13 April 2007

Temu Kangen Antar Pejabat-Pejabat

Albert Buntoro
TANGGAL 10-11 April 2007 di Hotel Millennium Sirih - Jakarta boleh dikata jadimoment penting bagi perbaikan kesehatan di Indonesia. Karena pada tanggal tersebut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (menkokesra) mengadakan pertemuan koordinasi nasional untuk percepatan pencapaian Indonesia Sehat (IS) 2010, yang sudah digagas delapan tahun silam. Namun apakah pertemuan tersebut berjalan sesuai dengan judul besar pada spanduk, yang salah satunya mengeksplisitkan kata ”koordinasi”?

Selama mengikuti acara tersebut muncul pertanyaan dalam diri saya, apakah seperti ini forum yang disebut sebagai pertemuan koordinasi.

Bagaimana tidak?

Forum yang dihadiri oleh perwakilan kepala dinas kesehatan 33 propinsi di Indonesia, DPRD, perwakilan dari lembaga donor, rumah sakit, lsm, dan kementrian negara di berbagai bidang ini tak menampakkan adanya partisipasi aktif dari para peserta. Tak adanya ruang bagi 200-an peserta yang berasal dari berbagai daerah untuk angkat bicara mengenai permasalahan-permasalahan dalam mencapai IS 2010.

Sebaliknya, dua hari satu malam peserta lebih banyak ‘dijejali’ kembali tentang wacana dan upaya untuk mencapai IS 2010. Pertanyaannya kemudian: seberapa penting ulasan pembicara jika dibandingkan dengan paparan capaian dan evaluasi dari perwakilan masing-masing daerah menuju IS 2010. Rasanya aneh jika acara yang relatif singkat dan menyedot banyak dana ini hanya diisi oleh pengulangan dan penegasan konsep. Terkesan IS 2010 sebagai barang (wacana) baru, padahal buku-buku terbitan departemen kesehatan yang dicetak tahun 1999 sudah banyak mengulasnya. Apakah memang karena buku yang menjadi KITAB-nya para pemerhati kesehatan ini belum menjadi pegangan dan referensi para kepala dinas kesehatan dan atau sektor terkait?

Jika dilihat dari terminologi katanya, koordinasi merupakan perihal mengatur suatu kegiatan sehingga peraturan atau tindakan yang akan dilaksanakan tidak saling bertentangan/simpangsiur (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Artinya dalam koordinasi mensyaratkan adanya keterwakilan dari masing-masing pihak yang berkepentingan. Selain itu juga perlu adanya keterlibatan aktif dari peserta untuk mengutarakan capaian dan evaluasi dari kegiatan yang sudah dijalankan. Tersirat adanya proses yang lebih partisipatif dan komunikasi diantara pihak-pihak yang hadir sebagai peserta.

Menuai Protes

Namun tidaklah demikian yang terjadi dalam pertemuan koordinasi yang diselenggarakan oleh menkokesra. Mungkin lebih tepat jika pertemuan tersebut dianggap sebagai sosialisasi. Karenanya forum tersebut sempat menuai protes dari peserta. ”Ibu moderator, katanya forum ini merupakan koordinasi, jadi tolong beri kesempatan kami yang datang dari daerah ini bicara” , ungkap salah seorang peserta yang hampir saja terabaikan dengan alasan keterbatasan waktu. ”Dalam pertemuan koordinasi perlu ada komunikasi diantara lintas sektor, namun saya tidak melihat adanya dinas lain seperti PU, pertanian, peternakan, dan dinas lain dalam forum ini,” tambah peserta lainnya. ”Kenapa hanya dinas kesehatan yang hadir,” tanya peserta itu lagi.

Tergelitik untuk bicara, saya pun mempertanyakan tentang forum koordinasi ini dan mencoba memberikan usulan bagaimana seharusnya koordinasi dilakukan. Namun tak menjadi perhatian dari penyelenggara/pembicara. ”Terkesan IS 2010 sebagai barang baru, namun sebenarnya tidak demikian. Paling tidak dengan pertemuan atau pembicaraan kali ini dapat ’menyegarkan’ apa yang sudah ditetapkan”, jawab salah seorang pembicara.

Walaupun menyimpang dari bentuk koordinasi yang ideal, namun diakhir acara sudah terumuskan hasil yang sudah dicapai dari pertemuan tersebut. Terkesan sudah ada jawaban/hasil yang ditetapkan sebelum acara dimulai. Istilah kata, pertemuan koordinasi ini boleh dibilang sebagai temu kangen antar pejabat-pejabat kesehatan daerah.**

No comments:

Post a Comment