MASIH membekas dalam ingatan kita beberapa tahun silam tentang ratusan orang yang dianggap dukun santet di Banyuwangi. Mereka dibantai sedemikian rupa sehingga tercipta situasi ketakutan massal pada masyarakat Jawa Timur. Laporan media massa menyuratkan peristiwa itu terjadi secara serempak, berpola sama dan sering diawali dengan penyebaran kabar burung tentang akan terjadinya pembantaian yang menakutkan.
Selalu ada skenario di balik sebuah peristiwa konflik yang berdarah seperti itu, demikian ungkap George J Aditjondro dalam sebuah diskusi terbuka (25/4) di Jakarta. Menurut konsultan peneliti dari Yayasan Tanah Merdeka dan pengajar di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ini, kasus dukun santet tak lain sebuah pembunuhan terhadap kyai-kyai muda yang vokal dan kritis di Jawa Timur saat itu.
Bukan hal yang tidak sengaja setelah beberapa waktu kemudian saat masyarakat masih dalam kondisi sedemikian ketakutan, tiba-tiba George Soros menanamkan modalnya pada bidang usaha tembakau transgenik di Jawa Timur. Menurut pakar kekayaan Soeharto itu, operasi intelijen sudah merupakan sinergi yang luar biasa hebat antara modal dan militer. Dalam konteks permasalah ini, peristiwa-peristiwa seperti kasus pembantaian "dukun santet" merupakan upaya mematahkan resistensi lokal terhadap usaha pemaduan bisnis dan militer ala Soros itu yang tentunya membutuhkan jalan lempang di medan persaingan dan keseimbangan politik ekonomi yang nyata.
Hal seperti di atas juga terjadi pada konflik etno-keagamaan di Poso, Sulawesi Tengah. Setelah konflik reda terlihat empat kelompok yang muncul belakangan sebagai pihak yang paling diuntungkan. Menurut Aditjondro, mereka adalah “Hartati Murdaya, Hendropriyono, Artha Graha Group, Arifin Panigoro dan Adi Sasono.” Mereka selalu berelasi dengan intelejen. Menurut Aditjondro, Hartati Murdaya punya kaitan dengan Hendropriyono. Artha Graha Group juga berelasi dengan Hendropriyono. Adi Sasono dikatakan membiarkan dana pengembangan ekonomi kerakyatan dikorupsi secara besar-besaran.
Menurut Umar Abduh dari Center for Democracy and Social Justice Studies (CeDSoS), Jakarta, sudah 40 tahun struktur intelijen --baik yang ada di Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) maupun kepolisian-- beroperasi seperti mesin kekuasaan. Dalam berbagai penelitian yang dipelajarinya, Abduh menganalisis bahwa dinas intelijen menginginkan masyarakat saling terpecah belah, bertentangan dan mudah diadudomba. Kemudian, secara piawai mereka akan mendiskreditkan satu kelompok tertentu sebagai biang keladi. “Ada upaya-upaya sistematis untuk mengalihkan persoalan,” kata Abduh, yang juga melakukan kontak langsung dengan pihak BIN.
Kepala Kajian Islam di CeDSoS ini berpendapat, pihak intelijen piawai dalam menciptakan situasi seolah-olah justru masyarakat membutuhkan inteligen. Kemudian, peneliti ini mengutarakan bahwa kondisi puncak yang diinginkan intelejen adalah masyarakat yang apatis dan skeptis terhadap praktek totalitarianisme di hadapan mereka.
Lebih ekstrim lagi, menurut Abduh, seorang petinggi intelijen kurang peduli pada nasib rakyat yang menjadi korban kekerasan. Abduh memperkuat pendapatnya itu dengan mengutip kata-kata seorang pejabat tinggi intelijen. “Salah masyarakat sendiri jika tak bisa membaca apa yang diinginkan negara yang notabene tulang punggungnya intelejen.”
Abduh juga berpendapat bahwa semua ideologi dan agama secara falsafah menolak praktek intelijen. Namun kenyataannya seluruh ideologi dan agama justru ada dalam genggaman intelijen.
Banyak indikasi menunjukkan intelijen selalu berkeinginan mendukung suatu agama. Bahkan mereka juga ingin mengontrol semua agama sekaligus menciptakan perasaan saling membenci dan curiga. Intelijen tak hanya mengawasi namun juga memeliharanya. Bahkan jika kondisi belum matang, mereka akan mematangkannya, kalau memang mereka menginginkan satu rencana segera dilakukan.
Untuk itu, Abduh menasihati masyarakat: “Jangan sampai orang-orang pergerakan terjerumus dan terjebak oleh intelijen. Hal yang harus kita lakukan adalah membongkar rencana-rencana intelejen.” Begitu rencana intelijen terbongkar, rencana itu pasti tidak akan jadi dilaksanakan.**
Categories: [Apa?_] [Kebijakan_]
26 April 2006
“Jangan Sampai Terjerumus dan Terjebak oleh Intelijen.”
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 1:08 AM 0 komentar
20 April 2006
"Pentingnya" peranan sang sekretaris
Hai teman-temanku, yang sedang berada di depan komputer ini, hari ini, 20 April 2006, aku terpengarah dan terkejut menyadari “betapa pentingnya" tugas dan peranan seorang sekretaris sebuah kedutaan besar dari salah satu negara Timur Tengah. Seorang sekretaris bisa berpeluang ikut menyengsarakan nasib seorang pembantu rumah tangga migran Indonesia yang hilang di kawasan itu lho …!
Aku baru menyadarinya setelah secara tak sengaja suatu hari kuketahui teman kosku ternyata bekerja sebagai sekretaris kedutaan besar dari salah satu negeri di kawasan itu di Jakarta. Sebut saja namanya Emina, tentu saja bukan nama sebenarnya lho, soalnya aku belum sampai hati membukanya, sekaligus aku juga masih mengharapkan dia bantu kami sich..
Emina ini cerita tentang dirinya yang sudah lama bekerja di kedutaan negara tersebut. Suatu saat datang surat dari dirjen pajak meminta kedutaan mengirimkan daftar nama pegawai lokal untuk dibuatkan nomor wajib pajak. Karena takut akan terkena pajak penghasilan, dia berusaha menghindarinya dengan bilang pada bosnya "surat tersebut tidak penting, lebih baik dicueki saja. Tentu saja si bos manggut-manggut saja, karena sudah demikian percaya kepadanya. Maklum ia karyawati lama di kedutaan itu. Ia mengaku sering melakukan hal serupa pada surat-surat lain. Asumsi saya dia pasti punya tugas menyeleksi surat-surat yang masuk dan memberi keterangan penting atau tidak mengenai isi surat-surat tersebut sebelum disampaikan kepada sang duta. Tampaknya baginya surat-surat yang penting adalah surat-surat yang berkaitan dengan pertemuan, jamuan makan, rapat, dst. dengan para pejabat. Mungkit banyak lagi surat lain yang nasibnya sama dengan surat dari dirjen pajak tersebut. Dianggap tidak penting dan menyarankan si bos untuk nyuèkin surat tersebut.
Aku langsung terperangah dan terkejut mendengar kreativitas temanku itu. Aku menghela nafas. Kenapa? Karena, sebulan yang lalu, aku, mewakili lembaga di mana aku bekerja, mengirimkan surat permohonan bantuan kepada bapak Duta Besar Arab Saudi. Surat itu juga aku tembuskan ke berbagai pihak, seperti kedutaan besar Indonesia di Arab Saudi, dan Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi, dll.
Surat itu berkaitan dengan nasib seorang pembantu rumah tangga migran asal Indonesia, namanya Dewi Yulianti, yang “lenyap” begitu saja tak berbekas. Gawat kan? Kenapa aku kirim surat? Karena orangtua Dewi mengadu kepada kami. Dewi bekerja di Arab Saudi sejak tahun 19 Desember 2003 sampai 19 Desember 2005. Namun sampai hari ini, pihak keluarga Dewi tidak mengetahui keberadaannya. Keluarga Dewi sangat kebingungan. Ibunya sakit parah dan menginginkan anaknya untuk pulang ke Indonesia. Didorong oleh rasa ingin membantu, aku berusaha menghubungi PJTKI yang semula memberangkatkan Dewi, yaitu PT Agrelia Putra Sejahtera di Jakarta. Pihak perusahaan tenaga kerja juga membantu kami mencari keberadaan Dewi dengan menghubungi mitra kerja mereka di Arab Saudi. Selain itu, aku berusaha membuat surat permohonan bantuan ke kedutaan besar Arab Saudi di Jakarta agar disampaikan ke pemerintah kerajaan Arab Saudi untuk membantu mencarikan Dewi dan mengembalikan ke Indonesia.
