18 December 2006

Samuel E.I. Fallo: ”Masyarakat butuh pemimpin yang bisa dijadikan panutan.”

Oleh: Albert Buntoro
"SAYA juga berkebun, saya kasih contoh mereka (masyarakat) menanam jagung, sayur, dan lombok. Lalu mendapat makan dan uang dari hasil kebun. Saya berkebun supaya masyarakat lihat dan melakukan hal yang sama."

BEGITULAH kata Samuel E. I. Fallo, camat Amanuban Barat, kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketika itu kami menanyakan tentang salah satu usaha yang dilakukannya dalam memperbaiki masalah pangan dan ekonomi masyarakat. Apa yang telah dilakukannya bukanlah sesuatu yang besar bagi kebanyakan orang. Namun tampaknya itulah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pemimpin yang tak banyak bicara soal konsep dan janji-janji, melainkan pemimpin yang bisa menjadi contoh dan panutan. Masih adakah pemimpin lain yang bisa menjadi panutan bagi masyarakat?

"Kunci agar masyarakat bisa berdaya adalah tergantung pada bagaimana pemimpin bisa memberikan contoh dan menjadi panutan." Samuel E. I. Fallo

Menjadi seorang pemimpin yang bisa dijadikan panutan bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan oleh kebanyakan orang. Apalagi ketika menghadapi berbagai kerumitan permasalahan di lingkungan atau organisasinya. Begitu juga saat menghadapi tawaran-tawaran yang menggiurkan. Psikolog Sartono Mukadis menyebutkan bahwa pemimpin yang bisa dijadikan panutan adalah pemimpin yang hidup sederhana, jujur dan disiplin. Seperti yang dikutip oleh salah satu media nasional, dia berujar, ”Nafsu hidup mewah melebihi kemampuan, merangsang jiwa untuk korup.”

Apa yang dikemukakan Sartono bukanlah kiasan semata. Ungkapannya seperti sebuah teguran kepada manusia Indonesia akan sebuah kondisi bangsa yang tak pernah kunjung selesai. KORUPSI. Bukan saja dalam bentuk finansial, melainkan juga dalam berbagai macam segi kehidupan, seperti waktu, pekerjaan, maupun ide atau gagasan. Tampaknya tidak mudah untuk mendapatkan seorang pemimpin yang bisa hidup sederhana dan jujur di Indonesia.

Namun di kecamatan Amanuban Barat, kabupaten TTS, propinsi NTT, daerah yang umumnya tak dikenal banyak orang, di situlah kami menemui Samuel E.I. Fallo, seorang camat panutan bagi masyarakatnya. Fallo —panggilan akrabnya— di antara yang langka dari para pemimpin di NTT yang mau turun ke masyarakat. Dia mendengar keluhan dan permasalahan masyarakat secara langsung, masuk ke gereja-gereja untuk memberikan motivasi serta nasehat-nasehat agar masyarakat mengurangi pesta-pesta adat. Bukan itu saja, dia pun meluangkan waktu untuk menggali tanah, menanam dan menjual hasil ladang untuk memberikan contoh kepada masyarakatnya. Kesederhanaan juga menjadi bagian dalam hidup Fallo, rumah yang berada jauh dari jalan utama, sekitar satu kilometer bisa menjadi gambarannya. Sementara rumah dinas yang berada persis di kantor kecamatan ditinggali oleh penjaga sekaligus cleaning service di kecamatan.

Usaha dan kesederhanaan lulusan pascasarjana untuk bidang ilmu pemerintahan ini cukup membuahkan hasil bagi kesejahteraan masyarakat. Kini masyarakat sudah mulai mengusahakan pemanfaatan lahan-lahan kosong untuk ditanami tanaman pangan. Alhasil saat musim kering masyarakat tidak lagi mengalami kekurangan pangan, bahkan kecamatan yang dipimpinnya ini menjadi salah satu penyedia sayur-mayur, kacang-kacangan, dan jagung bagi kecamatan lainnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga menjadi lebih terjamin. Hal ini tampak dari jumlah penduduk miskin yang berada pada posisi kedua paling sedikit setelah kota Soe (BPS 2004).

Memilih untuk hidup bersama masyarakat

Baginya melayani dan mengabdi kepada masyarakat adalah dengan tinggal dan hidup bersama mereka. Prinsip itulah yang membuat dirinya tak lagi meneruskan profesi sebagai pejabat di kabupaten. Dia merasa tak nyaman ketika bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) selama lima tahun, karena menurutnya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dan menyentuh kondisi masyarakat yang sebenarnya. ”Saya merasa bersalah, karena dulu di kabupaten saya banyak membuat konsep-konsep untuk kebijakan pembangunan yang ’ideal’, tetapi kondisi masyarakat tidak sesuai dengan yang kita buat itu,” jelasnya.

