MALAM itu Heri tak ada di rumah. Paginya ia kembali datang dan baru bisa menemui Heri. Calo itu malah menyuruh Sholihin datang sendiri ke kantor PT Syafika Jaya Utama untuk menemui Mamad, orang yang mengurusi keberangkatan Halima di PJTKI tersebut.
Usahanya datang ke kantor PJTKI di pinggiran kota Jember itu sia-sia. Mamad yang ia cari-cari tak menampakkan batang hidungnya. Ia hanya bertemu dengan stafnya. Merasa tak membawa hasil apa pun, ia pergi ke rumah Heri untuk mencari kepastian.
Heri kembali menyuruhnya menemui Mamad di rumahnya. Keinginan untuk bertemu dengan adiknya membuat Sholihin rela mencari Mamad di rumahnya. Kembali lagi Sholihin kecewa. Karena ia hanya berhasil menemui istri Mamad yang hanya mengatakan: “Mamad pergi ke Jakarta.”
Rupanya Heri pun turut menghilang. Ia hanya bertemu dengan istrinya yang menyodorinya sebuah buku tabungan. Perempuan itu mengatakan suaminya tak bisa ditemui karena berada di rumah istri pertamanya.
Usaha menemui Heri terus ia lakukan. Walaupun sudah enam kali ia menemui Heri untuk mendesaknya melakukan upaya pencarian informasi, tetap tak membawa hasil. Bahkan saat terakhir ia menemui Heri pada tahun 1995 dengan ditemani sekretaris desa, Pandi, dan seorang mahasiswa, Heri memberikan jawaban mencengangkan. Heri mengaku lupa bahwa ia telah merekrut, menampung dan memberangkatkan Halima.
Jawaban menyakitkan ini membuat Sholihin yang ditemani aktivis dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) melaporkan masalah ini ke kepolisian resor Jember. Ternyata usaha ini seperti hanya sebuah pelengkap penderitaan. Kepala Unit “Ruang Pelayanan Khusus” di kantor polisi itu menolak dengan nada tinggi. Laporan mereka tidak bisa diproses karena tidak ada bukti bahwa Halima direkrut oleh Heri.
Demikian buruk nasib yang harus diterima keluarga itu. Halima hilang. Kehilangan adik. Kehilangan anak.
Untuk melaporkan masalah kehilangan seseorang, haruskah keluarga ini mencari barang bukti sendiri? Lalu apa tugas polisi?**
Baca kisah Halima sebelumnya:
Di mana Halima? (1) — Kehilangan Adik. Kehilangan Anak.
No comments:
Post a Comment