07 March 2007

Kembalikan Dokumenku!

MENJEJAKKAN kaki di Taiwan tinggal angan-angan kosong bagi Fernawati. Gadis berusia 21 tahun itu gagal bekerja di negeri yang banyak memiliki pabrik itu. Terlantar tanpa teman di Malang, Jawa Timur. Tak ada kepastian. Sementara dokumen pentingnya dirampas. Mungkin tawaran menjadi pekerja rumah tangga saat itu adalah satu-satunya gantungan agar ia bisa selamat.

Kalau diingat-ingat, Fernawati pernah didatangi seseorang bernama J. Budi Santoso di bengkel milik orang tua gadis itu tanggal 24 Februari 2006. Lelaki itu seorang sarjana yang bekerja sebagai PNS. Ia menawari pekerjaan di Taiwan kepada Fernawati dengan sebuah selebaran.

Selang lima hari kemudian lelaki itu datang ke rumahnya. Sore itu ia memastikan kesediaan Fernawati untuk berangkat. Sore itu pula ia pergi lagi. Rupanya malamnya ia menjemput gadis itu. Sebelum berangkat seluruh dokumen penting milik Fernawati diminta. Gadis itu menyerahkan ijasah SMU, kartu keluarga dan surat ijin dari kepala desa. Dengan sebuah mobil Budi membawa gadis itu dari rumahnya di Jl Ki Hajar Dewantoro 42 Sempolan, Silo, Jember.

Ternyata bukan hanya Fernawati seorang yang dibawa. Mobil itu juga menjemput seorang calon TKI dari kecamatan Mumbulsari di rumah Ibu Intan di desa Suren. Mereka masih harus menjemput seorang calon TKI lain di kecamatan Panti.

Tengah malam baru mereka melanjutkan perjalanan. Mereka harus menenpuh jarak kira-kira 120 kilometer untuk mencapai kota Malang. Dini hari tanggal 30 Februari sampailah mereka di Jl Teluk Etna gang VII 96 Malang. Di situlah penampungan cabang PT Prayogo Prajogo berada. Budi meninggalkan Fernawati di sana. Ia berjanji minggu depan akan datang.

Seminggu lamanya gadis itu menunggu sendirian di tempat yang asing. Nyatanya, Budi tak kunjung datang. Ia menelpon lelaki itu. Calo itu bilang, ia batal ke Malang karena temannya sakit di tengah jalan. Ia berjanji akan menelpon Yuni, pemilik tempat penampungan itu dan meminta segera memberangkatkannya.

Apa yang terjadi? Yuni malah mengatakan Fernawati hanya bisa diberangkatkan ke Taiwan jika ia membayar Rp5 juta. Jumlah uang itu kira-kira sepadan dengan nilai seekor sapi dewasa. Gadis itu menolak. Yuni menawarinya bekerja ke Malaysia. Gadis itu tetap menolak. Yuni menjadi tak mau mengurus keberangkatan Fernawati. Ia lemparkan tanggung jawab itu kepada Budi.

Berkali-kali bahkan berhari-hari Fernawati menghubungi Budi dengan telpon. Sekali pun tak pernah diangkat. Ia terlantar di penampungan itu. Dipekerjakan sebagai tukang cuci, masak sekaligus bersih-bersih tanpa bayaran. Ia hanya memperoleh makan sehari dua kali.

Sampai pada akhir Maret 2006, tanpa sengaja seorang pengunjung tempat penampungan itu memberitahukan sesuatu kepadanya. Menurutnya tempat penampungan itu sebentar lagi akan ditutup. Lalu ia membantu Fernawati melarikan diri dari penampungan dan memberinya pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di rumahnya selama tujuh bulan.

Itulah akhir dari harapan Fernawati untuk bisa bekerja di Taiwan. Sampai saat ini, seluruh dokumen Fernawati tak juga dikembalikan, meskipun ia menghubungi Budi dan mendatangi tempat penampungan tersebut.**


Investigasi dikerjakan oleh Muhammad Cholili dari Gerakan Buruh Migran Indonesia di kabupaten Jember, Jawa Timur. Ditulis ulang oleh Sri Maryanti.

No comments:

Post a Comment