BEBERAPA waktu yang lalu, nama pemda Sragen begitu mencuat dengan proyek percontohan Kantor Pelayanan Terpadu (KPT). Kantor ini terkenal sebagai wujud upaya pemda dalam memberikan pelayanan publik yang sederhana, jelas, aman, transparan, ekonomis, adil dan tepat waktu. Konon inisiatif ini muncul dari ide Bupati, Untung Wiyono. Sebagai pengusaha-bupati kini di tangannya ada banyak perusahaan seperti rumah sakit, sekolah, PJTKI, SPBU, perusahaan air mineral, perusahaan perkayuan, dan juga tanah di mana-mana. Banyak orang menyebut ide ini keluar dari refleksi pengalamannya sebagai pengusaha. Masalah KPT juga sempat diangkat dalam satu program siaran TV bergengsi “Republik BBM” yang menghadirkan Bupati Sragen.
Terpancing ketenaran KPT, aku sempatkan diri datang ke sana. Dua hari aku berada di daerah ini. Kawan-kawan dari Kantor Pelayanan Bantuan Hukum ATMA Solo mempertemukanku dengan beberapa komunitas masyarakat yang ada di sana. Aku juga sempat datang ke kantor KPT dengan membawa beberapa pertanyaan. Benarkah sudah terjadi perubahan mendasar di pemda Sragen? Dan apakah juga benar bupati Sragen seorang yang pro-perubahan dan pro-rakyat miskin?
Begitu menginjakkan kaki di lantai kantor tersebut, segera terlihat para pegawai yang berblazer dan berdasi rapi tampak siap melayani. Di samping pintu masuk terpampang lebar satu bagan. Diterangkan semua prosedur pengurusan berbagai keperluan. Tidak main-main. Layanan ini meliputi 52 macam ijin dan 10 non-ijin dalam satu atap. Mereka menamakan layanan ini “one stop service”. Tampaknya dengan KPT pemda ingin menunjukkan niatnya membuat satu perubahan.
Harus diakui bahwa banyak pihak terbantu dengan layanan ini. Terutama para pengusaha. Entah karena efektivitas layanan ini atau kepandaian bupati menyakinkan investor, beberapa investor segera masuk. HM Sampoerna dan beberapa industri perkayuan serta tekstil mendirikan pabrik di sana. Apakah para investor itu bekerja sama dengan perusahaan milik bupati? Seorang pengusaha di Sragen yang aku temui menyinggung bahwa pimpinan pabrik di perusahaan HM Sampoerna tersebut adik bupati. Apakah pemberian ijin pada HM Sampoerna ini berkaitan dengan jabatan adik bupati di perusahaan ini?
Usaha pemda dalam mengurangi pengangguran tampak nyata patut dihargai. Masuknya beberapa investor ke daerah tersebut jelas banyak menyerap tenaga kerja. Apalagi bupati juga memiliki inisiatif membuat pusat-pusat pelatihan kerja. Banyak anak muda yang belum bekerja memperoleh pelatihan keterampilan secara gratis. Mereka bisa belajar berbagai hal seperti komputer, perbengkelan, jahit menjahit, dan perkayuan.
Pemda juga tak hanya mampu menggalang kerja sama dengan para pengusaha namun juga pihak akademisi. Ini terlihat dengan adanya kerjasama transfer teknologi pertanian dalam rangka pemberdayaan masyarakat berbasis potensi daerah antara pemda dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain itu pemda juga dikenal cukup maju dengan mengaplikasikan teknologi informasi dalam mendukung kerja-kerja pemerintahan.
Di sisi lain ada juga fakta yang tampak ganjil. Bergantinya kepala kejaksaan negeri sampai beberapa kali. Selama bupati ini menjabat, sudah dua kali terjadi penggantian kepala kejaksaan negeri. Padahal beberapa komunitas warga mengenal para pejabat kejaksaan tersebut sebagai orang yang memiliki visi kuat mengungkap kasus korupsi dana purna bhakti tahun 2003 di Sragen. Mungkinkah pergantian jabatan ini berkaitan dengan kasus korupsi yang mereka tangani? Sampai periode kedua bupati ini menjabat, kasus korupsi dana purna bhakti belum juga selesai.
