07 February 2014

Anak Putus Sekolah Jadi Penggali Batu Mangan


"Be pu nama Meri" jawab bocah ini dengan logat timor ketika saya menanyakan namanya. Umurnya baru 11 tahun, anak sulung dari 5 bersaudara. Nasib Meri tak jauh beda dengan Ana Maria,  Meri hanya sempat menikmati bangku sekolah hingga kelas 3 SD.

Meri tak banyak bicara, pertanyaanku tak semua dijawab. Ia sibuk dengan pekerjaannya mengajun lingis kecil dan menancapkannya ke tanah lalu mengais tanah dengan tangan mencari batu batu mangan.

3 tahun sudah Meri menekuni pekerjaan mengali batu mangan tanpa ada yang peduli dengan haknya untuk sekolah. ketika saya bertanya "apakah Meri punya kerinduan untuk kembali sekolah?" Ia tak menjawab, beberapa saat Ia menundukan kepala lalu kembali membongkar tanah







Hari itu Meri tak sendiri, Ia ditemani oleh adiknya Fransiska. Saya makin tercengang ketika mengetahui Fransiska sama sekali tak pernah menikmati bangku sekolah padahal umurnya sudah 9 tahun.

Foto: chelluz.ecosocrights.2011
lokasi: Atambua-Kab. Belu-NTT
 Terkait:
Anak Putus Sekolah di Lokasi Pertambangan
Buruh murah tanpa jaminan keselamatan & kesehatan kerja

Read More...

Sulya, Empat Kali Jadi Korban Perampasan Lahan

Sulya


Sejak 2009 saya mengalami empat kali perampasan tanah oleh perusahaan perkebunan sawit. Dua kali perampasan tanah dilakukan PT Bangkit Usaha Mandiri (BUM), masing-masing seluas 27 hektar kebun karet dan 5 hektar kebun karet lainnya. Perampasan lahan yang dua lagi dilakukan PT Bumi Hutan Lestari (BHL), masing-masing seluas 4 hektar kebun buah-buahan yang di dalamnya ada tanaman karet dan 9 hektar ladang padi. Tanpa sepengetahuan saya, perusahaan membakar dan merusak kebun dan ladang. Saya sudah berulangkali menyampaikan protes ke pihak perusahaan dan mengadu ke lembaga adat, pemerintah desa, kecamatan, dan kepolisian untuk meminta tanah saya dikembalikan. Protes saya tak ditanggapi. Perusahaan membayar preman untuk mengancam dan meneror saya. Saya dipaksa menerima ganti rugi sebesar Rp 13,5 juta untuk 27 hektar kebun yang berisi ribuan pohon karet dan Rp 20 juta untuk 4 hektar kebun buah-buahan. Uang Rp. 13,5 juta yang saya dapat dari PT.BUM tak sebanding dengan dana yang sudah saya keluarkan untuk menanam karet. Biaya pembersihan lahan saja Rp 500 ribu per hektar, tidak termasuk biaya pembelian bibit, penanaman dan perwatan. Bisa menghabiskan Rp 3 juta rupiah untuk setiap hektarnya.”  (Sulya,  warga desa Mirah Kalanaman, kecamatan Katingan Tengah, kabupaten Katingan)

Read More...

Anak Putus Sekolah di Lokasi Pertambangan

Nama gadis kecil ini Ana Maria.  Sejak putus sekolah  kelas 4 SD, anak 12 tahun ini memiliki aktifitas baru di lokasi pertambangan rakyat Atambua Barat kabupaten Belu- Nusatengara Timur (NTT)

Ayahnya meninggal saat konflik Timor Timur pasca jajak pendapat tahun 1999, sementara Ibunya sejak 2009 menjadi tenaga kerja ke Malaysia.

Ana hidup bersama saudara ibunya yang juga bekerja mengali batu mangan.

Lubang yang menyupai sebuah sumur kecil ini adalah hasil kerjanya dalam sebulan. Setiap hari dari pukul 09.00 pagi hingga pukul 17.00 petang Ana mengais tanah mencari batu batu mangan. sehari Ia berhasil mengumpulkan 3 hingga 4 kilogram batu mangan yang saat itu seharga Rp. 1.200/kg.

Di lokasi yang sama Ana tidak sendiri, masih ada Anis (9 tahun) dan Anus ( 10 tahun) kakak beradik, Meri (11 tahun)  yang juga putus sekolah dan Fransiska (9 tahun) yang sama sekali belum tidak pernah sekolah. Saat anak lain bersekolah dan bermain mereka malah berada di lokasi pertambangan dan bekerja keras mencari uang. Pemerintah setempat tak pernah "menyapa" anak anak ini untuk kembali ke bangku sekolah.

Foto : @Chelluz.ecosocrights.2011
Lokasi: kecamatan Atambua Barat-Kab. Belu, NTT


Terkait :
Buruh murah tanpa jaminan keselamatan & kesehatan kerja
Anak Putus Sekolah Jadi Penggali Batu Mangan

Read More...

06 February 2014

Buruh murah tanpa jaminan keselamatan & kesehatan kerja

Buruh-buruh perempuan yang tampak pada foto di samping ini sama sekali tidak mendapat fasilitas keselamatan kerja dan kesehatan kerja dari perusahaan tambang yang mempekerjakan mereka. Meskipun perusahaan ini sudah tidak beroperasi lagi, fakta pelanggaran hak-hak buruh ini penting kita catat.

Lihatlah foto ini, karena tak ada tempat berteduh yang selayaknya disediakan oleh perusahaan, para buruh ini bernaung persis di samping ekskavator tambang. Air untuk cuci tangan pun tak tersedia sama sekali sehingga mereka makan makanan bawaan sendiri dengan jari-jari tangan yang masih kotor dengan bahan dasar tambang mangan beracun.

Perusahaan semestinya menyediakan jaminan makan untuk para buruh yang bekerja untuk perusahaan itu sendiri. Tetapi perusahaan mengabaikan pentingnya jaminan makan untuk para buruh.

Foto diambil pada 2009 oleh @ecosocrights di kawasan tambang mangan PT Sumber Jasa Asia di kampung Torongbesi, kecamatan Reok, kabupaten Manggarai, Nusatenggara Timur.

Sudah lumayan banyak terdapat links di internet terkait dengan kasus pelanggaran hak-hak dasar manusia yang dilakukan oleh PT SJA ini, di antaranya sbb.:


  1. PERNYATAAN SIKAP JATAM NTT
  2. Para Tokoh Agama NTT Peduli Pada EKOSOB
  3. Kampanye internasional dari Intercontinental Cry Magazine untuk menyelesaikan masalah pelanggaran PT SJA: INDONESIA: HALT MINING THAT THREATENS INDIGENOUS PEOPLES
  4. Karena kasus ini sampai sekarang tidak selesai juga, maka ada desakan dari pihak keuskupan setempat: Terkait Tambang Torang Besi, JPIC Keuskupan Ruteng: Pemkab Manggarai Tidak Bertanggung Jawab

Read More...