25 May 2018

Paubokol, Desa yang Memanggil Anak-Anaknya Pulang

Orang-orang desa yang senang tinggal di perantauan dan memilih untuk tidak kembali ke desa sebenarnya adalah orang-orang gagal.    (Masyarakat Desa Paubokol) 


Paubokol adalah desa yang ada di Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa seluas 6,22 Km2 ini berada di lereng bukit dan dihuni 343 warga yang tergabung dalam 115 KK. Sebagaimana desa-desa lain di Kabupaten Lembata, Desa Paubokol adalah desa yang banyak ditinggalkan warganya untuk mencari pekerjaan di tempat lain, baik di Malaysia ataupun di luar pulau.
Motor Perubahan Desa Paubokol 
 

Sejak 1970-an, warga Desa Paubokol banyak yang meninggalkan desanya untuk mendapatkan pekerjaan sebagai buruh di luar pulau, terutama di Malaysia dan Papua. Yang tertinggal di desa kebanyakan adalah perempuan, anak-anak dan laki-laki lanjut usia. Migrasi ke luar pulau seperti tak terbendung. Ini terjadi terutama karena minimnya peluang memperoleh penghidupan layak  di desa. Warga hanya bisa bertani dan tidak ada infrastruktur dan sarana penunjang apapun yang dapat menunjang peningkatan aktivitas ekonomi di desa.  Padahal desa ini lokasinya tak terlalu jauh dari ibukota kabupaten.

Kondisi tersebut diperburuk oleh musim yang sudah tak terarah lagi. Ekonomi warga di desa makin sulit karena mayoritas adalah petani. Musim yang tak menentu dan banyaknya hama (terutama babi hutan dan burung) membuat petani banyak merugi. Ini mendorong semakin banyak warga yang meninggalkan desanya untuk mencari penghidupan di tempat lain.

Keprihatinan akan desa yang ditinggalkan banyak warganya mendorong orang-orang tua di desa mulai berpikir tentang perubahan. Perubahan ini dimotori oleh Thomas Igo Udak, yang sejak 17 Juni menjabat sebagai kepala desa. Jauh sebelum menjabat kepala desa, Thomas sudah berupaya banyak untuk melakukan perubahan di desanya. Salah satunya adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan yang banyak ditelantarkan. Ia tanami lahan terlantar itu dengan kayu jati, tanaman kayu lainnya dan tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi. Ada 20.000-an kayu yang sudah ia tanam. Ia melihat desanya punya banyak potensi ekonomi yang bisa dikembangkan. Desanya sangat subur dan sumber air berlimpah. Inisiatif dan kerja kerasnya untuk membawa perubahan pada desanya inilah yang membuat Thomas Igo dipercaya warga untuk menjadi kepala  desa.
Kepala desa dengan kebun kayunya

Di bawah kepemimpinan Thomas Igo Udak, pemerintah, BPD dan masyarakat bisa duduk bersama merancang perubahan. Dalam musyawarah desa mereka sama-sama bersepakat untuk mengembalikan makanan pokok mereka, yaitu padi hitam sebagai produk unggulan dan basis pembangunan desa. Setidaknya ada tiga alasan yang mendasarinya. Pertama, padi hitam yang merupakan makanan pokok warga dalam kondisi nyaris punah. Sejak banyak warga memilih untuk meninggalkan desanya, banyak lahan dibiarkan terlantar. Kegiatan pertanian ditinggalkan dan padi hitam sebagai makanan pokok mereka tak lagi jadi perhatian. Kedua, tingginya harga beras. Karena pertanian ditinggalkan, warga banyak bergantung pada pasar dalam mendapatkan pangan pokoknya. Mereka merasakan kian mahalnya harga beras. Ketiga, dengan memilih padi hitam, mereka juga ingin mengembalikan tradisi gotong royong dan adat warisan leluhur yang semakin luntur. Bertanam padi hitam selain menuntut kerja gotong royong juga menuntut dilaksanakannya ritual adat. Tradisi menanam padi hitam sarat dengan ritual. Mulai dari persiapan tanam, pengambilan bibit padi, penanaman, pemeliharaan hingga pemanenan tak terlepas dari ritual adat. Tradisi ini terkait dengan kepercayaan tradisional tentang asal usul padi hitam yang diyakini berasal dari darah leluhur yang ditumpahkan.
Padi hitam hasil dari kebun desa