Beberapa pengalaman aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sempat bekerja di Sragen mengatakan bupati lebih sering tidak kooperatif terhadap mereka. Sulit sekali menemuinya untuk diajak berdialog.
Tanggapan yang mirip dari pihak bupati juga dialami oleh para petani yang tergabung dalam Forum Peduli Kebenaran dan Keadilan Sambirejo (FPKKS). Kelompok petani ini sebenarnya sudah sejak 1965 mengalami berbagai pelanggaran HAM. Mereka sempat mengalami pengusiran, penculikan, pengasingan dan berbagai intimidasi selama puluhan tahun mencari keadilan atas tanah mereka yang hilang.
Saat para petani meminta bantuan bupati untuk memperoleh kejelasan atas tanah mereka, bupati sempat menyanggupi. Namun setelah berbulan-bulan para petani itu menunggu tindakan nyata dari bupati, tiba-tiba bupati itu malah mengembalikan surat pengajuan permohonan tanah yang diajukan para petani tersebut. Alasannya karena ada orang-orang LSM yang bekerja bersama petani tersebut. Hal ini tercatat dalam dokumentasi yang dibuat FPKKS dan ATMA Solo. Kenapa bupati bersikap “anti” kepada LSM? Apakah benar ada jarak antara lembaga-lembaga informal dengan lembaga-lembaga formal di Sragen?
Pertanyaan itu tak berhenti sampai disitu. Sederetan pertanyaan lain mengikutinya. Aku menjadi tidak begitu yakin bahwa bupati itu cukup “pro” pada rakyat miskin. Sebandingkah kehebatan administratif tersebut dengan kasus-kasus besar seperti korupsi dana purna bhakti senilai Rp2,25 M dan kasus ketidakadilan yang dialami petani Sambirejo?
2 comments:
setahu saya, ide itu tidak datang dari Pak Bupati Sragen, tapi merupakan bagian dari program GTZ Jerman (GTZ= Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeiten). Tapi ya bukan politisi kalau bukan masuk anggota tim kapten klaim, kan?. Bersama Sragen ada juga beberapa kota lain yang bekerjasama dengan GTZ. Yang paling menonjol selain Sragen adalah Kota Solok dengan pakta integritasnya di bawah Gamawan Fauzi. Piagam pakta itu diframe oleh warna hitam, merah, kuning: warna bendera Jerman hehehe
Bersama program GTZ itu, dilakukan juga program penerapan perda transparansi oleh World Bank. Setahu saya ada Kabupaten Lebak, Kota Kendari, Gorontalo, dll. Program ini nasibnya tidak sebagus one stop service di Sragen karena meski ada Perda Transparansi dan Perda Informasi Publik, public demand terhadap perda itu masih sangat rendah.
Semuanya mengusung tema besar sama: good governance.
salam,
ww
siapa bilang bupati sragen pro perubahan dan pro rakyat miskin !! dicermatin yang benerlah, gak ada perubahan yang mendasar di sragen kecuali OMONG BESARYA BUPATI. coba deh sekali-kali kalo ke sragen jangan hanya mau terima omong besarnya tapi cek langsung aja terhadap apa yang diomongkan NOL BIN NIHIL KALI!!!!!! emang dia paling berani kalo bicara gedhe, versi dia loch 'KAKI GAJAH', kalo bicara good governance saya pikir DIA juga gak ada apa-apanya, kalaupun dia dapat penghargaan yachhh....karena yurinya kagak turun langsung kali, trus bicara apalagi yaaaa...yang itu tuch... ya anak kecil aja semua pada tahu kalo bener...... emang gak LULUS masak PUNYA. tapi koq ya bisa njabat sampek 2 periode yaa. YACH ITULAH HEBATNYA PENEGAK HUKUM INDONESIA.
Post a Comment