Hadirnya dana desa tidak hanya membangkitkan
semangat membangun bagi masyarakat desa, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran.
Setelah terungkapnya kasus korupsi dana desa di Pamekasan dan di beberapa
tempat lain yang melibatkan kepala desa, kekhawatiran itu meningkat menjadi kepanikan.
Ini terbaca jelas dari langkah yang diambil pemerintah dalam mengawasi dana
desa yang terkesan berlebihan. Betapa tidak. Pengawasan dana desa sudah dilakukan
oleh banyak lembaga. Mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), satgas dana desa, inspektorat propinsi/kabupaten/kecamatan,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kejaksaan di daerah-daerah pun turut mengawasi
dana desa. Bahkan Babinsa pun digandeng untuk turut mengawasi dana desa. Belum
lagi pengawasan oleh lembaga-lembaga di luar pemerintah. Tak cukup dengan itu,
pada 20 Oktober lalu ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara
Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri dan POLRI. Perjanjian kerjasama
tersebut mengatur soal pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana
desa. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam pengawasan dana desa ini mulai dikeluhkan pihak desa. Keluhan itu bukanlah
tanpa alasan. Sebab sudah ada desa-desa yang mulai didatangi orang-orang yang mengaku dari lembaga-lembaga pengawas dana desa, seperti inspektorat, BPK, KPK, dan ada juga yang didatangi orang-orang yang mengaku wartawan dan LSM. Mereka semua datang dengan dalih pengawasan dana desa, yang ujung-ujungnya merepotkan pihak desa. Juga sudah ada desa-desa yang didatangi orang-orang berseragam polisi dengan dalih yang sama. Sementara masih banyak desa yang tidak tahu persis mana saja lembaga yang secara resmi ditetapkan sebagai pengawas dana desa dan bagaimana mekanisme pengawasan itu dilakukan.
Partisipasi
Warga Terabaikan
Satu hal yang diabaikan pemerintah dalam
perkara pengawasan dana desa adalah peran warga dan masyarakat desa. Padahal wargalah
yang paling berkepentingan terhadap dana desa dan karenanya partisipasi warga
adalah hal utama dalam pengawasan dana desa. Sayangnya minim program
sosialisasi dan pembinaan yang ditujukan untuk peningkatan partisipasi warga. Pada
kenyataannya pengawasan dana desa pertama-tama adalah di tangan warga. Untuk
perkara ini pengalaman masyarakat Desa Penago Baru, Kecamatan Ilir Talo,
Kabupaten Seluma, Bengkulu, dalam mengawasi pengelolaan dana desa dan
pembangunan di desanya bisa dijadikan pelajaran. Bagaimana mereka melakukannya?
Semuanya berawal dari kekecewaan warga
atas kinerja pemerintah dan BPD dalam pengelolaan dana desa. Sebagaimana warga di desa-desa
lainnya, warga desa Penago Baru banyak berharap pada dana desa. Sayang, harapan
itu cepat sekali berubah jadi kekecewaan. Warga menghadapi kenyataan, dana desa
dikelola secara tidak transparan, warga tak dilibatkan dalam seluruh proses
pembangunan dan masyarakat miskin belum tersentuh oleh keberadaan dana desa. Kekecewaan
berkembang menjadi kecurigaan.
Merespon kecurigaan yang berkembang di
kalangan warga, Bapak Zainul Arifin, seorang tokoh masyarakat setempat, berinisiatif
untuk mendapatkan kejelasan terkait pengelolaan dana desa dan pelaksanaan
pembangunan di desanya. Ia ingin bicara baik-baik dengan pemerintah desa. Secara
pribadi ia dekati kepala desa dan menanyakan perihal program pemerintah desa
dan pelaksanaannya. Atas pertanyaannya itu kepala desa menjawab, “Itu bukan
urusan sampeyan.” Tak berkecil hati atas jawaban itu, pak Zain mendatangi BPD
dan menyampaikan pertanyaan yang sama. Pihak BPD pun memberikan jawaban yang
sama. Urusan program dan pelaksanaannya bukanlah urusan pak Zain.