Waktu mendengar Emina bercerita, aku terdiam. Aku tak bisa ngomong. Kutelan lidahku dalam-dalam. Tak kuceritakan padanya bahwa telah kami kirimkan sepucuk surat ke Kedutaan Kerajaan Arab Saudi perihal PRT migran Dewi yang hilang itu. Kemungkinan surat kami itu bernasib sama dengan surat dari dirjen pajak, karena sudah lebih dari satu bulan ini belum juga ditanggapi. Terbayang di kepalaku surat yang mewakili suara dari keluarga Dewi tadi barangkali sudah berada di tong sampah atau di mesin penghancur dokumen, alias tempat pembuangan. Aku tidak tahu harus menjawab apa jika pihak keluarga Dewi menanyakan soal surat yang aku kirim ke Kedutaan Arab Saudi.
Emina ini jelas sekali menjalankan tugasnya ––menyortir surat–– atas sudut pandangnya sendiri. Dari ceritera Emina jelas sekali dia memiliki kekuasaan besar untuk menentukan apakah surat tersebut perlu di-follow up atau tidak. Kalau benar dia menyingkirkan surat-surat protes atau surat permohonan bantuan, itu pasti atas dasar kreativitas dia sendiri. Gila nggak? Teman-teman pasti akan ikut kecewa mengetahui "hebatnya" peranan seorang sekretaris seperti Emina ini. Dan yang celaka tentu saja saya bukan? Dan yang lebih celaka karena nasibnya semakin tak jelas adalah Dewi Yulianti sendiri.
Gimana nih teman-teman? Ada usul nggak? Bagaimana cara membantu menyelesaikan masalah seperti ini?**
Categories: [Buruh Migran_] [Kebijakan_]
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 6:36 PM 0 komentar
Label: buruh migran
Data Pribadi Dewi Yulianti Pun Ikut "Lenyap" .. Coba Buktikanlah Sendiri ..
Gambar yang ada di sebelah ini hanyalah "image" dari sebuah halaman webpage yang kami temukan di internet, Kamis, 9 Maret 2006, tapi kini lenyap ..
KABAR tak jelasnya keberadaan Dewi Yulianti sudah berlangsung lebih dari satu bulan ini. Sampai sekarang masih belum jelas juga keberadaannya. Semua pihak tentu mengkhawatirkannya. Apalagi pihak orangtuanya di Banten, Jawa Barat.
Malah ada perkembangan yang rada unik yang baru belakang ini kami sadari, meskipun sebenarnya kami tak terlalu heran. Apa? "Data" Dewi Yulianti yang semula disediakan secara publik di website dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (persisnya Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri) sekarang sudah tak bisa diakses secara publik lagi. Alias, hilang lenyap juga, seperti halnya nasib keberadaan Dewi Yulianti sendiri.
Mengapa kami tak heran dengan gejala semacam ini? Sebab, pendataan siapa-siapa saja yang pergi ke luar negeri menjadi pekerja rumah tangga migran merupakan bagian jual-beli manusia yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait.
Kira-kira sebulan yang lalu kami mencoba mengakses ke website itu, dan kami temukan data seperti yang tertayang pada image file di atas pada posting ini. Tapi sekarang, teman-teman silakan klik sendiri dèh alamat webpage di atas, apakah tampilan yang kiranya mirip dengan yang tertera pada image file (gambar) di atas masih keluar atau masih ada. Barangkali kami salah, maka buktikanlah, apakah gejala ini benar atau tidak, dengan cara mencoba mengisi formulir search yang tersedia (selama masih dipertahankan si pengelola website info TKI itu, tentunya).
Untuk itu, isikan data pribadi Dewi Yulianti yang dapat teman-teman akses dari link yang dapat diklik di sini. Dan bagaimana pun kami berterimakasih karena komunikasi kita berlangsung ... tentu demi Dewi Yulianti dan teman-temannya yang senasib.**
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 3:30 PM 0 komentar
Label: buruh migran
PEKERJA RUMAH TANGGA TERANCAM NYAWANYA DI ARAB SAUDI
Di bawah ini adalah sepucuk surat yang telah kami kirimkan kepada Duta Besar Kerajaan Arab Saudi di Indonesia agar keberadaan seorang pekerja rumah tangga migran Dewi Yulianti yang tak jelas segera diperhatikan. JIka ada di antara teman-teman yang mengetahui keberadaan Dewi, mohon kiranya menyampaikan pengetahuan teman-teman itu kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau langsung kepada kami.
Bapak Duta Besar Arab Saudi yang terhormat,
Kami dari The Institute for the Economic, Social and Cultural Rights, sebuah lembaga pendidikan dan penelitian, termasuk untuk hak-hak para pekerja rumah tangga (PRT) migran, memohon kepada Bapak Duta Besar Arab Saudi, untuk membantu menemukan dan mengurus keperluan kepulangan dari seorang warganegara Indonesia yang sampai sekarang tak diketahui persis keberadaannya di negeri Anda. Nama PRT migran asal Indonesia itu Dewi Yulianti bt Saip Sadiyan, lahir 12 Agustus 1976, pemegang paspor No. AG 608633 dikeluarkan oleh Seksi Surat Perjalanan Khusus (Kantor Urusan Imigrasi Republik Indonesia) pada tanggal 1 Oktober 2003 berlaku sampai 1 Oktober 2008. Alamat asal di Indonesia adalah Kandang Manjangan RT12/03 Sukajaya, Sajira, Lebak, Banten.
Dewi Yulianti tidak diketahui lagi di mana berada di negeri Arab Saudi sejak kira-kira akhir bulan Oktober 2005. Pada waktu itulah Dewi berkontak telepon internasional untuk terakhir kalinya dengan pihak keluarganya di Banten, Indonesia. Kami telah menerima pengaduan dari pihak orangtua Dewi bahwa Dewi, pertama, telah tidak dibayar upahnya selama lebih dari dua tahun bekerja, dan kedua, Dewi telah bekerja keras melebihi batas jam kerja yang normal tanpa diperbolehkan mengambil istirahat sama sekali. Di samping itu, masa kerja Dewi telah melampaui batas waktu kontrak perjanjian kerja selama dua tahun, yaitu dari 19 Desember 2003 s.d. 19 Desember 2005. Padahal, dalam perjanjian kerja dinyatakan bahwa jika Dewi hendak memperpanjang masa kerjanya, ia harus pulang ke Indonesia terlebih dahulu. Namun sampai sekarang sama sekali tak ada kabar dari Dewi di mana gerangan ia berada dan bagaimana keadaannya.
Dewi Yulianti: SOS!
Dewi bekerja di Arab Saudi pada majikan bernama Nayif Muhammad Faza Al-Anzi, warga negara Arab Saudi, yang berkedudukan di Gurayat, Saudi Arabia (No. Telp. +96 64 8416852/642 2894). Dewi diberangkatkan sebagai PRT migran oleh PT Agrelia Putra Sejahtera, Jl. Betung Raya 282, Pondok Bambu, Jakarta Timur 13430, Indonesia (+62 21-8602861/fax: +62 21 8631557) pada tanggal 18 Desember 2003. Perusahaan jasa TKI ini juga telah berusaha menanyakan kepada pihak majikan tentang keberadaan Dewi. Namun majikan itu membantah bahwa ada seorang TKI bekerja sebagai PRT di rumahnya. Perusahaan ini juga telah mendesak pihak Kedutaan Indonesia di Riyadh dan di Jeddah, Arab Saudi, agar memulangkan Dewi ke Indonesia, namun sampai sekarang tak ada kabar perkembangannya.
Dan sekarang orangtua Dewi di Banten, Indonesia, tidak mampu berbuat apa-apa untuk meminta Dewi pulang ke Indonesia setelah tak ada dan tak bisa kontak kabar lagi dengan Dewi. Pihak keluarga Dewi menghendaki dua permintaan kepada pihak Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia. Pertama, secepatnya membantu memulangkan Dewi ke Indonesia, kedua, memastikan bahwa kepada Dewi dibayarkan upahnya sesuai dengan perjanjian selama jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja.
