07 December 2017

Pengawasan Efektif Dana Desa Ada di Tangan Warga: Belajar dari Perjuangan Masyarakat Desa Penago Baru

Hadirnya dana desa tidak hanya membangkitkan semangat membangun bagi masyarakat desa, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran. Setelah terungkapnya kasus korupsi dana desa di Pamekasan dan di beberapa tempat lain yang melibatkan kepala desa, kekhawatiran itu meningkat menjadi kepanikan. Ini terbaca jelas dari langkah yang diambil pemerintah dalam mengawasi dana desa yang terkesan berlebihan. Betapa tidak. Pengawasan dana desa sudah dilakukan oleh banyak lembaga. Mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), satgas dana desa, inspektorat propinsi/kabupaten/kecamatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kejaksaan di daerah-daerah pun turut mengawasi dana desa. Bahkan Babinsa pun digandeng untuk turut mengawasi dana desa. Belum lagi pengawasan oleh lembaga-lembaga di luar pemerintah. Tak cukup dengan itu, pada 20 Oktober lalu ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri dan POLRI. Perjanjian kerjasama tersebut mengatur soal pencegahan, pengawasan dan penanganan permasalahan dana desa. Banyaknya lembaga yang terlibat dalam pengawasan dana desa ini mulai  dikeluhkan pihak desa. Keluhan itu bukanlah tanpa alasan. Sebab sudah ada desa-desa yang mulai didatangi orang-orang yang mengaku dari lembaga-lembaga pengawas dana desa, seperti inspektorat, BPK, KPK, dan ada juga yang didatangi orang-orang yang mengaku wartawan dan LSM. Mereka semua datang dengan dalih pengawasan dana desa, yang ujung-ujungnya merepotkan pihak desa. Juga sudah ada desa-desa yang didatangi orang-orang berseragam polisi dengan dalih yang sama. Sementara masih banyak desa yang tidak tahu persis mana saja lembaga yang secara resmi ditetapkan sebagai pengawas dana desa dan bagaimana mekanisme pengawasan itu dilakukan. 

Partisipasi Warga Terabaikan
Satu hal yang diabaikan pemerintah dalam perkara pengawasan dana desa adalah peran warga dan masyarakat desa. Padahal wargalah yang paling berkepentingan terhadap dana desa dan karenanya partisipasi warga adalah hal utama dalam pengawasan dana desa. Sayangnya minim program sosialisasi dan pembinaan yang ditujukan untuk peningkatan partisipasi warga. Pada kenyataannya pengawasan dana desa pertama-tama adalah di tangan warga. Untuk perkara ini pengalaman masyarakat Desa Penago Baru, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Bengkulu, dalam mengawasi pengelolaan dana desa dan pembangunan di desanya bisa dijadikan pelajaran. Bagaimana mereka melakukannya?

Semuanya berawal dari kekecewaan warga atas kinerja pemerintah dan BPD dalam pengelolaan  dana desa. Sebagaimana warga di desa-desa lainnya, warga desa Penago Baru banyak berharap pada dana desa. Sayang, harapan itu cepat sekali berubah jadi kekecewaan. Warga menghadapi kenyataan, dana desa dikelola secara tidak transparan, warga tak dilibatkan dalam seluruh proses pembangunan dan masyarakat miskin belum tersentuh oleh keberadaan dana desa. Kekecewaan berkembang menjadi kecurigaan.

Merespon kecurigaan yang berkembang di kalangan warga, Bapak Zainul Arifin, seorang tokoh masyarakat setempat, berinisiatif untuk mendapatkan kejelasan terkait pengelolaan dana desa dan pelaksanaan pembangunan di desanya. Ia ingin bicara baik-baik dengan pemerintah desa. Secara pribadi ia dekati kepala desa dan menanyakan perihal program pemerintah desa dan pelaksanaannya. Atas pertanyaannya itu kepala desa menjawab, “Itu bukan urusan sampeyan.” Tak berkecil hati atas jawaban itu, pak Zain mendatangi BPD dan menyampaikan pertanyaan yang sama. Pihak BPD pun memberikan jawaban yang sama. Urusan program dan pelaksanaannya bukanlah urusan pak Zain.