Belajar dari pengalaman inilah yang membuatnya menjadi lebih kritis pada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten. Dia mengkritisi bahwa kebanyakan program yang dibuat oleh pembuatan kebijakan di kabupaten mengabaikan musyawarah-musyawarah yang berasal dari bawah (musbangdes/dus), akibatnya program-program yang dianggarkan dalam APBD merupakan keinginan pembuat kebijakan dan bukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Dia juga keras mengkritisi pejabat pemerintahan kabupaten yang umumnya mengirimkan stafnya saja untuk hadir dalam perencanaan pembangunan di kecamatan. Dia berani menyuruh wakil dari pejabat pemerintah kabupaten untuk pulang, karena dia merasa wakil tersebut tak punya kekuatan untuk bicara ke atas. ”You sekarang tidak usah bicara, kalau you punya pimpinan yang datang baru boleh angkat bicara,” ungkapnya dengan nada kesal.

Paham atas kondisi di pemerintahan kabupaten, dia selalu mengajak anggota dewan dan pejabat daerah yang berkunjung ke wilayahnya untuk turun lapangan. Bahkan dia menolak atau melarang diadakannya pertemuan warga antara anggota dewan atau pejabat kabupaten dengan masyarakat di kantor kecamatan. Ketegasan ini bukanlah tiada hasil. Sampai sekarang sudah tidak pernah ada lagi pertemuan dewan di kantor kecamatan, melainkan langsung di kantor-kantor desa.

Apa yang sudah dilakukan oleh Fallo berikut hasil-hasil yang sudah dicapainya bukanlah akhir dari sebuah perjalanan kepemimpinan. Tugas dan tanggungjawab sebagai seorang camat masih harus diembannya lagi untuk satu sampai dua tahun mendatang. Maju terus pak Camat. ***

3 comments:

Anonymous said...

Masalah utama bangsa kita adalah sebagian besar pemimpin kalau sudah
jadi pimpinan nggak mau lagi turun kebawah dan hanya bisa perintah
dan semua harus secepatnya selesai tanpa mendengarkan argumen
bawahan kalau tidak selesai tepat waktu. Masalahnya sok gensi. Kalau
sudah jadi menteri nggak mau kerja bersama tukang kebun atau tukang
cuci mobil. Dinegara dimana saya tinggal, mereka belanja atau
mengerjakan keperluan pribadi selalu dikerjakan sendiri. Masalahnya
kalau sudah nggak jadi menteri, mereka kembali kemasyarakat dan
semua harus sendiri termasuk punya driver. Selama jadi menteri
memang mereka memiliki hak2 sebagai menteri, tapi kalau sudah tidak
menjabat ya dia harus kembali kemasyarakat. Kalau bangsa kita sampai
mati maunya dihormati terus dan minta dilayani terus. Ini kan
peninggalan kolonial. Kalau saya memang sudah dilahirkan semua
mengerjakan sendiri dan yang penting membantu masyarakat sekitar
untuk kepentingan sosialisasi.
Memang kita butuh memiliki pemimpin yang bisa jadi panutan dan
jangan omdo, janji2 tapi semua omong kosong. Kalau nggak ada
fulusnya bisa2 tunggu bertahun tahun. Lihat saja masalah pengungsi
yang masih menghuni tenda2 ditempat pengungsian serta menunggu
berbulan bulan bahkan lebih dari setahun untuk sekedar mendapat
perhatian para pemimpin.

Salam prihatin

Anonymous said...

Basodaras semua,

Pak Camat yg satu ini sangat membanggakan. Seandainya saja semua pejabat di NTT bersikap seperti ini.....NTT pasti tidak ketinggalan dari daerah lain.

Salut buat Pak Samuel Fallo

Salam/Umbu HMT

NB : Tulisan ini saya kutip dari Milis Forum Pembaca Kompas

Anonymous said...

Dear Temans....

Tentang pak camat amanuban barat, kebetulan beta sering ketemu beliau waktu ketong asesmen program dari b pung kantor di akhir tahun 2004 kemarin, beliau memang pemimpin yang mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya, menghargai orang lain (ini yang sering beta sonde liat di banyak orang besar or yang merasa diri besar...suka meremehkan orang lain dan merasa terlalu pintar hehehehehehe...) dan beliau selalu tepati janji (so far).

Beliau juga mengharuskan masyarakat menanam pinang dan sirih, karena ternyata income masyarakat banyak habis di pinang dan sirih, tapi beli beras sonde ada doi hahahahaha... waktu panen banyak dong jual semua pinang, tapi waktu pinang langka, dong beli....memang mungkin untuk beberapa orang hal ini terlalu sederhana tapi menurut beta hal itu yang harus diberitahukan lagi kepada masyarakat kita...

btw, adi Jon, selamat.com lai, kapan pulang KUpang, beta daftar untuk hadir di acara syukuran tanggal 29,

buat temans semua, semoga bisa ketemu tanggal 29 sekalian bertemu muka....

salam hormat
Ha'i (Ms):)

Post a Comment