Kami dari Institute for the Economic, Social and Cultural Rights mendesak Bapak Duta Besar Arab Saudi di Indonesia agar segera membantu memenuhi permintaan dari keluarga Dewi.
Hormat kami,
Institute for the Economic, Social and Cultural Rights
Categories: [Buruh Migran_]
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 3:28 PM 0 komentar
Label: buruh migran, Indonesia, pemerintah
19 April 2006
Subsribe — Berlangganan
Jika Anda ingin berlangganan setiap perkembangan tulisan-tulisan kami, silakan mengisi kotak isian di bawah ini dengan alamat email Anda.
To subscribe, enter your email below.
If the above subcription dialog box does not work well, please click this below link option: Subscribe to The Institute for Ecosoc Rights.
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 8:36 PM 0 komentar
STORIES FROM INDONESIAN MIGRANT DOMESTIC WORKERS
Photo's caption: An Indonesian migrant domestic worker was found dead after she fell down from a high floored apartment in Singapore. Source: Video published by the Singaporean Ministry of Manpower, n.y.
FROM SINGAPORE: SUICIDES AND FATAL ACCIDENTS
My work was heavy, I worked from 5:30am to 11pm without any rest. .. My food intake was rationed.. I frequently did not feel like eating because I was too stressful, and had no appetite at all. I tried to survive but I became more distressed by the day – a heavy workload, loss of appetite, continuous confinement in the house, shouted at, scolded and beaten.
Eventually I was in despair and it came to a point when I once tried to kill myself. At that time, there was nothing on my mind except committing suicide. I opened the window and I jumped through. I fell from the second floor. I did not know what happened next.
––from an interview conducted by the Institute for Ecosoc Rights with migrant domestic worker 18-year Robingah, from Banyumas, Central Java, Indonesia, working in Singapore in 2001
––Human Rights Watch has published its comprehensive report on the condition of Robingah's friends in Singapore.
FROM TAIWAN: SEXUAL, PHYSICAL ABUSE
Many migrant workers work 16 to 18 hours a day and can't get overtime pay. Furthermore, many workers are not given any days off each week. Some female domestic helpers are even raped or physically abused by their employers. These workers are not only victims of the Taiwanese legal system but also victims of physical and sexual abuse.
––O'Neil, the director of Hope Workers’ Center, Taipei, quoted by Taipei Time, 29 Dec 2003
FROM MALAYSIA: PHYSICAL ABUSES
One day, my female employer was angry when I was ironing clothes. She sternly said I failed to neatly ironing them. And she slapped my face at once. She then forcefully took the hot iron from my hands and put it on my breast ...
––Story of 19-year Nirmala Bonet, Indonesian domestic worker in Malaysia,Kompas, 21 May 2004
FROM HONG KONG: WORK EXTORTION
Along several months working, I met of problems with my employer. The employer always inhibited my freedom. I could not go out from work place, fully working hours and no time for taking rest. I woke up at 6am and went to sleep at 2am. I might not allow going to sleep less than 10pm and only had once meal in a day. Moreover, I only could eat after finishing my work. I got HK$2,200 (~US$283) every month.
––Puji, Indonesian migrant domestic worker from Magetan, East Java, Indonesia, working in Hong Kong – quoted from Suara Indonesia newspaper, January 2003
FROM MIDDLE EAST: DEATH SENTENCES
Madam... I ask you in the name of God and humanity.. to help me because I have no one who could help me here in Saudi Arabia. My poor family has done everything they could but I believe they have lost hope.. I beg you madam to understand my letter.. In this prison.. we cannot have contact with the outside world, we cannot defend ourselves...
––Siti Zainab, 32-year Indonesian domestic worker, from Bangkalan, Madura, East Java; she was reported to be detained. Migrants in Saudi Arabia are forced to suffer in silence and solitude
––Amnesty International, 2000
FROM JAPAN: WOMEN TRAFFICKING
Just before departure, an agency official asked nice Indonesian girl Dewi to sign a work contract she thought decent. She realized she was not given chance to carefully read it. She just signed it yet only on arrival in Japan did Dewi and her friends know that the contract contained an ac-knowledgement of debt for ¥5 million (~US$ 42,491). The girls were told by their Japanese employers that the amount represented the total costs they had to pay back working in Japan. To pay off so huge a debt Dewi was forced to sell her body. .. Every night Dewi was forced to sleep with visitors to the bar.
–-Tempo newsweekly, January 6-12, 2004
WHAT COULD WE LEARN FROM THESE STORIES?
LEGALIZING SLAVERY IN MODERN WOLRD ... Many governments have consented the practice of forced labor or slavery nowadays. You may consider these four facts, firstly, many governments do not recognize the rights of the migrant domestic workers in their respective employment laws; secondly, their consent to the free market regime that everything is subjected to the market mechanism, such as determining wage standard, work placement fees, work conditions, etc.; thirdly, they have also unfairly applied further restrictive measures against migrant work-ers by charging security bonds, deportation, discrimination, and ironically using discourse on trafficking as well, and not chiefly on migrants’ human rights issues, instead; fourth, they allow an exploitative system that takes too high broker and service fees and in turn it conditions appalling women trafficking.
QUOTATION
Forced labor means “.. all work or service which is exacted from any person under the menace of any penalty and for which the said person has not offered himself voluntarily. ..” (ILO’s No.29 Convention on Forced Labor)
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 3:44 PM 0 komentar
Label: buruh migran, English-version, Human trafficking, Indonesia
WHAT DO WE WORK ON?
HERALDING human rights analysis as our framework and norm in our research and delivering services, currently we focus on, first, helping resolve the problems of the migrant workers from Indonesia who are mostly working in Asia Pacific and Middle Eastern countries; second, conducting trainings of public budgetting analysis for indigenous people but also local councillors of Lembata district in East Nusa Tenggara.
Earlier we helped improve city poor people's participation in making public decisions, and lastly, we conducted similar activities focusing on malnutrition and hunger phenomenon in Indonesia with a deep down case study in E. Nusa Tenggara.
The first round of the first two programs are finishing soon. As we have concluded a review and assessment of what are the tasks of migrant worker attaches in Singapore and Malaysia we are looking forward to push through a proposed scheme of improved protection for the Indonesian migrant workers, particularly with serious problem of un-documentation.
On the Indonesia migrant workers issue, we conducted research and advocacy projects:
- to initiate overall protection perspectives for the stakeholders, i.e. 1) migrant workers associations and unions, including their families, and the NGOs working for them, 2) the governments, central and district levels, and 3) the recruitment and placement agencies to start drafting district level regulation for protecting the clean, due process from pre-departure up to re-integration. We have already published the study results, unluckily, still in Indonesian language. Please do see the post on the book. You may have the book for free only pay the shipping. Contact our secretary Indah MFP at ecosoc@cbn.net.id or ecosocrights@gmail.com.
- the suicide and fatal accidents phenomena befalling over 100 migrant domestic workers in Singapore; from 1999 up to 2005 there have been 124 of them found dead after falling from high apartment buildings. We have also published the result in a book published in 2005 entitled Women's body manipulation in silenced private domain: The problems of Indonesian migrant workers in Singapore. See the post on this publication.
- the rampant exploitation against migrant workers in the transit system for their return to village origins in Terminal 3 of the Jakarta international airport of Sukarno-Hatta; this post to the publication of this research: The transit system of the return of the Indonesian migrant workers at Terminal III of the Jakarta airport and the Tanjung Priok's Jakarta port -- Analysing the problems and reconsidering solutions.
- problem mapping of the Indonesian migrants working overseas from recruitment process, during their working period overseas, and after they return to the country
- to build database of the Indonesian migrant workers that will help the networking to monitor human rights abuses against them
- See our articles on Indonesian migrant workers.
On hunger in Indonesia, we focus
- to conduct comprehensive, comparative research on hunger in East Nusa Tenggara province with case studies in four districts of W. Sumba, E. Sumba, Southern Timor Tengah (TTS), Sikka and also the provincial capital of Kupang. We have produced booklet containing the research result in February 2007. Please contact us for the copy.
