05 May 2011

Lamunan dan Mimpi Buruk

Sri Palupi

Tanggal 1 Mei diperingati secara internasional sebagai Hari Buruh. Hari itu menandai perjuangan buruh keluar dari sistem eksploitatif: jam kerja panjang, upah minim, dan kondisi kerja buruk. Meskipun berlangsung puluhan tahun, perjuangan kaum buruh belum mampu mengantar mereka sampai ke depan pintu gerbang kesejahteraan. Jangankan sejahtera, tetap bisa bekerja saja sudah berkah bagi buruh.

Visi tanpa eksekusi adalah lamunan dan eksekusi tanpa visi adalah mimpi buruk. Begitulah di sini. Meski visi pemerintah menyejahterakan rakyat, aturan dan kebijakan prorakyat condong jadi onggokan dokumen di laci birokrasi. Yang dijalankan justru aturan dan kebijakan yang tak punya visi menyejahterakan. Disadari atau tidak, negeri ini dikendalikan politisi yang mengelola republik ini dengan lamunan dan mimpi buruk.

Inflasi lamunan

Entah berapa banyak janji pemerintah mewujudkan visi pemerintahannya. Di sektor perburuhan, kita tengah mengalami inflasi aturan perundang-undangan. Kini terdapat lebih dari 30 aturan perundang-undangan yang terkait langsung atau tak langsung dengan perlindungan buruh. Sementara defisit komitmen menjadikan aturan perundang-undangan yang substansial berpihak pada kepentingan buruh hanya tumpukan dokumen. Ratifikasi berbagai instrumen hak asasi yang ditujukan bagi perlindungan hak buruh, misalnya, berhenti sebatas ratifikasi.

Salah satu aturan perundang-undangan yang terus ditagih pelaksanaannya oleh buruh adalah UU No 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. UU ini seharusnya dilaksanakan paling lambat lima tahun sejak diundangkan. Pemerintah belum menunjukkan itikad baik menjalankannya. Alasannya, pemerintah telah membuat Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk warga miskin.

Read More...