Oleh Hikmahanto Juwana
Dalam dua pekan ini, Indonesia didera oleh dua kejadian di luar negeri yang berdampak pada negeri ini.
Pertama adalah kebijakan Pemerintah Australia menghentikan selama enam bulan ekspor sapi ke Indonesia. Kedua, terkait dengan eksekusi hukuman mati berupa pemancungan atas tenaga kerja kita, Ruyati, di Arab Saudi.
Pemerintah pun mendapat berbagai kritik atas kebijakan dan pelaksanaan hubungan luar negeri. Pemerintah Indonesia seharusnya tegas bersikap ketika kepentingan nasional atau nasib warga negara menjadi taruhan. Ketidaktegasan pemerintah akan berakibat pada merebaknya kemarahan publik di dalam negeri.
Bila dianalisis, paling tidak ada tiga sumber ketidaktegasan pemerintah. Pertama adalah pencanangan kebijakan luar negeri ”seribu kawan dan tiada lawan”. Kebijakan ini seolah-olah membuat Indonesia tidak mau memciptakan musuh, sebaliknya menganggap semua negara adalah teman.
Oleh karena itu, bagi Indonesia, sepanjang ada kepentingan nasional yang terancam ataupun ada warga negara yang tidak terlindungi, pemerintah harus tegas dan menganggap negara sahabat sebagai musuh. Bila itu yang terjadi, yang terpenting dilakukan adalah menjaga proporsi tindakan dan melokalisasi masalah sehingga tidak mengganggu hubungan kedua negara yang lebih besar.
Kedua, dalam hubungan bilateral sebenarnya tidak hanya menteri luar negeri yang berperan. Dalam kasus Ruyati, berbagai institusi terlibat mulai dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta perwakilan Indonesia di Arab Saudi. Sementara itu, untuk kasus pemotongan sapi ada Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan pemerintah daerah yang menyelenggarakan rumah potong hewan.
Sayangnya, koordinasi antarinstansi terkadang lemah dan berakibat pada ketidaktegasan sikap pemerintah. Semua kesalahan akan ditimpakan kepada Kementerian Luar Negeri.
Terakhir, sumber kelemahan terletak pada bagaimana pemerintah mengelola permasalahan. Pemerintah lebih menyibukkan diri menjawab kritik daripada mengambil langkah konkret pada negara mitra. Padahal, langkah konkret dibutuhkan untuk menjawab keraguan publik atas lemahnya pelaksanaan urusan luar negeri.
Harus tegas
Ilustrasi dari tiga sumber kelemahan dapat terlihat dalam penanganan pemerintah setelah pemancungan Ruyati dan penghentian ekspor sapi Australia. Pemerintah dinilai lemah dalam merespons kebijakan Pemerintah Arab Saudi dan Australia.
Dalam kasus Ruyati, bila notifikasi atas eksekusi yang merupakan hak dari Indonesia dilalaikan oleh otoritas Arab Saudi dan sistem hukum Arab Saudi yang tidak transparan serta memperhatikan due process of law, apa tindakan konkret pemerintah terhadap Arab Saudi?
Bukankah ada sejumlah pilihan yang bisa dilakukan dari sekadar menyampaikan nota protes, misalnya membawa masalah ini ke Dewan HAM PBB? Demikian juga terkait dengan kebijakan Pemerintah Australia atas penghentian ekspor sapi. Mengapa menteri pertanian seolah-olah melunak bahkan memfasilitasi tim gabungan Australia dan Indonesia membenahi rumah hewan?
Bukankah pihak industri sapi Australia yang justru menderita akibat kebijakan pemerintahnya sendiri? Lalu, mengapa pemerintah seolah-olah mau memfasilitasi pencabutan terhadap hukuman yang dijatuhkan agar dipercepat?
Pemerintah harus tegas, baik kepada Pemerintah Arab Saudi, Australia bahkan Malaysia terkait masalah perbatasan ataupun Singapura terkait ekstradisi. Di sinilah pentingnya perumusan kebijakan luar negeri yang terkoordinasi, jelas, dan tegas. Ini yang akan membuat rakyat bangga pada pemerintahnya bahkan membuat negeri ini kembali disegani negara sahabat.
Jangan sampai pelaksanaan kebijakan luar negeri menjadi suatu ironi di mata publik. Ketika TKI tak dihargai negara sahabat, seperti Arab Saudi, Indonesia seolah-olah tak berdaya. Padahal, Australia bisa tegas terhadap Indonesia ketika sapinya disembelih tanpa memperhatikan kesejahteraan binatang.
Jangan pula diombang-ambing kebijakan salah satu Pemerintah Australia terkait larangan ekspor sapi, sementara Indonesia maju mundur dengan rencana moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi.
Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia
No comments:
Post a Comment