Tak berhasil dengan pendekatan pribadi, pak Zain tidak patah semangat. Ia justru merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu demi desanya. Jawaban yang ia terima dari kepala desa dan BPD justru menggerakannya untuk mendapatkan undang-undang desa dan mempelajarinya. Ia ingin tahu apakah undang-undang desa mengatur hak masyarakat. Ia baca pasal-pasal undang-undang desa itu dan membandingkannya dengan apa yang terjadi di desanya. Dari situlah ia menemukan, dalam undang-undang desa ada pasal yang menyatakan bahwa masyarakat berhak mengetahui informasi, mendapatkan informasi dan mengawasi pembangunan desa. Ia juga mendapati, pemerintah desa tidak menjalankan ketentuan yang diatur dalam undang-undang desa. Salah satunya menyangkut perangkat desa. Perangkat desa yang bekerja di desanya tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang desa yang mensyaratkan pendidikan minimal SMA atau sederajat. Sementara perangkat di desanya semua berpendidikan SMP dan bahkan ada yang tidak memiliki ijasah. Selain itu, ketentuan tentang pembangunan dan musyawarah desa juga tidak dijalankan. Proyek-proyek pembangunan tak ada yang dimusyawarahkan dengan warga. Akibatnya, ada jalan, jembatan/gorong-gorong yang dibangun tanpa ada manfaatnya. Ada proyek yang dijalankan dengan mengurangi volume dan ada juga proyek-proyek fiktif yang direncanakan namun tak ada realisasinya. Atas semua temuan itu, pak Zain mencoba mengajak BPD untuk mempelajari baik-baik undang-undang desa dan menegakkannya. Namun ajakan ini tidak mendapatkan respon dari BPD. 
Surat warga kepada kepala desa

Perjuangan Warga Mengawal Dana Desa
Ketika berjalan sendirian tak membawa hasil, Pak Zain mulai melibatkan warga. Ia mengajak masyarakat untuk berembug dan membicarakan masalah yang dihadapi desanya. Ia bicara dengan para tokoh masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan yang ada di desanya. Ia sampaikan juga tentang berbagai ketentuan yang ada pada undang-undang desa, termasuk hak-hak warga. Langkah pak Zain untuk mendorong perubahan di desanya mendapatkan dukungan dari mayoritas warga. Bukan hanya warga dan tokoh masyarakat, ada juga perangkat desa yang memilih untuk mendukung perjuangan pak Zain. Setelah berunding bersama, warga bersepakat mengajak pemerintah desa dan BPD untuk duduk bersama masyarakat.

Dukungan warga terhadap inisiatif pak Zain ini bisa dimengerti mengingat warga sendiri sudah banyak dikecewakan oleh keputusan pemerintah desa yang merugikan masyarakat. Salah satunya adalah pungutan liar. Warga yang mengurus SKT, KTP, KK, dan akte kelahiran diminta membayar hingga Rp 200 ribu. Warga juga kecewa dengan ketidakadilan yang diciptakan kepala desa dengan keputusannya terkait pelaksanaan Program Nasional Agraria (PRONA) atau program sertifikasi gratis. Pak Zain menemukan, Desa Penago Baru mendapatkan jatah sekitar 300-an persil dalam program Prona untuk tahun 2015-2016. Namun anehnya warga kurang mampu yang tanahnya belum bersertifikat justru tidak mendapatkan akses atas program Prona tersebut. Dari jatah 300 persil tersebut, 110 persil di antaranya dikuasai sendiri oleh kepala desa dan sisanya diberikan pada warga yang mampu dan warga dari luar desa yang bersedia membayar Rp 500 ribu. Padahal warga tidak mampu yang tanahnya belum bersertifikat masih banyak.

Atas perkara program Prona tersebut, Pak Zain sudah mengecek ke BPN terkait biaya yang harus dibayar warga untuk program Prona. Pihak BPN menyatakan, biayanya tak lebih dari Rp 100 ribu dan kalau warga ditarik lebih dari itu maka itu tidak benar. Warga sendiri tak keberatan membayar Rp 500 ribu karena mereka tahu biaya sertifikasi mencapai jutaan rupiah. Namun yang disesalkan warga adalah kepala desa menguasai perolehan sertifikat, orang luar desa diberi akses sementara warga tidak mampu yang lahannya belum bersertifikat justru tidak mendapatkan akses. 