- to build networking in an attempt to resolve the malnutrition and hunger problems through campaign and advocation activities. We focus particularly in East Nusa Tenggara and West Java, both are the epicenter of the hunger phenomena during 1998 until 2005,
- to conduct assessment on hunger problem in East Nusa Tenggara. At the present we finalize our recent field researches in five selected districts of Kupang city, Kupang, West Sumba, East Sumba, Southern Central Timor and Sikka. We identify the main causes of hunger in the areas.
- We also produce video documentation, depicting the depth of the hunger problem and the local people’s efforts to resolve it.
- See our articles on malnutrition, famine and hunger in Indonesia, particularly East Nusa Tenggara.
On the acute diverse economical, social, political problems of the Jakarta metropolitan city, the capital of Indonesia, we focus on conducting participatory research to help define innovative measures to improve city poor people’s participation in making public decisions that directly affect their life. As we know the fast growing Jakarta yet not in a discrete fashion is yet to intervene for resolving acute city problems like traffic jam and inefficiency only with taking unpopular, short-cut policy like forceful evictions. There are two main objectives of this on-going research:
- To identify main reasons why public participation of the poor is very crucial to improve current sloppy city management,
- To identify possible concrete solutions to achieve public recognition of the poor people’s basic rights in their participation of any city policy making.
We recently publish book expounding the results of the research. You may see the introduction made by noted architect and 'culture man' Marco Kusumawijaya. You may also get the book by contacting us. Click here for post on the book.**
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 3:43 PM
Label: budaya, buruh migran, English-version, Kebijakan, korupsi, Liberalisasi
FACTS ABOUT MIGRANT DOMESTIC WORKERS FROM INDONESIA
WITH the globalization of the world economy, migrant workers, especially women, are becoming the essential components and instruments of the global market system. Contemporary labor migration provides a “global workforce” that is mobile, cheap and frequently responsibility-free, both for employers and governments.
DO YOU KNOW?
- In 2000, the world has 175-million international migrants, half of which are women. Meanwhile, one of 10 of the population of the more developed countries are migrants. And, 800.000 Asian women workers migrate each year.
- In 2005 Singapore has about 150,000 migrant domestic workers, coming from Indonesia (55%) and the Philippines (40%), and the rest from Sri Lanka, Thailand, Myanmar, India and Bangladesh. From 1999 to 2005, at least 147 migrant domestic workers were killed for suicide and work mishap, mostly fell down from tall buildings; 124 of the latter originate from Indonesia.
- In 2001 Hong Kong has 85% women of all 652,810 migrant workers from the Asian countries of the Philippines, Indonesia, Thailand, India and Nepal. In 2003 the migrant domestic workers amounted to about 200,000.
- In 2001 Taiwan has 330,000 migrant workers and 100,000 of them are migrant domestic workers and has 5,900 undocumented migrant workers. Worse, because about 75% of them have fake documentations.
- In 2001 Japan has had 1,159,000 migrant workers the majority of whom come from South Korea, China and Brazil.
- In 2003 Saudi Arabia has 500,000 migrant workers and 90% of them are women.
- In 2003 Malaysia has 233,204 migrant domestic workers, mostly come from Indonesia.
INTERNATIONAL REMITTANCE
- In 2001 the remittance amounted to US$ 71 billion. This is 17% higher than the financial aid from the official development assistance (ODA) in 1990. This also parallels with 44http://www.blogger.com/img/gl.link.gif% of the total foreign direct investments.
- In 2003, the remittance of the migrant workers added up to US$ 90 billions.
- An increase of 10% of this remittance may result in 1,6% decrease of the poor population in developing countries.
WHAT COULD WE LEARN FROM?
Though economic contributions of the migrant workers may be statistically measured, it is a dearth of data to appraise how much the cost that they have to pay and how much suffering they have to endure for the deficiency of protection for them in both sending and receiving countries of migrant workers.
CONTACT ADDRESS
Tebet Timur Dalam VI-C/17
Jakarta 12820 INDONESIA
Ph./Fax: 62-21-830 4153
Email: ecosoc@cbn.net.id; ecosocrights@gmail.com
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 3:41 PM 0 komentar
Label: buruh migran, English-version, Human trafficking, Indonesia
18 April 2006
WHAT SHOULD WE DO TO HELP MIGRANT WORKERS?
Caption: Indonesian migrant domestic workers gathered in their hometown to discuss their future plans to fight for their rights.
OUR AGENDA ..
None among receiving countries for migrant workers have ratified the convention of protecting migrant workers, including the United State of America and the member countries of European Union.
Therefore, we call
on all countries:
- to recognize migrant workers’ rights as basic human rights by ratifying and implementing all international legal instruments that promote and protect the rights of migrant workers,
- to recognize the rights of migrant domestic workers in their respective employment laws, either in receiving or sending countries of migrant domestic workers
- to review and improve all migration laws and policies that discriminate migrant workers and undermine their rights
- to enhance the capacity and the opportunity of women migrant workers toward employment
- to rehabilitate and compensate the victims of abuse against migrant workers’ rights.
on sending countries of migrant workers:
- to boost teamwork and cooperation and create solidarity in order to bargain position with the receiving countries of migrant workers
on all international organizations for human rights:
- to support migrant workers in organizing themselves to fight for their rights.
Basic rights of migrant domestic workers that should be protected and fulfilled:
- to be paid of national minimum wage
- to work not more than 10 hours per day
- to sleep enough at least eight hours daily
- to health and safety protection
- to holiday at least one day each month
- to limitation of work responsibility
- to eat enough at least three times daily
- to have proper accommodation facilities
- to worship
- and to organize.
CONTACT ADDRESS
Institute for Ecosoc Rights
Tebet Timur Dalam VI-C/17
Jakarta 12820 INDONESIA
Ph./Fax: 62-21-830 4153
Email: ecosoc@cbn.net.id; ecosocrights@gmail.com
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 3:53 PM 0 komentar
Label: buruh migran, English-version, Human trafficking
DONATE! - CARA YANG BISA ANDA TEMPUH UNTUK MENDUKUNG KAMI ...
Jaringan Penanggulangan Busung Lapar or the Indonesian Network against Hunger has trusted The Institute for Ecosoc Rights to manage your donations. You can directly contact us at our office at Jl. Tebet Timur Dalam VI C No. 17, Jakarta, Indonesia. Or you can deliver your donation through bank transfer using the account below. The persons mentioned below are the responsible and respected board members of our organization.
a.n. Perkumpulan Institute for Ecosoc Rights - Solidaritas Busung Lapar
No. Rek. 0701066235
Bank Permata, cabang Menteng, Jakarta
Yang bertandatangan sebagai
Dewan Pengarah (Board of directors of the organization):
I. Sandyawan Sumardi
Karlina Supeli
Sri Palupi
Erliny Rosalinda
B. Herry Priyono
Monica Tanuhandaru
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 12:07 PM 0 komentar
17 April 2006
The Institute for Ecosoc Rights
LEMBAGA perkumpulan ini bermaksud menegakkan dan memajukan hak-hak asasi manusia di Indonesia, khususnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Kami juga mengusahakan akuntabilitas publik dari praktik bisnis yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Untuk jadi anggota, calon harus menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga lembaga ini dan semua peraturan perkumpulan dan bersedia melaksanakan usaha-usaha perkumpulan. Calon anggota harus lebih dahulu diusulkan oleh anggota perkumpulan dan direkomendasikan oleh dua organisasi lain. Sumber pendanaan berasal dari usaha-usaha, sumbangan dan hibah tanpa ikatan dan tak bertentangan dengan asas dan tujuan perkumpulan ini.
Program Kerja!
Setiap saat diperlukan jangan kiranya ragu menghubungi kami!
English version
This association targets at helping enforce and advance basic human rights in Indonesia and in the world, particularly economic, social and cultural rights. We also fight for demanding public accountability of business practices that affect people’s lives.
To be a member of this association, the candidate shall be recommended by existing members and by at least two other related organizations.
If you need more information about us, don't hesitate to contact us.
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 12:29 PM 0 komentar
Label: buruh migran, English-version, Human trafficking, The Institute for Ecosoc Rights
16 April 2006
I ask the win, I ask the tree
Below poetry was written by a noted poet, our friend named SITOK SRENGENGE, having long hair at the time, sharp looking eyes, as if he reincarnates of a great poet from the legendary kingdom of Majapahit in Java, Indonesia of early tenth centuries but living in this challenging global economic liberalization era of early twentieth century. Men and women (but more female, then), young and old, like to chase him for his charm and wit in word diction usage that he continuously digs all his life.
