Ayahnya meninggal saat konflik Timor Timur pasca jajak pendapat tahun 1999, sementara Ibunya sejak 2009 menjadi tenaga kerja ke Malaysia.
Ana hidup bersama saudara ibunya yang juga bekerja mengali batu mangan.
Lubang yang menyupai sebuah sumur kecil ini adalah hasil kerjanya dalam sebulan. Setiap hari dari pukul 09.00 pagi hingga pukul 17.00 petang Ana mengais tanah mencari batu batu mangan. sehari Ia berhasil mengumpulkan 3 hingga 4 kilogram batu mangan yang saat itu seharga Rp. 1.200/kg.
Di lokasi yang sama Ana tidak sendiri, masih ada Anis (9 tahun) dan Anus ( 10 tahun) kakak beradik, Meri (11 tahun) yang juga putus sekolah dan Fransiska (9 tahun) yang sama sekali belum tidak pernah sekolah. Saat anak lain bersekolah dan bermain mereka malah berada di lokasi pertambangan dan bekerja keras mencari uang. Pemerintah setempat tak pernah "menyapa" anak anak ini untuk kembali ke bangku sekolah.
Foto : @Chelluz.ecosocrights.2011
Lokasi: kecamatan Atambua Barat-Kab. Belu, NTT
Terkait :
Buruh murah tanpa jaminan keselamatan & kesehatan kerja
Anak Putus Sekolah Jadi Penggali Batu Mangan
No comments:
Post a Comment