Masih terekam jelas saat memperingati Hari
Anti Narkoba, di Istana Negara 30 juni 2006 lalu, Presiden SBY mengatakan
dirinya tidak akan mengampuni serta menolak permohonan grasi bagi para penjahat
narkoba. Pada saat itu, Presiden menegaskan bahwa dirinya memilih untuk
menyelamatkan generasi bangsa dibandingkan memberikan grasi kepada mereka yang
menghancurkan masa depan bangsa.
Pada kesempatan yang sama SBY mengatakan bahwa
para kepala pemerintahan dan kepala negara ASEAN telah menyerukan perlunya
memperkuat kerja sama guna melawan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Sayangnya sepanjang dua tahun terakhir, Presiden
justru memberikan grasi kepada empat terpidana kasus narkoba diantaranya Mereika
Pranola alias Ola alias Tania, Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid,
Schapelle Leigh Corby, dan Peter Achim Franz Grobmann. Pemberian grasi pada terpidana kasus narkoba menunjukan Presiden
SBY seorang yang tidak konsisten, “menjilat ludahnya sendiri”. Banyak pihak
mencurigai hal lain dibalik grasi untuk terpidana mati kasus narkoba.
Peningkatan
Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba Di Indonesia
|
||
Tahun
|
Prevalensi
Penyalahgunaan
Narkoba
|
% thd Jumlah
Penduduk
|
2009
|
3,60 juta orang
|
1,99
|
2010
|
4,02 juta orang
|
2,21
|
2011
|
5,00 juta orang
|
2,80
|
Sumber: Hasil Survei
BNN & Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Universitas Indonesia,
2009-2011
|
Masih soal Kasus Narkoba pemerintahan SBY acapkali melakukan kebohongan public.
Pemberian grasi pada Schapelle Leigh Corby
misalnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan Juru Bicara
Istana Julian Aldrin Pasha ketika itu tidak jujur memberi keterangan tentang
grasi pada Corby. Dulu mereka menyebut grasi hanya untuk Corby, dengan berbagai
dalih diplomasi dengan Australia.
Belakangan diketahui ada grasi juga untuk
Grobmann bersama dua WNI yang diberi grasi pada Desember 2011 dan Januari 2012,
ini yang tak pernah disebut- sebut. Itu pun belum termasuk yang terbaru soal
grasi untuk Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed.
Denny Indrayana dulu juga
berkilah bahwa grasi terhadap Corby telah sesuai pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Namun belakangan terungkap bahwa ternyata MA justru menyarankan agar grasi
kepada Schapelle Leigh Corby, dan Peter Achim Franz Grobmann ditolak. Tudingan Pemerintah SBY penuh kebohongan,
menutup-nutupi sesuatu, sangat beralasan.
SBY
Langgar Konstitusi
Pemberian grasi oleh Presiden memang dijamin oleh Konstitusi kita,
namun perlu dipahami dalam Pasal 14 ayat 1 UUD 1945 mengatur pemberian grasi
oleh presiden dengan mempertimbangkan pertimbangan MA. Sementara dalam kasus Mereika Pranola alias
Ola, Schapelle Leigh Corby, dan Peter Achim Franz Grobmann MA dengan tegas
menyarankan agar Presiden SBY menolak permohonan grasi tiga warga asing ini. Dalam
penerapan grasi kepada penjahat narkoba, pandangan dan sikap MA sangat tegas
dan jelas. Bahwa pengedar narkoba haruslah mendapat ganjaran hukuman terberat.
Namun pertimbangan MA tak dipatuhi presiden SBY.
Kekuatan para pembisik orang terdekat ternyata lebih ampu ketimbang konstitusi.
Situs berita inilah.com minggu, 11 november 2012 menulis pada Jumat
(09/11/2012), Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengaku telah memberikan
masukan kepada presiden atas permohonan grasi Ola. Dengan alasan kemanusian, mantan Sekretaris
Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat itu, menyarankan agar Presiden SBY mengabulkan
grasi tersebut.
Sementara
itu pemberian grasi pada terpidana Narkoba membuat Ketua Mahkamah Konstitusi
(MK) Moh Mahfud MD geram. Dirinya meyakini bahwa ada mafia narkoba yang berada
di balik pemberian grasi tersebut. Pernyataan Mahfud ini membuat Istana miris Menteri
Sekretaris Negara, Sudi Silalahi, keberatan dan merasa terhina atas tudingan Mahfud
ini. "Suatu tuduhan yang sangat keji saya kira. Ini mencemarkan nama dan
lembaga kepresidenan," kata Sudi Jumat, 9 November 2012 seperti dikutip Tempo.co.
Namun Mahfud tetap mengaskan dirinya memiliki bukti terkait dengan dugaan mafia
narkoba di lingkungan Istana setelah pemberian grasi terpidana kasus narkoba,
Meirika Franola alias Ola.
Negara Kehilangan Perannya, kehilangan
kepercayaan public. Bangsa semakin kehilangan martabat. Saya kira penting ada
sebuah gerakan pembaharuan pemikiran tentang ke-Indonesiaan. Jujur bosan dengan
dinamika beberapa waktu terakhir sangat kompleks sekaligus memuakkan. (Chelluz Pahun)
No comments:
Post a Comment