18 July 2007

Gerakan Petani Manggarai untuk Membela Kehidupan

Sri Palupi

Gerakan Petani Manggarai untuk Membela Kehidupan (1)

Gerakan Petani Manggarai untuk Membela Kehidupan (2)

Caption 1: Kelompok petani ”Tunas Muda” menyiapkan lahan untuk menanam sayur (photos credit: PJIC-Indonesia)

Dalam perjalanan dari Labuan Bajo (kabupaten Manggarai Barat) ke Ruteng (kabupaten Manggarai), Provinsi Nusa Tenggara Timur, saya membaca satu iklan besar terpampang di pinggir jalan. Isinya menawarkan pestisida ROUND UP produk perusahaan Monsanto. Tak disangka, produk perusahaan pertanian transgenik itu telah merambah hingga ke desa-desa terpencil di ujung barat pulau Flores. Monsanto sendiri adalah perusahaan transnasional di bidang agribisnis yang selama ini dikenal menawarkan ‘kehidupan’ namun dengan cara-cara yang menghancurkan sumber penyangga kehidupan umat manusia lewat mutasi faktor penentu keturunan dan pupuk serta pestisida kimianya. Ketika para elit politik-ekonomi, akademisi dan pakar pertanian turut melancarkan usaha Monsanto dalam mengintervensi kehidupan petani dan ekologi pertanian di negeri ini, penolakan justru datang dari para petani sederhana dari berbagai pelosok desa. Salah satunya adalah petani di daerah Pagal, kecamatan Cibal, kabupaten Manggarai, NTT.

Di daerah tersebut terdapat sedikitnya lima paguyuban petani, perempuan dan pemuda tani yang meninggalkan sistem bertani kimiawi dan beralih ke pertanian organik selaras alam. Gerakan ini dimulai pada tahun 1999, ketika sekelompok rohaniwan lokal mulai mempraktekkan sistem pertanian organik di lahan dan pekarangan tempat mereka tinggal dan berkarya di tengah masyarakat petani. Tindakan ini dilandasi oleh keprihatinan akan semakin hilangnya kekayaan hayati, rusaknya hutan dan ekosistem akibat pendekatan pembangunan yang eksploitatif terhadap lingkungan, yang mementingkan kepentingan sesaat dan abai akan akibat jangka panjang terhadap sumber-sumber kehidupan. Bencana yang terus melanda NTT dari tahun ke tahun dalam bentuk banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kelaparan adalah gejala kerusakan sumber kehidupan yang melatarbelakangi lahirnya gerakan pertanian organik di kabupaten Manggarai, khususnya di daerah Pagal.

Caption 2: Pelatihan pengolahan tanaman obat

Hasil dari tindakan para rohaniwan yang berawal dari lahan sendiri ini ternyata menarik minat para petani untuk belajar. Terjadilah dialog antara para petani dengan rohaniwan tentang sistem belajar bersama. Dibuatlah kemudian sekolah kehidupan alternatif, tempat semua orang dapat belajar, mengembangkan kreativitas, kemandirian, tanggung jawab dalam suasana persaudaraan dan kesederhanaan. Berbagai pelatihan dijalankan dalam sistem kelompok, di antaranya:
1) pelatihan pertanian organik, yang terdiri dari pembuatan pupuk organik, persiapan lahan, pemberdayaan pekarangan, penanaman sayur-sayuran, tanaman obat (toga) dan tanaman lain, pembibitan dan budidaya padi secara organik dan intensif;
2) pelatihan konservasi yang dilanjutkan dengan praktek penanaman pohon-pohon di daerah mata air, hutan dan lahan kritis, disertai dengan pembibitan kayu lokal;
3) pelatihan dan guliran ternak;
4) pendidikan pertanian organik di sekolah-sekolah, melalui pembuatan modul pertanian organik untuk sekolah, pelatihan guru (SMA, SMP dan SD), kunjungan dampingan ke sekolah pengembang pertanian organik dan lokakarya ekologis untuk siswa;
5) pemberdayaan perempuan dan anak dalam bentuk pelatihan gizi, pelatihan pendayagunaan tanaman obat dan pelatihan pasca panen; dan
6) pembuatan lahan contoh, baik lahan kering, lahan basah, lahan pekarangan maupun hutan keluarga. Dengan cara ini kearifan lokal yang telah lama pudar mulai dihidupkan kembali.


Caption 3: Lahan pekarangan milik rohaniwan di Pagal, Manggarai











Caption 3 dan 4: Lahan pekarangan milik petani di Cancar, Manggarai. Seluruh anggota keluarga bekerjasama membuat pupuk organik














Pembaharuan yang dilakukan para rohaniwan ini tidak hanya berlangsung dalam kehidupan para petani, tetapi juga dalam kehidupan beragama. Kehidupan beragama tidak lagi dijalankan hanya sekedar ritual di seputar altar yang terpisah sama sekali dari keprihatinan dan pergulatan hidup para petani miskin. Semangat ekopastoral menjiwai praktek hidup dan pelayanan para rohaniwan di tengah umat yang mayoritas petani. Para rohaniwan itu terlibat langsung dalam mencari alternatif-alternatif kehidupan bagi para petani yang tinggal di tengah lingkungan yang rusak dan rawan bencana ini. Sebagian dana yang terkumpul dalam kegiatan ibadah pun digunakan untuk menjalankan pelayanan ekopastoral ini.

Caption 5 & 6: Pendampingan Sekolah

Gerakan yang bertolak dari keprihatinan terhadap hidup para petani miskin di lingkungan yang rusak dan rawan bencana ini sedikit demi sedikit membuahkan hasil. Selain meluasnya praktek pertanian organik selaras alam di kalangan petani, dijalankannya konservasi di daerah mata air-hutan-lahan kritis, pertanian organik juga telah dijadikan sebagai muatan lokal di beberapa sekolah SMP dan SMA di daerah Manggarai. Setidaknya 11 sekolah SMP dan SMA yang tersebar di lima kecamatan di kabupaten Manggarai telah menjadikan pertanian organik sebagai muatan lokal. Di saat sekolah-sekolah lain memilih bahasa Inggris dan komputer sebagai muatan lokal, sekolah-sekolah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan kelompok petani organik condong untuk memilih pertanian organik sebagai muatan lokal. Kini semakin banyak anak-anak muda dari tingkat SD sampai SMA telah mengenal dan mengalami langsung keunggulan pertanian organik, memahami persoalan ekologi yang ada di sekitar mereka dan menghargai profesi petani sebagai profesi yang tidak lagi dipandang sebelah mata.

2 comments:

Anonymous said...

AndyDoanx : boleh minta dibandingkan dengan gerakan yang terjadi di luar negeri sebagai pembanding... apakah gerakan yg terjadi pada petani di dalam negeri memiliki persamaan permasalahan yang menyebabkan munculnya gerakan petani tersebut,....

terima kasih....

email : andydoanx2525@dewa19.com

SULTAN DARAMPA said...

mantap sekali, seandaianya pengorganisasian petani sudah seperti ini di seluruh indonesia,...(sultan / sulawesi channel)

Post a Comment