JANUARI 2003 pemerintah Thai mencanangkan kebijakan untuk mengatasi masalah perumahan bagi kaum miskin kota dengan menyediakan perumahan yang aman bagi sejuta keluarga miskin dalam kurun waktu lima tahun. Target ini ditempuh melalui dua program, yaitu: (1) the Baan Ua Arthron Program (program ”kami peduli Thai”), di mana Komisi Nasional untuk Perumahan (National Housing Authority) mendisain, merancang dan menjual rumah dan rumah susun bersubsidi bagi rumahtangga miskin dengan sistem angsuran sebesar 1.000 – 1.500 Baht (25 – 37 USD) per bulan.
Program ini mirip program perumnas dan rumah susun yang dijalankan pemerintah Indonesia; (2) Baan Mankong Program (”program rumah aman”), yaitu program penyaluran dana pemerintah dalam bentuk subsidi untuk pembangunan infrastruktur dan pinjaman lunak untuk pembangunan rumah bagi komunitas miskin. Dengan program ini, komunitas miskin mengelola secara bersama subsidi dan pinjaman lunak dari pemerintah untuk merancang dan melaksanakan sendiri perbaikan rumah, lingkungan fisik dan fasilitas dasar bagi komunitas mereka. Dengan program ini bukan lagi pemerintah Thai yang membangun rumah atau rumah susun untuk kemudian dijual atau disewakan pada rumahtangga miskin secara individual. Pemerintah menyerahkan pembangunan rumah-rumah tersebut pada komunitas miskin dan jaringannya. Dalam program ini pemerintah menempatkan komunitas miskin dan jaringan mereka sebagai aktor penting bagi proses pembangunan jangka panjang. Dengan cara ini pula pemerintah Thai tengah menjawab masalah tanah dan perumahan di kota secara lebih komprehensif, sustainable dan berbiaya relatif murah.
Dengan program Baan Mankong, pemerintah Thai hendak merombak cara berpikir konvensional dalam melihat dan mengatasi persoalan kota dan kemiskinan. Kaum miskin bukan lagi obyek melainkan subyek pembangunan. Sudut pandang ini tercermin dari berbagai peluang yang dimungkinkan dalam program tersebut. Pertama, Baan Mankong menjadikan kaum miskin kota sebagai pemilik proses peremajaan perumahan nasional. Program tersebut memungkinkan komunitas miskin melihat sendiri masalah perumahan beserta lingkungannya. Dengan dukungan subsidi dan pinjaman lunak dari pemerintah, mereka kemudian merancang sendiri rencana untuk mengatasi masalah tersebut secara bersama. Jadi dengan program ini, pemerintah hanya memfasilitasi sejumlah dana – dalam bentuk subsidi dan pinjaman lunak, sementara pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan dananya diserahkan sepenuhnya pada komunitas miskin itu sendiri dan jaringannya.
Kedua, Baan Mankong menjadikan perbaikan fisik rumah dan lingkungan komunitas miskin sebagai langkah awal dari proses pembangunan komunitas yang lebih luas dan komprehensif. Dengan program ini, perbaikan rumah dan lingkungan fisiknya dijadikan sebagai pintu masuk bagi proses peningkatan kemampuan masyarakat miskin untuk mengelola secara kolektif kebutuhan mereka sendiri, seperti rumah, finansial, kredit, lingkungan, penciptaan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan. Terbukti bahwa peremajaan pemukiman dan lingkungan fisik mampu menggerakkan masyarakat untuk melihat masalah yang mereka hadapi secara bersama karena peremajaan itu sendiri melibatkan dan menyentuh kehidupan setiap individu yang ada dalam komunitas, bukan hanya para pemimpinnya.
Ketiga, Baan Mankong menempatkan issu perumahan bagi komunitas miskin kota sebagai persoalan struktural yang hanya dapat diatasi melalui kemitraan berbagai pihak yang terkait dengan persoalan kota. Dengan menciptakan ruang bagi komunitas miskin, pemerintah/politisi lokal, profesional dan NGO untuk secara bersama melihat seluruh persoalan perumahan di kota, Baan Mankong menciptakan perubahan dalam mengatasi persoalan perumahan bagi kaum miskin. Solusi atas masalah perumahan bagi kaum miskin tidak lagi dilihat sebagai masalah karitatif atau hal memalukan yang pantas disembunyikan di bawah karpet.. Masalah rumah bagi kaum miskin ditempatkan sebagai masalah struktural yang dapat dipecahkan dan yang terkait dengan perkembangan kota secara keseluruhan.
Keempat, Baan Mankong menciptakan ruang bagi komunitas miskin untuk membangkitkan kembali partisipasi warga dalam pengembangan kota yang selama ini telah lumpuh dilindas liberalisasi ekonomi. Ketika komunitas miskin membaharui dirinya sendiri dan kerja mereka diakui oleh seluruh stakeholder kota, peremajaan itu menjadi sebuah proses yang melegitimasi status mereka sebagai bagian penting dari kota dan sekaligus membuktikan kapabilitas komunitas miskin sebagai partner stakeholder kota lainnya dalam mengelola masalah serius yang mempengaruhi kota secara keseluruhan: bukan hanya perumahan tetapi juga lingkungan, air, sampah dan kesejahteraan sosial. Selama ini liberalisasi ekonomi dan sistem pemerintahan yang top down mereka anggap telah membungkam suara warga sedemikian rupa sehingga untuk berbicara tentang lingkungannya sendiri mereka tak punya hak. Kini, Baan Mankong yang menggunakan pendekatan bottom up menjadi jalan alternatif untuk membangkitkan kembali partisipasi warga dalam pengembangan kota.*
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (7) — Kekuatan Civil Society
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (6) — Penggusuran Jadi Masa Lalu
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (4) — Kali dan Kaum Miskin
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (3) — Kaum Miskin sebagai Aktor
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (2) — City of Everything
Berjuta Jarak Jakarta-Bangkok (1)
Baca versi Inggrisnya.
No comments:
Post a Comment