Selain memutuskan padi hitam sebagai produk unggulan, pemerintah desa, BPD dan masyarakat desa juga bersepakat untuk melakukan tiga gerakan, yaitu gerakan membangun kebun desa, gerakan wajib berkebun bagi semua perangkat desa dan Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat (GEMPAR). Gerakan ini benar-benar elok. Bayangkan, di saat desa-desa lain ramai meningkatkan pendapatan asli desa, Desa Paubokol memilih meningkatkan pendapatan asli rakyat. Salah satu caranya adalah dengan mewajibkan setiap keluarga untuk menanam padi hitam dan mendorong warga bertanam kayu dan bertanam tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi dan potensi pasarnya besar. Ketiga gerakan ini dijalankan dengan  dukungan dana desa. Dana desa dialokasikan untuk pembelian berbagai bibit tanaman, yaitu tanaman pangan, tanaman kayu, tanaman perkebunan dan buah-buahan. Selain itu, dana desa juga dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan gotong royong warga dalam membangun kebun desa. 
Kebun desa 

Warga bergotong royong membuat kebun desa hingga mencapai luasan 50 hektar. Kebun desa ditanami padi hitam, kayu-kayuan dan tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi. Gerakan wajib berkebun adalah kesepakatan bahwa seluruh perangkat desa dari tingkat RT sampai tingkat desa wajib berkebun dan memiliki kebun. Kedua langkah tersebut diperlukan untuk memberikan contoh dan sekaligus dorongan bagi warga agar bergiat kembali menanam padi hitam dan meningkatkan produktivitas lahan. 



Gerakan Cinta Kampung
Prihatin atas banyaknya warga – khususnya anak-anak muda – yang meninggalkan desanya, Kepala Desa dengan dukungan tokoh-tokoh masyarakat membuat gerakan yang mereka namai gerakan cinta kampung. Spirit dari gerakan ini adalah memanggil dan mengajak anak-anak muda yang merantau untuk pulang menjadi petani di kampung dan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri di kampung.

Pihak desa dan para orang tua mendorong anak-anak mudanya untuk sekolah hingga tingkat universitas dan mengambil bidang keahlian yang nantinya bisa dipakai untuk membangun kampung mereka. Kini ada 20-an anak muda yang sedang menempuh pendidikan di universitas. Mereka ini sudah berkomitmen untuk kembali ke kampung dan membangun kampungnya sendiri.

Kepala desa dan para tokoh masyarakat di desa Pabuokol meyakini, desa mereka bisa besar karena peran anak-anak mudanya. Keyakinan ini yang membuat kepala desa memutuskan bahwa seluruh posisi perangkat desa diisi oleh anak muda. Sementara kepala desa sendiri menempatkan diri lebih sebagai fasilitator. Untuk mendorong anak-anak muda mau kembali bertani, desa membuat ketentuan seluruh perangkat desa wajib berkebun dan wajib memiliki kebun.
Lapangan olahraga di Desa Paubokol

Agar anak-anak muda yang kembali ke desa tetap betah tinggal di desa, pihak desa dengan dukungan masyarakat membuat hajatan khusus bagi anak-anak muda. Hajatan ini dilakukan setiap tahun dan khusus ditujukan untuk anak-anak muda. Desa juga menyediakan berbagai sarana pendukung, seperti fasilitas olah raga dan perpustakaan. Selain itu, anak-anak mudanya sendiri juga sudah berinisiatif membangun tempat khusus, di mana mereka bisa bertemu dan berekreasi bersama.