The win, the trees, the bees, bats, rivers, valleys, the earth, the seas would help you answering your own questions and troubles. It is what he likely tries to tell us in this poem. But it is not the answers that he offers. He invites us to ask, to ask and ask again. Are you just more doing and taking quick actions, and thereby forgetting to ask again and before anything you do, because you feel you have got the very correct answers? Are you really convinced that your answers really relate and correspond to your questions?
Aku bertanya pada angin darimana datangnya angan
Penggal puisi ini lahir dari seorang kawan penyair kita yang ternama, SITOK SRENGENGE, berambut panjang, berparas tajam, seakan pujangga datang dari zaman Majapahit tapi hidup di zaman tantangan global. Laki-laki dan perempuan (tapi lebih banyak perempuan) suka mengejarnya karena pesona diksi kata yang terus digali dalam dirinya.
Angin, pohon, lebah, kelelawar, sungai, lembah, bumi, laut membantu Anda menjawab pertanyaan Anda. Barangkali itu yang dikatakannya. Tapi bukan jawab yang dicari kawan penyair ini. Tapi pertanyaan berikutnya dan pertanyaan berikutnya. Ia mengajak kita bertanya, bertanya, bertanya. Adakah kita banyak berbuat dan bertindak, lalu kita lupa bertanya karena merasa telah mendapat jawab-jawab tuntas? Adakah Anda yakin jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda?
OSMOSIS OF ORIGIN
I ask the wind,
whence does reverie come,
the wind shakes the tips of leaves
and I see the trees paint the cycle of years
I ask the tree,
whence does time begin,
the tree opens its flower petals
and I see a bee alight down sucking honey
I ask the bee,
whence does the cell that begets my body originate,
the bee hums flying into a cave
and I see a bat shut its ears upon a stonewall
I ask the bat,
whence does sound emerge,
the bat flaps its wings up to the night sky
and I see dew glide down like a river
I ask the river,
whence does the source of milk flow,
the river shows off the mountain
and I see a valley shrouded in mist
I ask the valley,
whence does taboo,
the valley raises its shroud
and I see the naked earth swing in elegance
I ask the earth,
who does give birth to Mother,
the earth blushes, but I hear the sea answer,
"She witnesses upon fact, yet is incapable of utterance!"
I ask the sea,
who does contain her,
the sea roars, yet is drained
before fully breathing the Name
1995
(Translated by Hasif Amini)
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 12:45 PM 0 komentar
Label: Aku bertanya .., puisi, The Institute for Ecosoc Rights
12 April 2006
Catatan Berguna tentang Nusa Tenggara Timur!
BERIKUT ini tersaji catatan-catatan penting dan links-nya tentang topik-topik pokok yang terkait dengan sisi-sisi lain kawasan yang banyak menyimpan misteri, yaitu Nusa Tenggara Timur. Kami masih menyimpan semua catatan ini dalam bentuk digital (.pdf). Jika suatu ketika links yang terkait tak bisa berfungsi lagi, dan anda membutuhkannya agar kami kirim, silakan hubungi kami.
- Peraturan Pemerintah RI No. 3/2006 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Kupang. 2006. Presiden RI. Pada bulan Februari 2006 Presiden RI mengeluarkan peraturan pemerintah yang berisi tentang pemindahan ibukota Kabupaten Kupang dari wilayah Kota Kupang ke Wilayah Oelamasi.
- Analisis Profil Ketenagakerjaan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2006. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Propinsi NTT. Disnakertrans Propinsi NTT mencatat bahwa sampai dengan Agustus 2006 jumlah warga NTT yang bekerja sebagai BMI (=TKI) mencapai 5.329 orang. Dan Bagaimana dengan gambaran ketenagakerjaan di NTT secara umum?
- Tantangan Pembangunan di Nusa Tenggara Timur (Development Challenges in East Nusa Tenggara). Oktober - Desember 2006. Lembaga Penelitian Semeru. NTT merupakan salah satu wilayah termiskin di Indonesia. Selain karena kondisi geografis dan topografi wilayah yang tak bersahabat, aspek lain yang mendasari kemiskinan di NTT adalah Pembanguanan Ekonomi. Apa yang menjadi tantangan ke depan bagi NTT?
- Mereka hanyalah korban .., Sri Hartati Samhadi, Kompas 23 Desember 2006
- Mengurai Benang Kusut Kemiskinan di NTT, Kornelis Kewa Ama, Kompas 23 Desember 2006
- Melepaskan Diri dari Jerat Adat, Brigitta Isworo, Kompas 23 Desember 2006
- Perbaikan Gizi, Prioritas pada Perempuan, pep/tat, Kompas 23 Desember 2006
- Enaknya Korupsi di NTT, Jannes Eudes Wawa, Kompas 23 Desember 2006
- Kemiskinan di NTT, Dosa Siapa? Rien Kuntari, Kompas 23 Desember 2006
- Daulat Pangan, Hak Semua Insan, Pepih Nugraha, Kompas 23 Desember 2006
- Tahukah Anda bahwa ada lebih dari 60 bahasa daerah di NTT yang nyaris punah? Masalah bahasa-bahasa yang terancam punah di NTT dan di dunia, presentasi power point oleh Prof. Dr. Gary Holton dari Pusat Bahasa Alaska, Universitas Alaska, di Undana, Kupang, 15 Mei 2006
- Saksi yang Dibungkam. 2006. oleh Indonesian Corruption Watch. Budaya Korupsi bukan barang baru di Indonesia. Anehnya para pelapor/saksi yang menjadi kunci penyelesaian kasus korupsi justru tidak mendapat perlindungan. Mereka justru menjadi terpidana karena laporannya dengan dasar melakukan pencemaran nama baik. Seperti yang dialami Romo Frans Amanue yang membongkar dan melaporkan korupsi di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Simak artikelnya yang berjudul "Kritiklah Bupati, Kau Kutangkap", dan catatan kasus-kasus lainnya.
- Tahun 1999 menjadi tonggak sejarah baru bagi propinsi NTT. Kepulauan Timor yang pada awalnya merupakan bagian dari NKRI terpecah menjadi dua bagian. Timor Barat masih menjadi bagian dari NKRI, sementara Timor Timur terpisah menjadi negara tersendiri dan lepas dari NKRI. Simak pertentangannya dalam : Overcoming Violent Conflict : Peace and Development Analysis in Nusa Tenggara Timur. 2005. Kamanto Sunarto with Melina Nathan and Suprayoga Hadi.
- Upaya Peningkatan Pemasaran dan Penghasilan Penenun Tradisional di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Agustus 2005. Independent Research and Advisory. Propinsi NTT dikenal sebagai wilayah yang kaya dengan kebudayaan. Salah satu bagian dari kebudayaannya adalah tenun. Sayangnya tenun tradisional yang berasal dari bahan alami sudah jarang ditemukan. Hal ini karena permintaan terhadap tenun tradisional sangat rendah. Tuntutan ekonomi juga menjadi alasan yang menyebabkan para penenun beralih membuat tenunan dari benang dan bahan pewarna pabrik, karena lebih cepat di produksi.
- Embriogenesis Somatik Langsung pada Tanaman Cendana. 2005. Deden Sukmadjadja. Dahulu, Cendana (Santalum Album L.) menjadi salah satu komoditas bernilai ekonomi tinggi di NTT. Namun sekarang kisahnya sudah lain, dia sudah hampir punah ketika ketidakseimbangan antara eksploitasi dan upaya pelestariannya.
- Laporan Anggota DPD RI di Propinsi NTT. 2005. Anggota DPD RI asal Propinsi NTT. Sejak 9 Juli s/d 13 Agustus 2005, anggota DPD RI asal NTT telah melaksanakan penyerapan aspirasi masyarakat dan daerah di Propinsi NTT. Ada tiga kategori masalah yang diserap, yaitu pada tingkat lokal, regional dan nasional. Bagaimana laporan kegiatannya?
- REPORTASE: Anak di NTT, Lahir Lalu Miskin. 2005. Arin Swandari. ––Malang benar nasib Mama Ina dan mama-mama lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka akan melahirkan anaknya dalam belenggu kemiskinan keluarga. NTT tercatat sebagai propinsi yang memiliki angka kelahiran tertinggi di Indonesia, ditambah angka kematian ibu dan bayi yang tak kalah buruknya. Benturan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang 'ditelorkan' pemerintah perlu ditengok lebih lanjut.