Berbagai upaya dilakukan masyarakat desa Penago Baru untuk mendorong pemerintah desa melakukan perbaikan, memperbaiki kepercayaan masyarakat pada pemerintah desa dan melaksanakan pembangunan yang memberikan kepuasan pada masyarakat. Mulai dari pendekatan pribadi, pendekatan ke pihak kecamatan, konsultasi publik masyarakat dengan pemerintah desa, laporan ke dinas dan pemerintah tingkat kabupaten, laporan ke inspektorat, laporan ke DPRD, Ombudsman, ke satgas dana desa dan KPK, hingga laporan ke kejari dan saber pungli polda. Namun semua langkah dan pendekatan itu tidak membawa hasil. Tak ada satu pun yang ambil tindakan untuk merespon laporan mereka. Pemerintah desa dan BPD tak satu pun yang datang memenuhi undangan warga untuk duduk bersama. Beberapa kali warga mendatangi pihak Kejari, respon pihak Kejari tak memuaskan. Satu kali Kejari menyatakan belum bisa memproses laporan mereka karena ada 120 laporan serupa di kabupaten Seluma. Kali lain pihak Kejari menjawab dengan menyatakan, mereka masih akan berkoordinasi dengan pihak kabupaten. Kali lainnya lagi mereka menyatakan, penyelewengan dana desa yang terjadi tahun 2015 belum bisa diproses karena masih dianggap tahap pembelajaran. Pada kenyataannya, di tahun 2016 dan 2017 tak ada perubahan yang terjadi dalam pengelolaan dana desa. Penyelewengan terus terjadi. Laporan ke pihak polda dijanjikan akan adanya OTT namun janji tersebut tak dipenuhi dengan alasan rencana OTT sudah bocor ke media. Laporan ke kabupaten dan inspektorat tak mendapatkan tanggapan. Laporan secara hukum terkendala oleh tiadanya SPJ dan RAB sebagai barang bukti. Ketika mereka meminta SPJ/RAB ke dinas terkait di kabupaten, pihak dinas menjawab, “Nggak ada hak kamu untuk mendapatkan itu.” Permohonan mereka atas dokumen SPJ/RAB ke pihak inspektorat dijawab dengan pernyataan bahwa dokumen yang mereka minta adalah dokumen rahasia yang tidak bisa diberikan pada mereka, bahkan pada BPD sekalipun. 

Meski terhalang oleh barang bukti yang sulit mereka dapatkan, namun masyarakat Desa Penago Baru tak putus asa. Mereka kembali mendatangi kabupaten dan juga ke kapolres. Laporan mereka kali ini membawa hasil. Malam itu juga kapolres melakukan OTT terhadap kepala desa. Ia ditangkap dengan transaksi sebesar Rp 500 ribu bersama sertifikat. Pada akhirnya kepala desa divonis penjara selama 1 tahun 4 bulan.

Resiko Perjuangan
Perjuangan masyarakat Desa Penago Baru untuk mewujudkan perubahan di desanya bukanlah tanpa resiko. Mereka mendapatkan intimidasi dalam berbagai bentuk. Ada yang dicopot dari jabatan sebagai kepala dusun, ada juga yang dicopot dari pengurus masjid. Ada yang hendak dicelakai dengan ditabrak mobil, ada yang sumurnya dimasuki popok bayi bekas pakai, ada yang kebun sawitnya dirusak dengan ditebangi pohon-pohon sawitnya dan ada juga yang sapinya diracun hingga mati. Selain itu, warga yang dinilai kontra dengan pemerintah desa tidak mendapatkan pelayanan. Ada warga miskin yang meminta surat keterangan miskin tak dilayani, ada warga yang meminta surat keterangan untuk keperluan mendapatkan keringanan biaya kuliah juga tak dilayani. Bahkan warga yang punya hajat pernikahan dilarang mengundang mereka yang ditengarai sebagai “musuh” pemerintah desa. Tak ada ikhtikad baik dari kepala desa untuk melakukan perbaikan. Yang terjadi justru sebaliknya, kepala desa melakukan berbagai upaya untuk mengintimidasi dan memecah belah masyarakat.

