23 March 2007

Mengapa Warga Menteng Cuèk ?

MESKIPUN sadar terjadi pelanggaran hukum di balik pembangunan gedung parkir bekas stadion Persija di Menteng, Jakarta Pusat, namun warga perumahan elit yang terpelajar itu tetap cuèk. Demikian ungkap Slamet Daroyni, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta.

“Kami mengerti masalahnya, namun kami tidak bisa berhadapan langsung dengan pihak pemrakarsa (pemda). Tugas kalian sebagai pemerhati lingkungan untuk menyelesaikan masalah ini,” begitu ungkap Slamet mengutip kata warga yang diarahkan pada jaringan pegiat lingkungan.

Warga Menteng terdiri dari berbagai kelompok, kata Slamet. “Ada kelompok mantan pejabat, kelompok pengusaha, kelompok akademisi dan kelompok profesi. Kelompok mantan pejabat dan pengusaha lebih suka mengambil posisi aman dalam kasus ini. Yang selama ini banyak berjuang justru kelompok akademisi dan profesi.”

Kami mengerti masalahnya, namun kami tidak bisa berhadapan langsung dengan pihak pemrakarsa (pemda). Tugas kalian sebagai pemerhati lingkungan untuk menyelesaikan masalah ini.


Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Pudji Siregar, seorang ibu rumah tangga yang giat melakukan protes terhadap pembangunan gedung parkir ini. “Sangat berat sekali mengajak mereka untuk bergerak,” ungkapnya berulang-ulang. Menurutnya masyarakat Menteng masih susah disatukan. Mereka memiliki kepentingan yang beragam.

Ibu muda yang menyelesaikan studinya di Amerika ini mengatakan bahwa untuk menggerakkan warga masih harus melalui kegiatan yang hasilnya segera terlihat. “Maka saya mengadakan kegiatan seperti acara layar tancap ala Menteng yang akan diadakan tanggal 31 Maret 2007 dan penerbitan majalah Menteng Heritage dalam rangka mempersatukan mereka sebelum mengajaknya bergerak,” imbuhnya. Menurutnya, warga masih susah diajak mengurusi hal-hal rumit seperti kontroversi pembangunan gedung parkir itu, apalagi yang berhubungan dengan proses hukum.

Setelah rumahnya terkena banjir Februari lalu, ibu yang penuh semangat ini melaporkan pemrakarsa proyek pembangunan gedung parkir tersebut ke polda DKI. Pemrakarsa proyek tersebut dilaporkan telah melakukan kejahatan lingkungan.

Menurut Slamet yang aktif mendampingi warga, penyusunan dokumen Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) tidak sesuai dengan prosedur karena tidak sepenuhnya mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan. Menurutnya, hal ini menyalahi UU No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).**

No comments:

Post a Comment