updated 17 Aug 2008
Nama saya Salendra, umur 37 tahun, lulus SLTA, sekarang jadi pekerja kontruksi, tak berdokumen, di Precint 15, kawasan Putrajaya, Malaysia; asal dari Lampung Selatan.
Saya lari dari majikan saya di sebuah perkebunan pisang di kawasan Yong Peng, kota kecil di bagian selatan negara bagian Johor, Malaysia. Semua dokumen saya dipegang majikan saya, orang Cina. Saya digaji terlalu kecil, sementara pekerjaan berat.
Saya baru saja mulai bekerja di Malaysia, 2007. Usaha saya di desa bangkrut. Lalu saya putuskan untuk jadi buruh migran. Tapi, sampai di sini, besarnya upah saya tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh calo di daerah asal saya, Lampung Selatan, dan yang juga dijanjikan oleh PJTKI yang mengirim saya: PT Mangun Jaya Perkasa di Jakarta Timur. Padahal saya sudah membayarkan uang perekrutan sampai Rp7juta.
Waktu di kebun pisang, upah saya hanya RM21 per hari, lama bekerja sampai 9,5 jam per hari. Potong gaji selama tiga bulan. Tak ada jaminan apa-apa, tak terkecuali untuk kesehatan. Padahal peralatan kerja harus beli sendiri. Selama ini saya baru bisa mengirimkan uang satu kali saja ke desa, sebanyak RM1.400. Anak saya tiga orang di desa. Saya merasa sangat bersalah pada istri saya.
Agen saya di Malaysia namanya Bonhon Sdn. Bhd. Berkantor di jalan menuju Yong Peng. Saya lari menerobos pagar kawat berlistrik bersama dengan dua orang teman yang lain. Masih banyak ada teman-teman lain yang berasal dari Indonesia di perkebunan itu. Semuanya mengalami nasib yang sama, yaitu ditipu oleh PJTKI dan calo.
Sebagai pekerja bangunan, saya sekarang dibantu oleh seorang teman yang jadi sub-kontraktor yang mau mengupah saya sehari RM35. Pekerjaan saya sekarang mengaduk semen di lokasi calon perumahan di Precint 15, Putrajaya. Saya tinggal bersama dengan ratusan pekerja kosongan dari Indonesia, Bangladesh, Myanmar. Saya sangat berharap dapat mengumpulkan uang secukupnya supaya segera bisa pulang ke Indonesia.
No comments:
Post a Comment