- Bulan September 2005, Kota Kupang Inflasi 0,17 Persen. September 2005. BPS Propinsi Nusa Tenggara Timur.
- Laporan Kegiatan di Daerah Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia di Propinsi Nusa Tenggara Timur. 2005. oleh Anggota DPD RI asal Provinsi Nusa Tenggara Timur.
- Jeffrey D. Sach. 2005. Challenges of sustainable development under globalization. In International Journal of Development Issues, Vol. 4 No. 2, 2005 — Download .pdf 112K
- "Pada bulan Maret 2004, empat petani perempuan di Manggarai (Flores), NTT ditangkap oleh aparat pemerintah kabupaten bersama tiga petani laki-laki lain dengan tuduhan menjarah hutan ketika sedang menggali ubi dan keladi untuk makan keluarganya. Kemarahan warga akibat penangkapan ini berkembang menjadi peristiwa Ruteng Berdarah pada tanggal 10 Maret yang memakan banyak korban. Akibatnya, jumlah perempuan yang tiba-tiba menjadi kepala keluarga semakin besar dan membuat keluarga rentan proses kemiskinan karena perempuan janda tidak mempunyai hak atas tanah." (Komnas Perempuan 2005) — Lokus kekerasan terhadap perempuan 2004: Rumah, Pekarangan dan Kebun: Catatan Tahunan tentang Kekerasan Perempuan 2004
- REPORTASE: Sifon, Tradisi ‘Sunat lalu kawini perempuan’ di Timor Barat. 2005. ARIN SWANDARI. Tradisi Sifon dipercaya memberikan keperkasaan bagi kaum pria di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur, namun tradisi ini dipertentangkan banyak pihak karena merugikan perempuan.
- Media, UKM, dan Berita Seksi. 2005. oleh Pantau. Berita kriminal dan politik seringkali tersaji pada koran lokal di Nusa Tenggara Timur. Sementara soal usaha kecil dan menengah sangat sulit didapat, padahal sangat banyak potensi lokal yang bisa mendongkrak perekonomian di NTT. Sayangnya tidak terekspose dalam pemberitaan di media massa. Ada apa dengan media?
- Perkembangan Penanganan Kasus Korupsi di NTT. 2002 - 2004. Lembaga Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT. Selain dikenal sebagai propinsi miskin, NTT juga dikenal sebagai daerah korup. Bagaimana perkembangan kasusnya?
- Joint Terms of Reference for the study on options for “kabihu mapping” and identification of multiple dwelling networks, integrated with feasibility testing of draft instruments and indicators developed for life-span related poverty assessment in the vicinity of Desa Praibakul, East Sumba, NTT. 2004. Waingapu: BPS-LABSTATSOSDA, GTZ/PROMIS-NT, dan UNICEF Indonesia.
- Proyek Air Bersih dan Sanitasi Pedesaan NTT, Masyarakat sebagai Pelaku Utama, Pengembangan Berbasis Masyarakat, Proyek Kerjasama Jerman-Indonesia (22 Desember 2003-April 2004).
- KERANGKA ACUAN RAPAT TEKNIS II: Menuju instrumen pengukuran kemiskinan/kesejahteraan di tingkat individu maupun golongan-golongan masyarakat dalam konteks sosial-budaya di Sumba Timur. 2004. Waingapu: BPS-LABSTATSOSDA, GTZ/PROMIS-NT, dan UNICEF Indonesia.
- Tradisi Radisi Fua Pah: Ritus dan Mitos Agraris Masyarakat Dawan Timor. 2004. Yoseph Yapi Taum.
- Lessons Learned from Microfinance Services in East Nusa Tenggara. 2004. Jakarta: Smeru. ––Simak laporan penelitiannya dalam dua bahasa.
- Masalah dan Alternatif Pengendalian Penyakit Jeruk Keprok Soe di Nusa Tenggara Timur. 2004. B. Murdolelono, Yusuf dan C.Y.Bora.
- Kinerja Pendapatan Ekonomi Rakyat dan Produktivitas Tenaga Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur. November, 2003. Vincent Gaspersz dan Esthon Foenay. ––Pendapatan per kapita penduduk Nusa Tenggara Timur ternyata masih lebih rendah daripada pendapatan per kapita penduduk negara termiskin di dunia (Sierra Leone). Dan ternyata kinerja pendapatan per-kapita-nya paling buruk di Indonesia. Bagaimana seharusnya pembangunan ekonomi kerakyatan dilaksanakan?
- Legenda Kritta dan Rambu Nganna, dari Sumba. 2003. NurLely Darwis. Kisah nyata dari penjara Waingapu. "Kritta membunuh kedua anaknya sekaligus mengorok lehernya sendiri, karena tak berdaya dan tak dapat menahan penganiayaan suami sehari-hari. Demikian juga Rambu Nganna yang tanpa sengaja telah menikam suaminya karena tak dapat menahan penganiayaan suaminya. Suaminya mencambukinya dari atas punggung kuda. Tak jarang tubuh Rambu Nganna juga terinjak kuda."
- Pengambilan Keputusan dalam Pertolongan Persalinan di Propinsi NTT. April 2003. Anwar Musadad, et. al. Kurangnya akses terhadap tempat persalinan yang profesional tampaknya turut mempengaruhi tinggi rendahnya angka kesehatan ibu. Misalnya di NTT, hasil penelitian menunjukkan bahwa proses persalinan para ibu banyak yang dilakukan di rumah dengan bantuan dukun beranak.
- Acuan Mengkaji Kemiskinan di Era Otonomi Daerah: Kasus Propinsi Nusa Tenggara Timur. Februari 2003. IDBM Adiyoga dan Erni Herawati. ––Era otonomi daerah seharusnya menjadi peluang bagi Nusa Tenggara Timur untuk membangun daerahnya yang dianggap miskin oleh berbagai kalangan. Aparat pemerintah ditantang untuk belajar menjalankan peran barunya, jangan hanya sebagai agen pembangunan.
- Analysis of Malaria Incidence, Altitude, and Rainfall a Study in the Timor Tengah Selatan (TTS) District, West Timor, Indonesia. 2003. Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan, Surabaya.
- Managers of Megalithic Power towards an Understanding of Contemporary Political Economy in East Sumba. 2002. Dr. Friedheim Betke (Penasihat Direktur Jendral, BPS) dan Dr. Hamorangan Ritonga (Wakil Direktur Analisis Statistik, BPS), BPS dan PRODA NT, GTZ Gmbh dan Pemerintah Indonesia.
- Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Kasus Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. 2002. Jakarta: Smeru.
- Penile Implant and Acessories in West Timor. 2002. Primus Lake.
- Penile Implant an Accessories in West Timor. 2002. Lake. Dilatarbelakangi oleh tradisi Sifon, peneliti mengkaji beragam alat-alat seks yang digunakan pria kepada pasangannya di daerah Timor Barat.
- Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat: Suatu Kajian Konseptual. Desember 2002. Fredik Benu.
- Penjajakan pelayanan pemerintah untuk keluarga miskin di Sumba Timur.Jakarta: Smeru. ––Catatan dapat membantu kita untuk mengetahui sejauh mana pemerintah telah memberikan pelayanan pada masyarakat miskin di Sumba. Tapi, sayangnya, penilaiannya kurang tuntas karena meskipun, katanya ada bantuan uang transpor, warga masyarakat yang sakit toh tak datang ke puskesmas. Apakah tidak sebaiknya justru pegawai puskesmas yang menggunakan sebagian uang transpor itu?
- Membangun Perekonomian Rakyat Nusa Tenggara Timur. 2002. Mubyarto. Kemiskinan sudah menjadi label bagi Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pendapat ini sempat di tentang oleh Gubernur Piet Tallo. Bagaimana sebenarnya gambaran perekonomian dan strategi jitu untuk mebangun ekonomi di NTT?
- RASA RELIGIOSITAS ORANG FLORES: Sebuah Pengantar ke Arah Inkulturisasi Musik Liturgi. 2002. Yoseph Yapi Taum.
- Wanatani di Nusa Tenggara: Ringkasan Hasil Lokakarya. 2002. James M. Roshetko dan Mulawarman.
