28 July 2007

Martinus Lagu: Menjadi Petani Organik Lebih Untung daripada Jadi Tukang

Sebelum jadi petani organik, Om Tinus adalah tukang bangunan. Sebagai tukang bangunan, pekerjaannya jauh lebih berat dari petani. Selain itu ia juga sering meninggalkan keluarganya kalau lagi dapat pekerjaan yang jauh dari desanya. Meski pekerjaannya berat, penghasilannya sebagai tukang boleh dibilang rendah. Dalam waktu 1-2 bulan, ia hanya mendapatkan penghasilan tak lebih dari Rp 1-2 juta.

Setelah mengenal pertanian organik, ia melihat ada peluang yang bisa diraih. Ia tinggalkan pekerjaannya sebagai tukang dan beralih menjadi petani organik dengan usaha utamanya memproduksi pupuk organik. Setiap hari ia bisa memproduksi rata-rata 1,5 ton pupuk organik, dengan harga jual Rp 1.000; per kg. Bisa dihitung berapa rupiah yang bisa ia terima setiap harinya. Padahal dia tidak mengeluarkan uang sedikitpun untuk membuat pupuk organik karena ia menggunakan kotoran hewan sendiri yang dikandangkan dan bahan-bahan lain yang ada di sekitarnya.

Karena pembuatan pupuk ia lakukan di rumah, maka selain membuat pupuk, Om Tinus juga bisa mengerjakan pekerjaan lain, seperti menanam sayur untuk konsumsi keluarga sendiri. Dengan menghasilkan bermacam-macam sayur tanpa biaya, dia pun bisa menghemat sekitar Rp 200.000 per bulan, karena tidak lagi mengeluarkan uang untuk membeli sayur. Selain itu, dia juga menjual EM4 dan pestisida organik.

Keuntungan lain datang dari sawahnya yang kecil, yang diolahnya secara organik. Dia tidak menggunakan pupuk untuk sawahnya, tetapi hanya menerapkan pengolahan dan cara tanam secara organik. Hasilnya, produksi meningkat, sementara pengeluaran untuk mengolah sawah menurun, karena tidak perlu lagi beli pupuk kimia. Dengan meningkatnya produksi, jumlah beras yang dibeli pun menurun. Kini, pekerjaan Om Tinus selain lebih ringan, penghasilannya pun jauh lebih besar.

No comments:

Post a Comment