Resiko yang paling berat dirasakan warga adalah tertahannya 40 persen dana desa, yang sampai sekarang belum cair. Padahal masyarakat miskin sampai sekarang belum tersentuh dana desa. Penahanan ini jelas merugikan masyarakat. Dengan penahanan dana desa ini, masyarakat yang tak bersalah dan jadi korban kejahatan justru ikut dihukum.

Harapan Warga pada Pemerintah
Masyarakat Desa Penago Baru sudah melaksanakan kewajibannya sebagai warga untuk turut berpartisipasi dalam mengawal dan mengawasi dana desa. Mereka berharap, masyarakat tidak dihukum atas pelanggaran yang dilakukan kepala desa karena masyarakatlah korbannya dan bukan pelaku pelanggaran. Dengan dihambatnya pencairan dana desa, masyarakat merasa sudah dihukum atas kesalahan yang tidak mereka lakukan. Untuk itu, masyarakat Desa Penago Baru menyampaikan beberapa harapan berikut pada pemerintah pusat, pemerintah kabupaten dan pihak-pihak terkait lainnya.

Pertama, pihak Kementerian Desa/satgas dana desa segera melakukan audit atas pelaksanaan dana desa. Jangan biarkan Desa Penago Baru menghadapi ketidakpastian berlarut-larut yang merugikan masyarakat. Dalam melaksanakan audit tersebut, masyarakat berharap pihak kementerian tidak hanya bertanya pada perangkat desa dan BPD saja tetapi juga melihat bukti fisik di lapangan dan bertanya pada kelompok-kelompok masyarakat yang disebut-sebut dalam proyek pembangunan desa.

Kedua, pihak Kementerian Desa dan dinas terkait di kabupaten melakukan pembenahan secara cepat agar pembangunan desa tidak terhambat. Jangan korbankan masyarakat karena ulah satu orang. Di desa masih banyak orang yang berikhtikad baik, mau membangun desanya, rela melakukan apa saja demi kemajuan desanya – termasuk menegakkan keadilan.  Jangan mereka semua dihukum dan jangan semua warga dijadikan korban atas kesalahan satu orang.

Ketiga, pihak Kabupaten Seluma segera mengangkat PJS kepala desa sesuai ketentuan undang-undang desa dan melakukan pendampingan agar pembangunan berjalan lancar dan warga miskin di desa dapat segera mendapatkan hak-haknya.

Keempat, pihak Kementerian Desa melakukan pembenahan menyeluruh dan memperbaiki sistem pendampingan agar tidak banyak korban jatuh di desa-desa. Warga melihat, persoalan seperti ini tidak hanya terjadi di Desa Penago Baru. Hanya saja, tidak ada keberanian warga untuk bicara. Akar persoalannya, menurut mereka, tidak hanya ada di desa, tetapi terutama ada di tingkat kabupaten. Karenanya pembenahan dan pendampingan juga diperlukan di tingkat kabupaten, bukan hanya di desa. Sebab terbukti, pihak-pihak di tingkat kabupaten pun tidak sepenuhnya memahami undang-undang desa dan melaksanakan ketentuan dalam undang-undang desa.

Keempat, pihak Kabupaten Seluma segera mendata dan menyelamatkan aset desa yang sampai sekarang belum diurus. Warga melihat ada mobil dinas yang diperlakukan sebagai milik pribadi dan kini dibiarkan terbengkelai di rumah kepala desa, motor dinas yang dipreteli dan digunakan anak kepala desa sebagai barang pribadi, laptop dan ATK yang tidak jelas keberadaannya, dan lainnya.

Akhir kata, masyarakat Desa Penago Baru telah memberikan pelajaran berharga bagi para pihak yang bergiat melaksanakan undang-undang desa. Semoga harapan mereka pada pemerintah benar-benar diperhatikan dan ditindaklanjuti. Semoga apa yang mereka perjuangkan tidak sia-sia dan mencapai tujuannya, yaitu terwujudnya Desa Penago Baru yang benar-benar memperbarui diri menuju desa mandiri yang warganya sejahtera dan berdaya. ***

Surat warga pada Bupati Seluma 
Lanjutan surat warga pada Bupati Seluma




Lanjutan surat warga pada bupati 
Laporan warga pada Kejari 
Lampiran laporan warga pada Kejari
Lampiran 2 laporan warga pada Kejari
Lanjutan surat warga pada Bupati Seluma
  

No comments:

Post a Comment