- Pemanfaatan Kuskus (Phalanger sp.) oleh Masyarakat Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. 2001. Cibinong, Bogor: LIPI. ––Kuskus, hewan berkantung yang banyak terdapat di Gunung Mutis, Timor Tengah Selatan sudah terancam punah. Hewan yang dilindungi ini banyak diburu masyarakat karena sebagai salah satu sumber protein. Bagaimana menyikapinya?
- Migrant Entrepreneurs in East Nusa Tenggara. 2000. University of Connecticut, AS, Department of Economics. Pulau-pulau di luar Jawa & Bali di Indonesia sering dipandang sebagai sumber asal dari arus perpindahan penduduk ke kawasan Indonesia-dalam itu. Sementara itu sedikit sekali telaah yang mengamati arus yang sebaliknya, yaitu dari Jawa ke luar Jawa. Paper ini mencoba membahas faktor-faktor yang memainkan peranan kunci yang melatarbelakangi mengapa banyak pendatang tetap bertahan di NTT. Ada enam faktor sosial ekonomi yang dikembangkan dalam pengamatan ini. Tampaknya akses pasar di wilayah tersebut merupakan variable paling penting yang membuat para pendatang kerasan di kawasan ini.
- Consultation With The Poor In Indonesia.1999. Nilanjana Mukherjee.
- Komplikasi Obstetri di Rumah Sakit Susteran St. Elisabeth, Kiupukan, Insana. 1997. Sutrisno, Lisa Andriani S.
- Poverty alleviation in Indonesia: An overview. 1997. Gunawan Sumodiningrat/Bappenas. Regional expert meeting on capacity-building to alleviate rural poverty, published by Sustainable Rural Livelihoods in Asia and the Pasific, United Nation Economic and Social Commission for Asia and the Pasific (UNESCAP).
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 1:29 AM 1 komentar
11 April 2006
Resources on Migrant Workers
Pendatang tanpa izin Indonesia di Malaysia: Suatu eksploitasi tenaga pekerja di Asia Tenggara, Hidayat Purnama, September 2002
Migrant Labour in Southeast Asia, Country Study: Singapore, Dr. Nicola Piper, Asia Research Institute, National University of Singapore
Pinoy Abroad: Philippines - A Filipino guide to live, study and work abroad - overseas jobs and immigration procedures, cultural and educational exchange
The Philippines' Republic Act No. 8042 [download .doc — 92K]
World Bank. January 2006. Migration, Remittance and Female Migrant Workers.
Carunia Firdausy. June 2005. Trends, Issues and Policies towards International Labor Migration: an Indonesian Case Study. United Nations Expert Group Meeting on International Migration and Development. New York, 6-8 July 2005.
Sukam, Abdul Haris, Patrick Brownlee, 2001. Labour Migration in Indonesia: Policies and Practices. Population Studies Center Gadjah Mada University
Aswatini Raharto. 2002. Indonesian Female Labour Migrats: Experiences Working Overseas (A Case Study Among Returned Migrants in West Java). Published by IUSSP. PDFfile Download 102 K.
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 4:05 AM 0 komentar
Label: buruh migran, English-version, The Institute for Ecosoc Rights
10 April 2006
Berita Buruh Migran
First of all, please see this new blog that we create to collect recent news on migrant workers: The Ecosoc News Monitor on migrant workers. Click here.
- 21 Maret 2007, Dokumen Palsu Antar Tiga Ibu Rumah Tangga ke Penjara, Kediri, Radar Kediri, Sri Utami
- 18 Maret 2007, Malaysia Akan Tangkap 500 Ribu Pekerja Illegal, Kuala Lumpur, AFP, dipublikasikan/dioleh oleh Republika, fer
- 21 Maret 2007, TKI Besuki Tewas di Taiwan, Tulungagung, Radar Tulungagung, ziz
- 18 March 2007, Malaysia plans to arrest half a million illegal workers this year, KL, Zeenews, Bureau Report ..
- 12 March 2007, Target - half a million illegal immigrants, KL, Malaysia Kini, ..
- 27 February 2007, Western Union launches D2B service to Indonesia, Brunei, Borneo Bulletin, Sonia K.
- 11 Desember 2006, Pekerja Migran RI akan Kirim Uang $20 M Lima Tahun Mendatang, Kuala Lumpur, ANTARA News, NN
- 11 Desember 2006, Bandara Solo Dilengkapi Terminal TKI, Solo, ANTARA News, NN
- 11 Desember 2006, Pramuwisma Indonesia Jatuh dari Lantai Enam di Singapura, Singapura, ANTARA News, NN
- 09 Desember 2006, Dozens of women killed in domestic violence , Semarang, The Jakarta Post, Suherdjoko
- 08 Desember 2006, Selama Masih Diperas, TKI Sebaiknya Tak Dikirim, Jakarta, Tempointeraktif, Ninin Damayanti
- 06 Desember 2006, RUU Perdagangan Manusia Diharapkan Selesai Pada hari Ibu, 22 Desember, Jakarta, Tempointeraktif, Aqida
- 27 November 2006, Tenaga Kerja Dipukuli Sampai Buta, Jakarta, Tempointeraktif,Ibnu Rusydi
- 24 November 2006, 10,000 workers sent to Malaysia , Semarang, The Jakarta Post, NN
- 19 November, Pengiriman Empat Tenaga Kerja Wanita Ilegal Digagalkan, Situbondo, Tempointeraktif, MAhbub Djunaidy
- 03 November 2006, Duta Khusus Amerika Tegur Indonesia Soal Perdagangan Manusia, Jakarta, Tempointeraktif, Mustafa Moses
- 30 Oktober 2006, DPR Akan Bahas Asuransi Buruh Migran, Jakarta, Tempointeraktif, Nur Aini
- 29 Oktober 2006, Pemerintah Belum Siap Teken Konvensi Buruh Migran, Jakarta, Tempointeraktif, Nur Aini
- 18 Oktober 2006, 24 Perusahaan Penempatan Buruh Migran Ditutup, Jakarta, Tempointeraktif, Nur Aini
- 16 Oktober 2006, TKI Tewas di Perairan Laut Jepang, Karanganyar, Tempointeraktif, Imron Rosyid
- 06 Oktober, 2006, Jenasah TKW yang Tertinggal di Bandara Tiba di Rumah Duka, Kediri, Tempointeraktif, DWIDJO U. MAKSUM
- 01 Oktober 2006, Premi Asuransi TKI Dipertanyakan, Jakarta, Tempointeraktif, Nur Aini
- 01 Oktober 2006, Menteri Erman Pertahankan Konsorsium Asuransi TKI Jakarta, Tempointeraktif, Nur Aini
- 29 September 2006, Jumlah Uang Kiriman TKI Menurun Tahun Ini, Kediri, ANTARA News, NN
- 29 September 2006, Menakertrans Akan Buka Bank TKI, Tangerang, ANTARA News, NN
- 25 September 2006, Menteri Bantah Monopoli Asuransi PekerjaJakarta, Tempointeraktif, Nur Aini
- 25 September 2006, Beijing Closes Schools for Migrant Children in Pre-Olympic Clean Up - Thousand Left Without Access To Education, New York, hrw.org, NN
- >21 September 2006, RUU Antiperdagangan Orang,Sanksi bagi Pelaku Harus Beri Efek Jera, Jakarta, Suara Pembaharuan Daily, NN
- 18 September 2006, 400 Pelabuhan Ilegal di Batam Picu Perdagangan Manusia, Batam, Suara Pembaharuan Daily, NN
- 09 September 2006, Perusahaan Asuransi Tak Bisa Melindungi TKI, Jakarta, Suara Pembaharuan Daily, NN
- 06 September 2006, Women 'form half of all migrants' , United Kingdom, BBC News, NN
