12 November 2012

Astaga, TKW di Malaysia Kembali Diperkosa

Kisah derita Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Malaysia sepertinya tidak akan pernah berhenti. Masih belum lepas dari ingatan kita saat Ceriyati, TKW asal Brebes, Jawa Tengah yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kuala Lumpur, nekad turun melalui jendela lantai 15 apartemen, tempatnya bekerja dengan menggunakan potongan-potongan baju yang disimpul menjadi tali akibat tidak tahan menerima perlakuan kasar dan siksaan majikannya.

Saat itu tubuh Ceriyati yang amat kurus, penuh luka dan memar termasuk di wajahnya akibat ulah majikannya. Ceriyati jelas bukan satu-satunya. Sebut saja Sebet, bukan nama sebenarnya, TKW asal Jawa Timur yang harus melahirkan bayi hasil tindak perkosaan seorang sopir taksi sesaat setelah ia kabur dari rumah majikannya akibat tak tahan atas perilaku sang majikan.

Nasib serupa juga dialami Tukiyem, TKW asal NTB yang kini tengah hamil 7 bulan. Kehamilannya kini juga akibat diperkosa seorang oknum Rela atau petugas yang merazia para TKW yang sebelumnya berdalih untuk menolong.


Kisah tragis TKI tak berhenti disitu, kurang dari sebulan terakhir  berita  tentang TKI di Malaysia kembali menghangat mulai dari informasi ancaman hukuman pancung bagi dua orang TKI asal Kalimantan terkait tuduhan pembunuhan, selebaran iklan TKI on Sale hingga kasus pemerkosaan seorang TKW oleh 3 oknum Polisi Diraja Malaysia.

Malaysia, memang menjadi surga sekaligus neraka bagi pekerja asal Indonesia selama bertahun-tahun. Dikatakan surga, karena banyak lowongan kerja tersedia di negeri tetangga itu mulai dari perkebunan sawit, penata laksana rumah tangga, hingga teknisi elektronik.

Kasus pemerkosaan TKW berusia 25 tahun oleh tiga orang personel Polis Diraja Malaysia. Diperkosa di kantor polisi Bukit Mertajam, Pulau Penang, pada pukul 06.00, tanggal 9 November 2012 bukanlah yang pertama menimpa TKW Indonesia. Berdasarkan data BNP2TKI, pada 2011 saja terdapat 2.209 pelecehan/kekerasan seksual, dan 535 orang pekerja migran perempuan Indonesia yang kembali ke tanah air dalam keadaan hamil.

Sementara data Satgas Pelayanan dan Perlindungan TKI KBRI di Malaysia, menunjukan kasus kekerasan seksual yang menimpa TKW di Malaysia mencapai 5 persen atau 50 orang tiap tahunnya dari total jumlah TKW Indonesia yang mencapai 2 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 10 orang  tiap tahunnya melahirkan bayi hasil perkosaan.

Tingginya jumlah kasus kekerasan seksual, termasuk perkosaan, yang dialami oleh pekerja migran Indonesia di berbagai negara tujuan kerja, belum diimbangi dengan ketersediaan layanan yang sesuai standar pemenuhan hak-hak dasar korban.

Nasib tragis yang dialami oleh TKI sejak lama terjadi, mulai dari kekerasan seksual, hukuman mati, dan perdagangan organ tubuh. Jauhnya jarak dan  minimnya pemberitaan yang mengungkap kasus-kasus yang menimpa TKI membuat sebagian dari kita luput mengetahuinya.

Kondisi itu bertambah memprihatinkan ketika peran pemerintah pun kurang, terutama dalam hal memberikan perlindung­an dan pembelaan hukum. Pemerintah seringkali terlambat me­­respons peristiwa tentang TKI dan hanya sebatas menyatakan pendapat atau protes keras tanpa disertai dengan tindak cepat menyelesaikan permasalahan.

Pemerintah memang menetapkan status moratorium atau penutupan sementara penempatan TKI ke Malaysia. Saat ini, dari 15 negara penempatan, terdapat lima negara yang cukup besar jumlah TKI bermasalah dan Malaysia me­­nem­­pati posisi tertinggi kedua.

Jika dilihat kuantitas, selama Januari-Mei, dari sedikitnya 1.410 orang TKI bermasalah di beberapa negara. Posisi teratas di Arab Saudi 776 orang TKI bermasalah, disusul Malaysia 252 orang, Suriah 196 orang, Yordania 84 orang, dan Uni Emirat Arab 70 orang, sisanya di beberapa negara lainnya.

Data Crisis Center BNP2TKI  sejak Juni 2011 lalu menerima 9.384 aduan dari TKI, keluarganya, maupun pihak lain. Aduan masuk lewat telepon, surat elektronik, surat, faksimili, maupun tatap muka secara langsung. Namun dari jumlah itu, baru 4.371 kasus yang terselesaikan.  

Pengaduan terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Barat (3755 aduan kasus), Nusa Tenggara Barat (849), Banten (445), Jawa Tengah (587), dan Jawa Timur (366).  * Chelluz Pahun

No comments:

Post a Comment