi hitam sarat dengan ritual. Mulai
dari persiapan tanam, pengambilan bibit padi, penanaman, pemeliharaan hingga
pemanenan tak terlepas dari ritual adat. Tradisi ini terkait dengan kepercayaan
tradisional tentang asal usul padi hitam yang diyakini berasal dari darah
leluhur yang ditumpahkan.
Padi hitam hasil dari kebun desa |
Selain memutuskan padi hitam
sebagai produk unggulan, pemerintah desa, BPD dan masyarakat desa juga bersepakat
untuk melakukan tiga gerakan, yaitu gerakan membangun kebun desa, gerakan wajib
berkebun bagi semua perangkat desa dan Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli
Rakyat (GEMPAR). Gerakan ini benar-benar elok. Bayangkan, di saat desa-desa
lain ramai meningkatkan pendapatan asli desa, Desa Paubokol memilih meningkatkan
pendapatan asli rakyat. Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan setiap
keluarga untuk menanam padi hitam dan mendorong warga bertanam kayu dan bertanam
tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi dan potensi pasarnya besar. Ketiga gerakan
ini dijalankan dengan dukungan dana
desa. Dana desa dialokasikan untuk pembelian berbagai bibit tanaman, yaitu tanaman
pangan, tanaman kayu, tanaman perkebunan dan buah-buahan. Selain itu, dana desa
juga dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan gotong royong warga dalam membangun
kebun desa.
Kebun desa |
Warga bergotong royong membuat
kebun desa hingga mencapai luasan 50 hektar. Kebun desa ditanami padi hitam,
kayu-kayuan dan tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi. Gerakan wajib berkebun
adalah kesepakatan bahwa seluruh perangkat desa dari tingkat RT sampai tingkat
desa wajib berkebun dan memiliki kebun. Kedua langkah tersebut diperlukan untuk
memberikan contoh dan sekaligus dorongan bagi warga agar bergiat kembali menanam
padi hitam dan meningkatkan produktivitas lahan.
Gerakan Cinta Kampung
Prihatin atas banyaknya warga – khususnya anak-anak muda – yang meninggalkan
desanya, Kepala Desa dengan dukungan tokoh-tokoh masyarakat membuat gerakan
yang mereka namai gerakan cinta kampung. Spirit dari gerakan ini adalah memanggil
dan mengajak anak-anak muda yang merantau untuk pulang menjadi petani di
kampung dan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri di kampung.
Pihak desa dan para orang tua mendorong anak-anak mudanya untuk sekolah hingga
tingkat universitas dan mengambil bidang keahlian yang nantinya bisa dipakai
untuk membangun kampung mereka. Kini ada 20-an anak muda yang sedang menempuh
pendidikan di universitas. Mereka ini sudah berkomitmen untuk kembali ke
kampung dan membangun kampungnya sendiri.
Kepala desa dan para tokoh masyarakat di desa Pabuokol meyakini, desa
mereka bisa besar karena peran anak-anak mudanya. Keyakinan ini yang membuat
kepala desa memutuskan bahwa seluruh posisi perangkat desa diisi oleh anak
muda. Sementara kepala desa sendiri menempatkan diri lebih sebagai fasilitator.
Untuk mendorong anak-anak muda mau kembali bertani, desa membuat ketentuan seluruh
perangkat desa wajib berkebun dan wajib memiliki kebun.
Lapangan olahraga di Desa Paubokol |
Agar anak-anak muda yang kembali ke desa tetap betah tinggal di desa, pihak
desa dengan dukungan masyarakat membuat hajatan khusus bagi anak-anak muda.
Hajatan ini dilakukan setiap tahun dan khusus ditujukan untuk anak-anak muda. Desa
juga menyediakan berbagai sarana pendukung, seperti fasilitas olah raga dan
perpustakaan. Selain itu, anak-anak mudanya sendiri juga sudah berinisiatif
membangun tempat khusus, di mana mereka bisa bertemu dan berekreasi bersama.
Terpanggil Pulang
Berbagai gerakan untuk membangun desa yang dijalankan pemerintah desa Paubokol
bersama BPD dan masyarakat mulai menampakkan hasil. Sejak tahun kemarin
masyarakat sudah menanam padi hitam dengan luasan rata-rata 0,5 ha – 1,0 ha per
KK. Warga juga sudah mulai bertanam kayu dan tanaman lain yang bernilai ekonomi
tinggi dengan dukungan bibit dari desa. Untuk menampung hasil panen padi hitam
milik masyarakat, desa juga sudah membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDES)
dengan modal penyertaan sebesar Rp 100 juta.