Tak berhasil dengan pendekatan
pribadi, pak Zain tidak patah semangat. Ia justru merasa terpanggil untuk
melakukan sesuatu demi desanya. Jawaban yang ia terima dari kepala desa dan BPD
justru menggerakannya untuk mendapatkan undang-undang desa dan mempelajarinya. Ia
ingin tahu apakah undang-undang desa mengatur hak masyarakat. Ia baca
pasal-pasal undang-undang desa itu dan membandingkannya dengan apa yang terjadi
di desanya. Dari situlah ia menemukan, dalam undang-undang desa ada pasal yang
menyatakan bahwa masyarakat berhak mengetahui informasi, mendapatkan informasi
dan mengawasi pembangunan desa. Ia juga mendapati, pemerintah desa tidak
menjalankan ketentuan yang diatur dalam undang-undang desa. Salah satunya menyangkut
perangkat desa. Perangkat desa yang bekerja di desanya tidak memenuhi ketentuan
dalam undang-undang desa yang mensyaratkan pendidikan minimal SMA atau
sederajat. Sementara perangkat di desanya semua berpendidikan SMP dan bahkan
ada yang tidak memiliki ijasah. Selain itu, ketentuan tentang pembangunan dan musyawarah
desa juga tidak dijalankan. Proyek-proyek pembangunan tak ada yang
dimusyawarahkan dengan warga. Akibatnya, ada jalan, jembatan/gorong-gorong yang
dibangun tanpa ada manfaatnya. Ada proyek yang dijalankan dengan mengurangi
volume dan ada juga proyek-proyek fiktif yang direncanakan namun tak ada
realisasinya. Atas semua temuan itu, pak Zain mencoba mengajak BPD untuk
mempelajari baik-baik undang-undang desa dan menegakkannya. Namun ajakan ini
tidak mendapatkan respon dari BPD.
|
Surat warga kepada kepala desa |
Perjuangan
Warga Mengawal Dana Desa
Ketika berjalan sendirian tak membawa
hasil, Pak Zain mulai melibatkan warga. Ia mengajak masyarakat untuk berembug
dan membicarakan masalah yang dihadapi desanya. Ia bicara dengan para tokoh
masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan yang ada di desanya. Ia sampaikan
juga tentang berbagai ketentuan yang ada pada undang-undang desa, termasuk hak-hak
warga. Langkah pak Zain untuk mendorong perubahan di desanya mendapatkan
dukungan dari mayoritas warga. Bukan hanya warga dan tokoh masyarakat, ada juga
perangkat desa yang memilih untuk mendukung perjuangan pak Zain. Setelah
berunding bersama, warga bersepakat mengajak pemerintah desa dan BPD untuk
duduk bersama masyarakat.
Dukungan warga terhadap inisiatif pak
Zain ini bisa dimengerti mengingat warga sendiri sudah banyak dikecewakan oleh keputusan
pemerintah desa yang merugikan masyarakat. Salah satunya adalah pungutan liar.
Warga yang mengurus SKT, KTP, KK, dan akte kelahiran diminta membayar hingga Rp
200 ribu. Warga juga kecewa dengan ketidakadilan yang diciptakan kepala desa
dengan keputusannya terkait pelaksanaan Program Nasional Agraria (PRONA) atau
program sertifikasi gratis. Pak Zain menemukan, Desa Penago Baru mendapatkan
jatah sekitar 300-an persil dalam program Prona untuk tahun 2015-2016. Namun anehnya
warga kurang mampu yang tanahnya belum bersertifikat justru tidak mendapatkan
akses atas program Prona tersebut. Dari jatah 300 persil tersebut, 110 persil
di antaranya dikuasai sendiri oleh kepala desa dan sisanya diberikan pada warga
yang mampu dan warga dari luar desa yang bersedia membayar Rp 500 ribu. Padahal
warga tidak mampu yang tanahnya belum bersertifikat masih banyak.
Atas perkara program Prona tersebut, Pak
Zain sudah mengecek ke BPN terkait biaya yang harus dibayar warga untuk program
Prona. Pihak BPN menyatakan, biayanya tak lebih dari Rp 100 ribu dan kalau
warga ditarik lebih dari itu maka itu tidak benar. Warga sendiri tak keberatan
membayar Rp 500 ribu karena mereka tahu biaya sertifikasi mencapai jutaan
rupiah. Namun yang disesalkan warga adalah kepala desa menguasai perolehan
sertifikat, orang luar desa diberi akses sementara warga tidak mampu yang
lahannya belum bersertifikat justru tidak mendapatkan akses.