Terpanggil Pulang  
Berbagai gerakan untuk membangun desa yang dijalankan pemerintah desa Paubokol bersama BPD dan masyarakat mulai menampakkan hasil. Sejak tahun kemarin masyarakat sudah menanam padi hitam dengan luasan rata-rata 0,5 ha – 1,0 ha per KK. Warga juga sudah mulai bertanam kayu dan tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi dengan dukungan bibit dari desa. Untuk menampung hasil panen padi hitam milik masyarakat, desa juga sudah membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dengan modal penyertaan sebesar Rp 100 juta.
Sarana air bersih untuk umum

Gairah membangun desa yang merupakan gerakan bersama antara pemerintah desa, BPD dan masyarakat juga berhasil meyakinkan warga desa yang tinggal di perantauan untuk kembali ke kampung. Para warga yang tinggal di perantauan mendapati, ada banyak perubahan yang terjadi pada desa mereka. Mereka melihat, mencari uang di desa tak lagi sesulit dulu. Berladang dan bertanam kayu serta tanaman lain yang bernilai ekonomi tinggi membuka lebih besar peluang untuk memperoleh pendapatan lebih besar bila dibandingkan bekerja sebagai buruh di perantauan. Mereka membandingkan peluang-peluang yang bisa diperoleh jika mereka kembali ke kampung dengan peluang yang ada di perantauan. Upah sebagai buruh di Malaysia ataupun di Papua tidaklah besar, sementara menjadi petani di desa memberi peluang hasil yang lebih besar. Apalagi akses jalan, transportasi dan komunikasi yang menghubungkan desa dengan kota dan dengan desa-desa tetangga juga semakin baik. Desa juga sudah terang karena akses listrik sudah membaik. Kondisi ini semakin menarik warga yang tinggal di perantauan untuk pulang ke desa.

Beberapa tahun terakhir semakin banyak warga desa Paubokol di perantauan yang memilih untuk kembali ke kampung. Bahkan di kalangan masyarakat Desa Paubokol kini mulai berkembang pemikiran bahwa orang-orang desa yang senang tinggal di perantauan dan memilih untuk tidak kembali ke desa sebenarnya adalah orang-orang gagal. Ester K. Udak, anak muda yang kini menjabat Kepala Urusan Pemerintahan di Desa Paubokol menyatakan, “Mewakili anak-anak muda saya mengatakan, orang berpendidikan dibutuhkan untuk bekerja di kampung sendiri. Sekarang ini di Desa Paubokol ada beberapa anak muda berpendidikan yang memilih bekerja di kampung sendiri dan mendukung pemerintah desa. Kami merasakan bahwa membangun kampung sendiri terbukti lebih baik.”
Anak muda kembali ke desa, kembali bertani

Fenomena “kembali ke kampung” yang terjadi pada warga Paubokol di perantauan memang sudah terjadi beberapa tahun belakangan. Fenomena ini semakin diperkuat oleh adanya dana desa. Kerjasama efektif antara pemerintah desa, BPD dan masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan dana desa menjadikan  dana desa mampu meningkatkan kualitas hidup warga. Peningkatan kualitas hidup ini dapat dilihat dari peningkatan kuantitas dan kualitas jalan desa, ketersediaan sarana olah raga, peningkatan kualitas tempat tinggal warga (tak ada lagi rumah warga yang  tidak layak huni), peningkatan ketersediaan sarana sanitasi, air bersih yang terus mengalir hingga ke rumah-rumah warga, peningkatan layanan kesehatan, peningkatan produktivitas lahan warga dengan berbagai jenis tanaman pertanian, peningkatan kualitas pendidikan warga, dan lainnya. Gairah memajukan desa benar-benar terpancar dari wajah kepala desa, wajah anak-anak mudanya, para anggota BPD dan para tokoh masyarakat, yang kini menjadi motor perubahan di desa Paubokol. Kini mereka sedang merancang untuk memproduksi air minum kemasan untuk memanfaatkan sumber air yang berlimpah di desa mereka. Bisa jadi gairah memajukan desa dan meningkatnya kualitas hidup warga inilah yang membuat Desa Paubokol berhasil memanggil pulang anak-anaknya. *** (Sri Palupi)

Read More...