Sarana air bersih untuk umum |
Gairah membangun desa yang merupakan gerakan bersama antara pemerintah
desa, BPD dan masyarakat juga berhasil meyakinkan warga desa yang tinggal di
perantauan untuk kembali ke kampung. Para warga yang tinggal di perantauan mendapati,
ada banyak perubahan yang terjadi pada desa mereka. Mereka melihat, mencari
uang di desa tak lagi sesulit dulu. Berladang dan bertanam kayu serta tanaman
lain yang bernilai ekonomi tinggi membuka lebih besar peluang untuk memperoleh
pendapatan lebih besar bila dibandingkan bekerja sebagai buruh di perantauan.
Mereka membandingkan peluang-peluang yang bisa diperoleh jika mereka kembali ke
kampung dengan peluang yang ada di perantauan. Upah sebagai buruh di Malaysia
ataupun di Papua tidaklah besar, sementara menjadi petani di desa memberi
peluang hasil yang lebih besar. Apalagi akses jalan, transportasi dan
komunikasi yang menghubungkan desa dengan kota dan dengan desa-desa tetangga
juga semakin baik. Desa juga sudah terang karena akses listrik sudah membaik. Kondisi
ini semakin menarik warga yang tinggal di perantauan untuk pulang ke desa.
Beberapa tahun terakhir semakin banyak warga desa Paubokol di perantauan yang
memilih untuk kembali ke kampung. Bahkan di kalangan masyarakat Desa Paubokol kini
mulai berkembang pemikiran bahwa orang-orang desa yang senang tinggal di
perantauan dan memilih untuk tidak kembali ke desa sebenarnya adalah orang-orang
gagal. Ester K. Udak, anak muda yang kini menjabat Kepala Urusan Pemerintahan di
Desa Paubokol menyatakan, “Mewakili anak-anak muda saya mengatakan, orang
berpendidikan dibutuhkan untuk bekerja di kampung sendiri. Sekarang ini di Desa
Paubokol ada beberapa anak muda berpendidikan yang memilih bekerja di kampung
sendiri dan mendukung pemerintah desa. Kami merasakan bahwa membangun kampung
sendiri terbukti lebih baik.”
Anak muda kembali ke desa, kembali bertani |
Fenomena “kembali ke kampung” yang terjadi pada warga Paubokol di
perantauan memang sudah terjadi beberapa tahun belakangan. Fenomena ini semakin
diperkuat oleh adanya dana desa. Kerjasama efektif antara pemerintah desa, BPD
dan masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan dana desa menjadikan dana desa mampu meningkatkan kualitas hidup
warga. Peningkatan kualitas hidup ini dapat dilihat dari peningkatan kuantitas
dan kualitas jalan desa, ketersediaan sarana olah raga, peningkatan kualitas
tempat tinggal warga (tak ada lagi rumah warga yang tidak layak huni), peningkatan ketersediaan sarana
sanitasi, air bersih yang terus mengalir hingga ke rumah-rumah warga, peningkatan
layanan kesehatan, peningkatan produktivitas lahan warga dengan berbagai jenis tanaman
pertanian, peningkatan kualitas pendidikan warga, dan lainnya. Gairah memajukan
desa benar-benar terpancar dari wajah kepala desa, wajah anak-anak mudanya,
para anggota BPD dan para tokoh masyarakat, yang kini menjadi motor perubahan
di desa Paubokol. Kini mereka sedang merancang untuk memproduksi air minum
kemasan untuk memanfaatkan sumber air yang berlimpah di desa mereka. Bisa jadi
gairah memajukan desa dan meningkatnya kualitas hidup warga inilah yang membuat
Desa Paubokol berhasil memanggil pulang anak-anaknya. *** (Sri Palupi)
Untuk Hari Ini
Babu Negara
Olkes Dadilado
Education21
Rairo
Geworfenheit
Kodrat Bergerak
Chi Yin
aha!
John's blog
ambar
andreas harsono
bibip
Space & (Indonesian) Society
dreamy gamer
sundayz
wadehel
rudy rushady
Timor Merdeka
G M
Karena Setiap Kata adalah Doa
Sarapan Ekonomi
wisat
Adhi-RACA