- 06 September 2006, Women 'invisible face of migration' United Kingdom, BBC News, Emily Buchanan
- 05 September 2006, Pekerja Migran RI Akan Kirim Uang $20 Miliar Lima Tahun Mendatang Kuala Lumpur, ANTARA News, NN
- 05 September 2006, Malaysia Deportasi 1.800 TKI bermasalah30, Makasar, ANTARA News, NN
- 05 September 2006, Korsel Kembali Izinkan Pengiriman TKI, Tetapi Lalui Depnakertrans, Jakarta, ANTARA News, NN
- 05 September 2006, Presiden Minta Aparat Berantas Preman dan Calo TKI Jakarta, ANTARA News, NN
- 02 September 2006, Lagi, TKI Disiksa Majikan, Indramayu, Liputan6.com, BOG/Ridwan Pamungkas
- 02 September 2006, Manpower ministry keeps workers, Korean firms waiting , Jakarta, The Jakarta Post, Abdul Khalik
- 01 September 2006, Polisi Kupang Menggagalkan Pengiriman TKI Iilegal, Kupang, Liputan6.com, ADO/Didimus Payong Dore
- 31 Agustus 2006, Critics cast doubts on migrant lounges, Jakarta, The Jakarta Post, Ridwan Max Sijabat
- 30 Agustus 2006, Delapan BPR Biayai TKI ke Luar Negeri , Jakarta, Republika Online, Evy
- 30 Agustus 2006, Presiden Resmikan Ruang Tunggu TKI , Jakarta, Republika Online, Osa
- 30 Agustus 2006, Treat migrant workers fairly, Yudhoyono says, Jakarta, The Jakarta Post, Ridwan Max Sijabat
- 29 Agustus 2006, Banyak Anak Buruh Belum Mengenyam Pendidikan , Jakarta, Republika Online, Fia
- 29 Agustus 2006, Presiden Meresmikan TKI Louge, Tangerang, Liputan6.com, Tim Liputan 6 SCTV
- 27 Agustus 2006, Pengiriman TKI berkedok Kerjasama Sekolah Terbongkar, Polopo, Liputan6.com, BOG/Wahyudi Baso
- 26 Agustus 2006, Bunuh Diri, TKW Ditemukan di Kamar Kos, Purworejo, Liputan6.com, MAK/Wiwik Susilo
- 25 Agustus 2006, Kiriman Guru untuk Anak Buruh Migran, Jakarta, Tempointeraktif, Mustafa Moses
- 24 Agustus 2006, Pekerja Migran RI Akan Kirim uang $20 Miliar Lima Tahun Mendatang, Kuala Lumpur, ANTARA News, NN
- 24 Agustus 2006, Kesepakatan Indonesia-Malaysia tentang PRT Selesai Bulan Ini, Kuala Lumpur, ANTARA News, NN
- 24 Agustus 2006, TKI Lebanon akan Diungsikan ke Suriah, Kuala Lumpur, ANTARA News, NN
- 22 Agustus 2006, Illegal migrant workers tell tales of hope and disappointment , Tanjung Pinang, The Jakarta Post, Fadli
- 21 Agustus 2006, Jenazah Tenaga Kerja yang Tertembak di Arab Saudi Tiba, Mamuju, Tempointeraktif, Anwar Anas
- 21 Agustus 2006, Pekerja Indonesia Sebaiknya Setor Nama ke Kedutaan, Jakarta, Tempointeraktif, Rini Kustiani
- 19 Agustus 2006, Kurangi TKI Pembantu , Jember, Radar Jember, ZWW
- 15 Agustus 2006, Lagi, 102 Pekerja Indonesia Dipulangkan Paksa, Jakarta, Tempointeraktif, Sandy Indra Pratama
- 13 Agustus 2006, Supaya Pahlawan Tak Dianiaya, Jakarta, MBM Tempo, Heri Susanto, Yura Syahrul
- 11 Agustus 2006, Dideportasi, TKI Bintoro Tewas, Patrang, Radar Jember, NN
- 11 Agustus 2006, Pemerintah Dunia Diminta Melindungi Buruh Migran , Jakarta, Metrotvnews, BEY
- 11 Agustus 2006, Hak-Hak Buruh Migran Perempuan Masih Terancam, Jakarta, Hukum Online, NN
- 11 Agustus 2006, RI-Malaysia Dinilai Langgar Konvensi Penghapusan Diskriminasi Perempuan, Jakarta, ANTARA News, NN
- 09 August 2006, TKI di Hong Kong ’Underpayment’ , Hongkong, Kedaulatan Rakyat, NN
- 8 Agustus 2006, Serial Diskusi, Solusi Persoalan Buruh Migran, Jakarta, JP Online, Henny Irawati
- 07 Agustus 2006, DPRD Bahas Raperda Buruh Migran, Cianjur, Pikiran Rakyat, NN
- 07 Agustus 2006, Perusahaan Pengerah Buruh Akan Ditertibkan, Sulawesi Selatan, Tempo Interaktif, Anwar Anas
- 02 Januari 2006, RI workers to get education in Malaysia , Jakarta, The Jakarta Post, Adisti Sukma Sawitri
- 1 Agustus 2006, Buruh Migran Asal Kalbar Harus Didata, Pontianak, Pontianak Post, NN
- 31 Juli 2006, Konvensi Perlindungan Buruh Migran Perlu Dirativikasi, Jakarta, Republika Online, Uli
- 28 Juli 2006, Pemerintah Didesak Evakuasi 10.000 Buruh Migran dari Lebanon, Jakarta, Kompas Cyber Media, Edj
- 28 Juli 2006, Pemerintah Didesak Evakuasi 10 Ribu Buruh Migran Dari Lebanon, Jakarta, Radio Republik Indonesia, NN
- 26 Juli 2006, PRT Asal Indonesia Ikut Jadi Korban Serangan Israel di Lebanon , Jakarta, Media Indonesia Online, Teguh Rachmanto
- 18 Juli 2006, Ribuan WNI Jadi Budak Seks, Jakarta, Bangka Belitung Online, JBP/Yus
- 13 Juli 2006, Pemerintah Depnakertras Harus Benahi Sistem Pengiriman TKI , Jakarta, Media Indonesia Online, Mirza Andreas
- 08 Juni 2006, Sehari 680 Orang Jadi Korban Trafficking, Batam, Tribun Batam Online, Noe
- 06 Juli 2006, PKB Merangkul Para TKI, Jakarta, Tribun Batam Online, JBP/Ewa
- 29 Mei 2006, Irene Fernandez, Pantang Surut, Jakarta, KCM Kompas , Maria Hartiningsih
- 19 Mei, TKW Disetrika Hingga Tewas, Kuala Lumpur, Banjarmasin Post, NN
- 19 Mei 2006, 70 Korban Trafficking per Bulan, Tanjung Pinang, Tribun Batam Online, Aji
- 18 Mei 2006, Kematian TKI di Singapura Meningkat, Jakarta, Tempointeraktif, nieke
- 18 Mei 2006, KOMNAS Perempuan Minta Menakertrans Mengamandemen MoU Indonesia dan Malaysia, Jakarta, Departemen Komunikasi dan Informatika RI, T. Yr/Toeb
- 10 Mei 2006, Indonesia Diharapkan Sediakan Mekanisme Penegakan Hak Asasi Buruh Migran, Jakarta, Republika online, antara/pur
- 30 April 2006, LSM Temukan Alamat TKW Korban Mutilasi di Malaysia, Surabaya, Gatra Online, NN
- 15 Maret 2006, Pemkab Madiun Kurang Kreatif Olah Potensi TKI, Madiun, Seketika.com, Wahono Karyadi
- 09 Maret 2006, Indonesia Targetkan Pengiriman 700 Ribu TKI Jakarta, Tempointeraktif, Zaky Almubarok
- 08 Maret 2006, Dua Buruh Migran Asal Kediri Tewas tak Wajar di Malaysia dan Saudi, Kediri, Media Indonesia Online, Mirza Andreas
- 26 April, 2006, Pemerintah Diminta Awasi Ketat Perlindungan TKI, Jakarta, Tempointeraktif , Zaky Almubarok I
- 06 April 2006, Kabupaten Malang Beri Kredit Calon TKI, Malang, Tempointeraktif, Bibin Bintariadi
- 24 Januari 2006, DPR Usulkan RUU Perlindungan Buruh Migran, Jakarta, Suara Karya Online, NN
Diposting oleh The Institute for Ecosoc Rights di 10:50 PM 1 komentar
Label: buruh migran, Indonesia, The Institute for Ecosoc Rights
Untuk Hari Ini
Babu Negara
Olkes Dadilado
Education21
Rairo
Geworfenheit
Kodrat Bergerak
Chi Yin
aha!
John's blog
ambar
andreas harsono
bibip
Space & (Indonesian) Society
dreamy gamer
sundayz
wadehel
rudy rushady
Timor Merdeka
G M
Karena Setiap Kata adalah Doa
Sarapan Ekonomi
wisat
Adhi-RACA