Berbagai upaya dilakukan masyarakat
desa Penago Baru untuk mendorong pemerintah desa melakukan perbaikan,
memperbaiki kepercayaan masyarakat pada pemerintah desa dan melaksanakan
pembangunan yang memberikan kepuasan pada masyarakat. Mulai dari pendekatan
pribadi, pendekatan ke pihak kecamatan, konsultasi publik masyarakat dengan
pemerintah desa, laporan ke dinas dan pemerintah tingkat kabupaten, laporan ke
inspektorat, laporan ke DPRD, Ombudsman, ke satgas dana desa dan KPK, hingga laporan
ke kejari dan saber pungli polda. Namun semua langkah dan pendekatan itu tidak
membawa hasil. Tak ada satu pun yang ambil tindakan untuk merespon laporan
mereka. Pemerintah desa dan BPD tak satu pun yang datang memenuhi undangan
warga untuk duduk bersama. Beberapa kali warga mendatangi pihak Kejari, respon
pihak Kejari tak memuaskan. Satu kali Kejari menyatakan belum bisa memproses
laporan mereka karena ada 120 laporan serupa di kabupaten Seluma. Kali lain
pihak Kejari menjawab dengan menyatakan, mereka masih akan berkoordinasi dengan
pihak kabupaten. Kali lainnya lagi mereka menyatakan, penyelewengan dana desa
yang terjadi tahun 2015 belum bisa diproses karena masih dianggap tahap
pembelajaran. Pada kenyataannya, di tahun 2016 dan 2017 tak ada perubahan yang
terjadi dalam pengelolaan dana desa. Penyelewengan terus terjadi. Laporan ke
pihak polda dijanjikan akan adanya OTT namun janji tersebut tak dipenuhi dengan
alasan rencana OTT sudah bocor ke media. Laporan ke kabupaten dan inspektorat
tak mendapatkan tanggapan. Laporan secara hukum terkendala oleh tiadanya SPJ
dan RAB sebagai barang bukti. Ketika mereka meminta SPJ/RAB ke dinas terkait di
kabupaten, pihak dinas menjawab, “Nggak ada hak kamu untuk mendapatkan itu.”
Permohonan mereka atas dokumen SPJ/RAB ke pihak inspektorat dijawab dengan
pernyataan bahwa dokumen yang mereka minta adalah dokumen rahasia yang tidak
bisa diberikan pada mereka, bahkan pada BPD sekalipun.
Meski terhalang oleh barang bukti yang
sulit mereka dapatkan, namun masyarakat Desa Penago Baru tak putus asa. Mereka
kembali mendatangi kabupaten dan juga ke kapolres. Laporan mereka kali ini
membawa hasil. Malam itu juga kapolres melakukan OTT terhadap kepala desa. Ia
ditangkap dengan transaksi sebesar Rp 500 ribu bersama sertifikat. Pada
akhirnya kepala desa divonis penjara selama 1 tahun 4 bulan.
Resiko
Perjuangan
Perjuangan masyarakat Desa Penago Baru
untuk mewujudkan perubahan di desanya bukanlah tanpa resiko. Mereka mendapatkan
intimidasi dalam berbagai bentuk. Ada yang dicopot dari jabatan sebagai kepala
dusun, ada juga yang dicopot dari pengurus masjid. Ada yang hendak dicelakai
dengan ditabrak mobil, ada yang sumurnya dimasuki popok bayi bekas pakai, ada
yang kebun sawitnya dirusak dengan ditebangi pohon-pohon sawitnya dan ada juga
yang sapinya diracun hingga mati. Selain itu, warga yang dinilai kontra dengan
pemerintah desa tidak mendapatkan pelayanan. Ada warga miskin yang meminta
surat keterangan miskin tak dilayani, ada warga yang meminta surat keterangan
untuk keperluan mendapatkan keringanan biaya kuliah juga tak dilayani. Bahkan warga
yang punya hajat pernikahan dilarang mengundang mereka yang ditengarai sebagai “musuh”
pemerintah desa. Tak ada ikhtikad baik dari kepala desa untuk melakukan
perbaikan. Yang terjadi justru sebaliknya, kepala desa melakukan berbagai upaya
untuk mengintimidasi dan memecah belah masyarakat.
Resiko yang paling berat dirasakan
warga adalah tertahannya 40 persen dana desa, yang sampai sekarang belum cair. Padahal
masyarakat miskin sampai sekarang belum tersentuh dana desa. Penahanan ini
jelas merugikan masyarakat. Dengan penahanan dana desa ini, masyarakat yang tak
bersalah dan jadi korban kejahatan justru ikut dihukum.
