09 September 2006

Kerja

Sri Maryanti

Apa yang hebat dari dokumen Laborem Exercens? Dan mengapa justru orang-orang yang semestinya memahaminya malah tidak tahu menahu? Bagiku dalam teks itu bertebaran banyak ‘ranjau’ yang sering membuatku bergidik. Telak benar teks itu menggores kesadaranku. Beda sekali dengan pemahaman kerja dalam benak orang sekarang yang bahkan mempertukang dirinya sendiri. Mereka tak tahu lagi untuk apa bekerja kecuali untuk bertahan hidup. Atau sebaliknya, bekerja mati-matian karena rakus.

Ini adalah keterpesonaan seorang yang bukan katolik pada satu dokumen yang dikeluarkan gereja. Laborem Exercens (baca: Dengan Bekerja) ditulis Paus Yohanes Paulus II tahun 1981. Anehnya, banyak orang katolik tidak paham bahkan tidak tahu isi dokumen ini. Bahkan mungkin pastor-pastor juga belum tentu memahaminya. Sungguh sayang. Dan tentu banyak juga orang menjadi sinis memandang dokumen ini dengan argumen bahwa Laborem Exercens tak memberi solusi yang cukup kongkrit terhadap masalah kehidupan manusia terkini.

Aku kagum benar oleh kalimat-kalimat dalam dokumen tersebut yang menaruh penghargaan tinggi pada kerja manusia. Bisa dibayangkan saat para penulisnya mengungkapkannya. Mereka berada dalam tingkat kejujuran yang tinggi sehingga apa yang mereka torehkan adalah buah-buah jiwa yang utuh.

Berikut saya kutip beberapa kalimat yang sebenarnya ada dalam bab yang berbeda-beda, namun aku tergerak untuk merangkainya menjadi satu paragraf.

Dari kerja, manusia memperoleh martabatnya yang istimewa. Penaklukan bumi (dalam arti luas) hanya bisa dilakukan melalui kerja. Bekerja memampukan manusia mencapai kedaulatannya dalam dunia yang kelihatan sebagaimana layaknya baginya. Kerja akan lebih memanusiawikan pelakunya. Kerja adalah kunci persoalan sosial.

Kalimat-kalimat di atas mengingatkanku pada ajaran Islam mengenai fungsi manusia sebagai ‘khalifahtullah fil ardz’. Manusia wakil Tuhan di muka bumi. Berarti manusia mengemban satu tugas untuk memelihara alam semesta ini. Keharmonisan alam semesta hanya bisa dijaga dengan kerja. Kerja menjadi sesuatu yang utama. Mungkin hal ini menjadi sejajar dengan apa yang disampaikan Laborem Exercens.

Kendatipun kerja merupakan sesuatu yang mulia, namun kenyataannya para pelaku kerja justru mengalami berbagai penderitaan dalam menjalani kerja. Hal ini diakibatkan oleh pandangan umum masyarakat yang keliru dalam memaknai kerja. Kerja lebih dipandang sebagai barang dagangan. Buktinya manusia diperdagangkan, bahkan pekerja-pekerja rumah tangga dipajang di toko-toko dan internet.

Tentu banyak lagi yang diungkap oleh dokumen ini terutama dalam menanggapi persoalan modern berupa kesenjangan dan penghisapan satu kelompok manusia terhadap kelompok yang lain. Dan harus tetap diakui bahwa dokumen ini tak seperti teori-teori sosial lainya yang menawarkan rumusan konkrit untuk mengatasi persoalan sosial yang kompleks ini. Namun dokumen ini memantulkan spirit kuat yang selalu mengingatkanku pada hakikat diriku.

Sebab bila manusia bekerja, ia bukan hanya mengubah hal-hal tertentu dan masyarakat, melainkan menyempurnakan dirinya sendiri pula. Manusia menjadi bernilai karena kenyataan dirinya sendiri daripada apa yang dimilikinya.

Banyak orang takut jadi kristen-katolik karena katanya banyak terjadi usaha kristenisasi atau barangkali ‘katolikisasi’. Jangan takut menjadi katolik gara-gara membaca dokumen ini. Sampai sekarang aku tak pernah menjadi katolik. Bahkan sebaliknya, terpancing untuk terus mencari tahu hal serupa di agama-agama lain. Sangat mungkin sekali suatu saat aku bisa mengerti tentang fiqh mengenai kerja.**

No comments:

Post a Comment