Albert B. Buntoro
Sekali waktu Fredy Turot warga asli Papua datang berkunjung ke rumah sahabatnya. Ini adalah kali pertama Fredy keluar dari desanya yang sangat terpencil. Setelah lama mereka berdiskusi Fredy berujar, ‘Bapa, saya ingin sekali ke WC untuk kencing.’ Seperti kebiasaannya, si pemilik rumah hanya memberikan petunjuk sambil menunjukkan jarinya ke arah belakang bahwa letak WC ada di sebelah almari pendingin.
Dengan wajah sedikit bingung Fredy mengikuti petunjuk tersebut. Selang beberapa menit Fredy kembali ke ruang tamu dengan raut wajah yang menampakkan kekaguman terhadap sahabatnya. Sebelum masuk dalam pembicaraan serius mereka, tiba-tiba Fredy berkata, ‘Saya kagum dengan Bapa punya WC. Rasanya begitu sejuk dan ada lampu menyala secara otomatis setiap kali saya membuka pintu WC untuk kencing.’ Spontan ketika mendengar cerita Fredy, sang pemilik rumah segera beranjak dari tempat duduk untuk membersihkan kulkasnya.
Kisah ini adalah pengalaman sebenarnya yang diceritakan oleh salah seorang pastor yang sudah berkarya cukup lama di Papua. Buat saya cerita ini cukup menggelikan ketika pertama kali mendengarnya. Namun ketika menuliskannya kembali cerita tersebut ke dalam buku harian, terlintas pikiran akan rendahnya sumber daya manusia di Pupua. Indeks Pembangunan Manusia yang diberitakan meningkat sulit ditemukan acuan kenyataannya di pulau cendrawasih yang sebagian besar daerahnya jauh dari akses informasi.
Salah satu cara untuk meningkatkan ‘kualitas manusia’ di Papua, khususnya generasi sekarang ini adalah dengan mendekatkan akses informasi terhadap warga. Dan upaya yang bisa dilakukan dalam waktu dekat ini adalah dengan membangun sebuah ruang berkegiatan dan belajar bagi warga, termasuk anak-anak. Sebagai langkah awal yang sudah saya lakukan selama kurang lebih dua bulan berkarya di Papua adalah dengan mendekati orang-orang kunci dan membangun perpustakaan kampung.
Saat ini perpustakaan kampung berukuran 40 meter persegi sudah terbangun. Sebagian besar buku-buku dari sumbangan para donatur sudah terkumpul, lebih dari 15 kardus berukuran sedang (seperti kardus air mineral gelas) dengan rata-rata berat 15–20 kg (1kg = Rp18.000 via Pos Indonesia) dan masih ada sumbangan lain yang akan datang. Kendala yang ada saat ini adalah belum tersedianya cukup dana untuk biaya pengiriman buku-buku ke desa kami. Jika anda terketuk untuk menyisihkan sebagian penghasilan dari hasil kerja keras anda, silahkan menghubungi Albertus Bambang Buntoro di nomor 081210835203
Usul lengkap saya kirim dapat Anda lihat pada links menuju ke penempatan files scribd.com ini. Mohon sekali klik di sini: Perpustakaan Anak-anak Ayawasi, Papua dan Pendanaannya. Dan sebagai pertanggungjawaban, saya akan mengirimkan laporan kemajuan baik berupa kegiatan yang sudah kami lakukan maupun laporan keuangan (penerimaan dan pengeluaran) kepada para penyumbang setiap bulannya via pos atau email.
Perlu diketahui bahwa akses komunikasi ke desa saat ini masih menggunakan radio, karena belum ada sinyal; selain menggalang dana dari para donatur, upaya lain yang juga kami lakukan dalam rangka mencari dana guna penguatan kapasitas warga Papua adalah juga dengan membangun usaha di bidang perikanan, peternakan, dan perkebunan. Kegiatan ekonomi ini juga kami lakukan untuk menyokong kebutuhan pangan warga dengan harga terjangkau. Tidak adanya transportasi membuat harga barang di desa kami sangat tinggi. Dari dana pinjaman dengan syarat pengembalian yang relatif ringan, saat ini kami sudah membuat 10 kolam ikan yang sudah terisi kurang lebih 5.000 bibit ikan dan kebun sayur seluas kurang lebih 500 meter persegi. Kami juga masih menerima sumbangan buku dari berbagai pihak.
Terimakasih atas partisipasi anda untuk karya-karya di desa kami. Surat dan proposal ini bisa disebarluaskan ke berbagai pihak.
Salam hormat saya, Albert di Ayawasi, Papua
No comments:
Post a Comment