Harapan
Warga pada Pemerintah
Masyarakat Desa Penago Baru sudah
melaksanakan kewajibannya sebagai warga untuk turut berpartisipasi dalam mengawal
dan mengawasi dana desa. Mereka berharap, masyarakat tidak dihukum atas
pelanggaran yang dilakukan kepala desa karena masyarakatlah korbannya dan bukan
pelaku pelanggaran. Dengan dihambatnya pencairan dana desa, masyarakat merasa
sudah dihukum atas kesalahan yang tidak mereka lakukan. Untuk itu, masyarakat
Desa Penago Baru menyampaikan beberapa harapan berikut pada pemerintah pusat,
pemerintah kabupaten dan pihak-pihak terkait lainnya.
Pertama,
pihak Kementerian Desa/satgas dana desa segera
melakukan audit atas pelaksanaan dana desa. Jangan biarkan Desa Penago Baru
menghadapi ketidakpastian berlarut-larut yang merugikan masyarakat. Dalam
melaksanakan audit tersebut, masyarakat berharap pihak kementerian tidak hanya
bertanya pada perangkat desa dan BPD saja tetapi juga melihat bukti fisik di
lapangan dan bertanya pada kelompok-kelompok masyarakat yang disebut-sebut
dalam proyek pembangunan desa.
Kedua,
pihak Kementerian Desa dan dinas terkait di
kabupaten melakukan pembenahan secara cepat agar pembangunan desa tidak
terhambat. Jangan korbankan masyarakat karena ulah satu orang. Di desa masih
banyak orang yang berikhtikad baik, mau membangun desanya, rela melakukan apa
saja demi kemajuan desanya – termasuk menegakkan keadilan. Jangan mereka semua dihukum dan jangan semua
warga dijadikan korban atas kesalahan satu orang.
Ketiga,
pihak Kabupaten Seluma segera mengangkat PJS
kepala desa sesuai ketentuan undang-undang desa dan melakukan pendampingan agar
pembangunan berjalan lancar dan warga miskin di desa dapat segera mendapatkan
hak-haknya.
Keempat,
pihak Kementerian Desa melakukan pembenahan
menyeluruh dan memperbaiki sistem pendampingan agar tidak banyak korban jatuh
di desa-desa. Warga melihat, persoalan seperti ini tidak hanya terjadi di Desa
Penago Baru. Hanya saja, tidak ada keberanian warga untuk bicara. Akar
persoalannya, menurut mereka, tidak hanya ada di desa, tetapi terutama ada di
tingkat kabupaten. Karenanya pembenahan dan pendampingan juga diperlukan di
tingkat kabupaten, bukan hanya di desa. Sebab terbukti, pihak-pihak di tingkat
kabupaten pun tidak sepenuhnya memahami undang-undang desa dan melaksanakan
ketentuan dalam undang-undang desa.
Keempat,
pihak Kabupaten Seluma segera mendata dan menyelamatkan
aset desa yang sampai sekarang belum diurus. Warga melihat ada mobil dinas yang
diperlakukan sebagai milik pribadi dan kini dibiarkan terbengkelai di rumah
kepala desa, motor dinas yang dipreteli dan digunakan anak kepala desa sebagai
barang pribadi, laptop dan ATK yang tidak jelas keberadaannya, dan lainnya.
Akhir kata, masyarakat Desa Penago
Baru telah memberikan pelajaran berharga bagi para pihak yang bergiat melaksanakan undang-undang desa. Semoga harapan mereka pada pemerintah benar-benar diperhatikan dan ditindaklanjuti. Semoga apa yang mereka perjuangkan tidak sia-sia dan mencapai tujuannya, yaitu terwujudnya Desa Penago Baru yang benar-benar memperbarui diri menuju desa mandiri yang warganya sejahtera dan berdaya. ***
|
Surat warga pada Bupati Seluma |
|
Lanjutan surat warga pada Bupati Seluma |
|
Lanjutan surat warga pada bupati |
|
Laporan warga pada Kejari |
|
Lampiran laporan warga pada Kejari |
|
Lampiran 2 laporan warga pada Kejari |
|
Lanjutan surat warga pada Bupati Seluma
|
Read More...
Summary only...
Untuk Hari Ini
Babu Negara
Olkes Dadilado
Education21
Rairo
Geworfenheit
Kodrat Bergerak
Chi Yin
aha!
John's blog
ambar
andreas harsono
bibip
Space & (Indonesian) Society
dreamy gamer
sundayz
wadehel
rudy rushady
Timor Merdeka
G M
Karena Setiap Kata adalah Doa
Sarapan Ekonomi
wisat
Adhi-RACA