Saat itu tubuh Ceriyati yang amat
kurus, penuh luka dan memar termasuk di wajahnya akibat ulah majikannya.
Ceriyati jelas bukan satu-satunya. Sebut saja Sebet, bukan nama sebenarnya, TKW
asal Jawa Timur yang harus melahirkan bayi hasil tindak perkosaan seorang sopir
taksi sesaat setelah ia kabur dari rumah majikannya akibat tak tahan atas
perilaku sang majikan.
Nasib serupa juga dialami
Tukiyem, TKW asal NTB yang kini tengah hamil 7 bulan. Kehamilannya kini juga
akibat diperkosa seorang oknum Rela atau petugas yang merazia para TKW yang
sebelumnya berdalih untuk menolong.
Kisah tragis TKI tak berhenti
disitu, kurang dari sebulan terakhir
berita tentang TKI di Malaysia
kembali menghangat mulai dari informasi ancaman hukuman pancung bagi dua orang
TKI asal Kalimantan terkait tuduhan pembunuhan, selebaran iklan TKI on Sale
hingga kasus pemerkosaan seorang TKW oleh 3 oknum Polisi Diraja Malaysia.
Malaysia, memang menjadi surga
sekaligus neraka bagi pekerja asal Indonesia selama bertahun-tahun. Dikatakan
surga, karena banyak lowongan kerja tersedia di negeri tetangga itu mulai dari
perkebunan sawit, penata laksana rumah tangga, hingga teknisi elektronik.
Kasus pemerkosaan TKW berusia 25
tahun oleh tiga orang personel Polis Diraja Malaysia. Diperkosa di kantor
polisi Bukit Mertajam, Pulau Penang, pada pukul 06.00, tanggal 9 November 2012 bukanlah
yang pertama menimpa TKW Indonesia. Berdasarkan data BNP2TKI, pada 2011 saja
terdapat 2.209 pelecehan/kekerasan seksual, dan 535 orang pekerja migran
perempuan Indonesia yang kembali ke tanah air dalam keadaan hamil.
Sementara data Satgas Pelayanan
dan Perlindungan TKI KBRI di Malaysia, menunjukan kasus kekerasan seksual yang
menimpa TKW di Malaysia mencapai 5 persen atau 50 orang tiap tahunnya dari
total jumlah TKW Indonesia yang mencapai 2 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar
10 orang tiap tahunnya melahirkan bayi
hasil perkosaan.
Tingginya jumlah kasus kekerasan
seksual, termasuk perkosaan, yang dialami oleh pekerja migran Indonesia di
berbagai negara tujuan kerja, belum diimbangi dengan ketersediaan layanan yang
sesuai standar pemenuhan hak-hak dasar korban.
Nasib tragis yang dialami oleh
TKI sejak lama terjadi, mulai dari kekerasan seksual, hukuman mati, dan
perdagangan organ tubuh. Jauhnya jarak dan minimnya pemberitaan yang mengungkap
kasus-kasus yang menimpa TKI membuat sebagian dari kita luput mengetahuinya.
Kondisi itu bertambah
memprihatinkan ketika peran pemerintah pun kurang, terutama dalam hal
memberikan perlindungan dan pembelaan hukum. Pemerintah seringkali terlambat
merespons peristiwa tentang TKI dan hanya sebatas menyatakan pendapat atau
protes keras tanpa disertai dengan tindak cepat menyelesaikan permasalahan.
Pemerintah memang menetapkan
status moratorium atau penutupan sementara penempatan TKI ke Malaysia. Saat
ini, dari 15 negara penempatan, terdapat lima negara yang cukup besar jumlah
TKI bermasalah dan Malaysia menempati posisi tertinggi kedua.
Jika dilihat kuantitas, selama
Januari-Mei, dari sedikitnya 1.410 orang TKI bermasalah di beberapa negara.
Posisi teratas di Arab Saudi 776 orang TKI bermasalah, disusul Malaysia 252
orang, Suriah 196 orang, Yordania 84 orang, dan Uni Emirat Arab 70 orang,
sisanya di beberapa negara lainnya.
Data Crisis Center BNP2TKI sejak Juni 2011 lalu menerima 9.384 aduan dari
TKI, keluarganya, maupun pihak lain. Aduan masuk lewat telepon, surat
elektronik, surat, faksimili, maupun tatap muka secara langsung. Namun dari
jumlah itu, baru 4.371 kasus yang terselesaikan.
Pengaduan terbanyak berasal dari
Provinsi Jawa Barat (3755 aduan kasus), Nusa Tenggara Barat (849), Banten
(445), Jawa Tengah (587), dan Jawa Timur (366).
* Chelluz Pahun
No comments:
Post a Comment